“Bang ....”
“Hem ....”
Walau lelaki itu memejamkan mata dengan tangan yang disimpannya di atas kening namun masih mau menjawab panggilan Aura membuatnya merasa bahagia.
“Tidur di kasur aja, kasurnya luas kok...kita pake guling sebagai penghalang.”Aura menawarkan solusi tanpa maksud merayu.
Rendra membuka mata menatap Aura yang kemudian tersenyum memamerkan deretan gigi putih dan bersihnya.
Rendra menggelengkan kepala kemudian memejamkan kembali matanya.
“Bang...Aura enggak enak hati kalau Abang tidur di sofa terus,” ungkapnya lalu menjatuhkan tubuh duduk di karpet bulu yang melapisi lantai marmer di kamar Rendra.
Punggungnya bersandar di kaki sofa kemudian menengadahkan kepala sampai mengenai betis Rendra membuat lelaki itu terhenyak dan refleks mengangkat kakinya.
“Baaaang....Tidur di kasur, yoooo …,” rengek Aura seperti sedang merengek kepada Kenzi sementara Rendra merasa sedang menghadapi Zeline.
Rendra berdecak pelan namun tak ayal, menurunkan kakinya kemudian beranjak menuju ranjang.
Sesungguhnya dia juga merasakan pegal di sekujur tubuh setelah dua malam tidur di sofa hotel.
Aura menipiskan bibir, walau harus menggunakan kekuatan kesabaran yang maksimal, dia akan berusaha membuat dirinya menjadi kasat mata bagi Rendra.
***
Rendra terkejut ketika pertama kali membuka mata ada seorang gadis yang sedang tidur membelakanginya.
Masih dalam lelapnya, Aura membalikan tubuh dengan mata terpejam.
Wajah polos tanpa make up secantik bidadari itu kembali memenuhi pandangan Rendra.
Entah kenapa untuk sesaat Rendra hanya ingin menatap wajah Aura yang begitu menenangkan lalu sedetik kemudian aura tersenyum dalam tidurnya hingga tanpa sadar senyum itu menulari Rendra.
Pemandangan indah cipataan Tuhan di wajah Aura yang sedang Rendra nikmati harus segera diakhirinya karena sang istri mengerjap beberapa kali membuat Rendra sontak memutar tubuh menuruni tempat tidur dan melangkahkan kaki panjangnya menuju kamar mandi.
Aura mendudukan tubuh setelah mendengar suara pintu kamar mandi tertutup.
Kepalanya terasa pening karena malam tadi kesulitan tidur, terlalu asing seranjang dengan seorang pria.
Padahal tadi malam dia sendiri yang meminta Rendra untuk tidur satu ranjang namun malah dirinya yang kesulitan beradaptasi.
Sudah menjadi hal biasa bila keduanya tidak saling bicara walau berada dalam satu ruangan yang sama.
Seperti saat ini keduanya duduk berhadapan di meja makan untuk sarapan pagi tidak ada satu kata pun yang terucap dari mulut Rendra.
Hanya denting sendok garpu beradu dengan piring menemani sarapan pagi saat itu.
“Ganti baju!” Dua kalimat itu Rendra lontarkan setelah menyelesaikan sarapan paginya membuat Aura mendongak.
“Kita ke kampus kamu!” Rendra menambahkan, menjawab tanda tanya pada ekspresi yang tercetak jelas di wajah Aura.
Tanpa banyak bertanya, Aura kembali ke kamar untuk mengganti pakaian yang menurutnya cocok untuk di pakai melihat-lihat kampusnya sesuai apa yang dikatakan Rendra tadi karena saat ini masih liburan semester dan baru dua bulan lagi Aura bisa berkuliah di kampusnya yang baru.
“Abang enggak kerja?” Aura yang baru saja memasuki mobil sport Rendra bertanya yang langsung dijawab dengan gelengan kepala oleh pria itu.
Selama tiga puluh menit perjalanan membelah jalanan kota London, hanya hening yang menemani dan keheningan seakan telah menjadi teman Aura semenjak menikah dengan Rendra.
Mobil sport Rendra memasuki pelataran kampus yang terkenal di Negara ini bahkan di dunia, sungguh salah satu keajaiban yang dapat dilakukan keluarga Gunadhya karena bisa memasukan Aura dengan mudahnya ke kampus tersebut hanya dalam sekali kedipan mata.
Tampak daun-daunan kering berserakan di halaman kampus yang sepi, Rendra memarkirkan mobilnya tepat di depan gedung fakultas dari jurusan yang Aura ambil.
Aura ikut turun setelah sebelumnya Rendra turun dari mobil kemudian keduanya berjalan beriringan memasuki gedung fakultas.
“Nanti kamu kuliah di sini.” Rendra memberitahu perduli Aura berjalan terseok menyamai langkahnya di belakang sana.
Rendra juga memberitahu di mana tempat-tempat yang harus Aura datangi ketika memulai kuliahnya nanti, bahkan dia menunjukan di mana toilet dan kantin berada.
Aura berkali-kali mengangguk sebagai tanggapan dan setelah dirasa cukup memperkenalkan area kampus yang akan menjadi tempat Aura menuntut ilmu, keduanya berjalan beriringan kembali ke lapangan parkir.
Aura begitu terkesima dengan arsitektur kampus yang tidak dia ia temui dinegaranya, mata indah Aura memindai keseluruhan area kampus yang dapat dijangkau oleh pandangan.
Sayang, gadis itu tidak memperhatikan jalan di depannya.
Aura tidak melihat ada undakan tangga yang harus dia pijak membuatnya hampir saja terjatuh dan berguling manja bila saja Rendra tidak sigap dengan gerakan menangkap Aura dan kini dia berakhir dalam pelukan Rendra dengan tangan Aura yang melingkar di pinggang pria itu.
Rendra itu bisa merasakan debaran jantung dan eratnya pelukan Aura.
Hanya beberapa detik saja Aura merasakan ke hangatan dekapan suaminya dengan aroma parfum masculin yang begitu memanjakan indera penciuman, karena Rendra langsung menjauhkan tubuh Aura dengan mendorong pundak gadis itu perlahan.
“Hati-hati!” tegurnya dengan alis menukik tajam, entak kesal atau khawatir, Aura sudah tidak bisa membedakan disebabkan oleh sakit di pergelangan kakinya maka dia refleks meringis.
Rendra berjongkok seraya memegang pergelangan kaki Aura membuat gadis itu menahan nafas ketika tangan Rendra mengusap pergelangan kakinya sambil memijat lembut namun bisa membuat Aura menjerit.
“Sakit...Abang!!” gadis itu berseru sambil memukul pelan pundak Rendra.
“Bengkak,” gumam Rendra lalu selanjutnya Aura merasakan tubuhnya melayang karena lelaki bertubuh tegap itu tengah menggendongnya.
Aura terkesiap dengan mata membulat sempurna, wajahnya menegang, dia kembali menahan nafas karena jarak wajahnya yang begitu dekat dengan wajah Rendra.
Tidak perlu ditanya bagaimana keadaan jantung Aura, beruntung dia tidak mempunyai riwayat serangan jantung.
Bukannya membawa Aura ke dalam mobil, Rendra malah mendudukan Aura di bangku taman.
Rendra juga berjongkok demi mengurut kaki Aura yang terlihat membiru.
“Kita ke rumah sakit,” katanya serius setelah memastikan keadaan kaki Aura.
Rendra kembali menggendong Aura ke mobil, setelah mendudukannya di kursi penumpang dan memastikan seatbelt telah terpasang di tubuh Aura, Rendra memutar setengah bagian mobil untuk duduk di belakang kemudi.
Aura mengerjap beberapa kali merasa bingung dengan apa yang dilakukan suami dinginnya tadi.
Bahkan Aura tidak percaya kalau suaminya melakukan segala bentuk perhatian tadi.
Dia sempat berpikir kalau mungkin Rendra sedang kerasukan roh penunggu kampus karena jujur saja suasana kampus yang sepi begitu menyeramkan.
Sesampainya di rumah sakit, Aura mendapatkan perawatan yang baik dari para perawat dan dokter.
Kaki Aura yang keseleo dan engsel di kakinya yang sedikit bergeser memerlukan perawatan yang serius namun tidak memerlukan tindakan operasi.
Kaki Aura hanya harus dibebat beberapa hari untuk mengembalikan sesuatu yang bergeser ke tempatnya semula.
Dan selama itu Aura tidak boleh banyak berjalan bahkan ketika dokter mengijinkan Aura pulang, gadis itu diantar menggunakan kursi roda sampai loby rumah sakit oleh perawat.
“Bang...,” panggil Aura hati-hati dan sang suami yang sedang fokus pada kemudi tidak menjawab.
Sedari tadi Rendra tidak banyak bicara membuat Aura berprasangka bila lelaki itu kesal karena kecerobohannya.
“Abang marah sama Aura?” Aura melirih hampir tidak terdengar oleh Rendra.
Rendra tidak mengerti kenapa Aura harus melirih dan seringkali mendapati perlakuan Aura seperti itu kepadanya.
Gadis itu seakan takut kepadanya, padahal dia merasa belum pernah memarahi Aura.
Seorang pria terkadang tidak peka, intonasi yang tidak tepat dan tatapan mata saja bisa menyakiti perasaan wanita.
“Enggak...Kenapa harus marah?” jawabnya mengembalikan pertanyaan dengan nada suara yang Rendra tahan serendah mungkin.
Aura menoleh mendengar nada suara bersahabat keluar dari mulut Rendra.
“Karena Aura jatuh,” balas Aura polos.
“Makanya nanti lagi hati-hati!”
Kalimat biasa namun terasa menyejukkan ditelinga Aura karena nada suara itu terdengar ramah.
Aura mengangguk disertai senyum berbarengan dengan Rendra yang menoleh padanya.
Untuk pertama kalinya senyum itu membuat hati Rendra bergetar dan merasa bahagia ketika melihat senyum terkembang di wajah cantik istrinya.