1. PROLOG

719 Words
"Kenapa sih harus bareng dia lagi?" tanya Mia geram ketika melihat serombongan tim fotografer dan videografer yang baru turun dari mobil. Saat ini, Mia tengah berada di lokasi pengambilan gambar untuk sesi foto prewedding kliennya, tepatnya di Pantai Pasir Putih. Tugas Mia sebagai makeup artist tidak berakhir saat ia selesai mendandani klien di bridal, tetapi ia wajib ikut ke lokasi untuk melakukan koreksi riasan atau bahkan menggantinya sesuai tema, lokasi, dan wardrobe. Tita yang berdiri di sebelah Mia langsung mengernyit bingung. "Emang kenapa, Mbak?" "Ta, emang Luminous enggak punya kerja sama bareng vendor foto yang lain apa?” gerutu Mia jengkel. Wajahnya terlihat sangat judes ketika melirik tajam ke arah satu dari kelima pemuda yang baru turun dari mobil. "Eh?" Pertanyaan Mia jelas membuat Tita melongo. "Cuma ada satu doang?" cecar Mia tidak sabar. "Ada yang lain kok, Mbak," jawab Tita takut-takut. Mia kalau sedang dalam mode galak begini memang "Terus kenapa gue ketemunya sama dia lagi dia lagi?" keluh Mia sambil menendang pasir-pasir di bawah kakinya. Hari masih pagi, tetapi suasana hatinya sudah anjlok begitu melihat sosok yang sangat tidak diinginkannya kembali muncul. Lebih menyebalkan lagi ketika sosok itu tiba-tiba muncul di belakang Mia dan berbisik di telinganya. "Kamu ada masalah sama aku?" Refleks Mia menoleh cepat. Matanya memicing sinis ke arah pemuda yang berdiri menjulang di belakangnya. "Cilaka …," desis Tita horor ketika melihat sosok Lio yang entah sejak kapan sudah berdiri di dekat mereka. Dipelototi oleh Mia tidak membuat Lio takut. Pemuda itu malah tersenyum dengan santainya. "Kamu keberatan kerja sama bareng aku?" "Duh, Gusti!" erang Tita senewen. Kalau Mia dan Lio sudah bertemu, siap-siap saja terjadi petaka. "Kenapa diam?" goda Lio. "Jawab dong!" "Mas Lio, Mbak Mia gapapa kok sama Mas Lio." Cepat-cepat Tita menjawab untuk menengahi keduanya. "Enggak ada masalah." "Yakin?" Lio tersenyum sangsi. "Bukannya tadi lagi marah-marah?" "Enggak enggak!" Tita menggeleng panik sambil menggoyangkan kedua tangannya. "Mbak Mia bukan kesel sama Mas Lio. Mbak Mia itu-" Sayang! Tita tidak sempat menyelesaikan ucapannya karena keburu dipotong oleh Mia. "Iya! Aku kesel sama kamu. Aku keki, aku jengkel, aku APEK ketemu sama kamu terus!" sahut Mia kejam. Tita yang sudah hafal tanda bahaya ini, langsung bergerak menjauh dengan gesit. Lebih baik ia melarikan diri sebelum ketiban sial. Lebih baik mengurusi tugasnya sendiri dan cari aman. "Emangnya kita ketemu sesering itu ya?" balas Lio santai. "Coba aja kamu pikir sendiri! Udah berapa kali kita project bareng?" tanya Mia gemas. Lio mengernyit, berlagak berpikir, kemudian menggeleng pasrah sambil mengangkat bahu. "Sorry, aku enggak ngitungin. Banyak kerjaan lain yang lebih penting untuk diurus daripada ngitungin berapa kali kita ketemu." Mendengar jawaban Lio yang seenaknya, sontak Mia mendelik sebal sambil mengumpat pelan. "Euh, cucunguk …!" *cucunguk = kecoa "Hm?" Lio menatap Mia dengan pandangan bertanya. Entah tidak mendengar jelas ucapan gadis itu, entah tidak mengerti bahasanya. "Aku kasih tau ya! Dalam tiga bulan terakhir, kita itu udah kena 10 kali proyek barengan!" sahut Mia dongkol. "Terus apa masalahnya?" balas Lio santai. "Masalahnya kenapa harus ketemu terus?!" Tanpa sadar Mia mengentakkan kakinya. "Dari sekian banyak vendor foto dan makeup artist di Jakarta ini, kok bisa-bisanya ketemu lagi ketemu lagi." "Mungkin jodoh," celetuk Lio. "Jodoh huntumu!" desis Mia geram. *huntu = gigi "Kamu enggak percaya?" tanya Lio geli. "Enggak!" sahut Mia galak. "Sial banget aku jodohnya sama kamu." "Gimana kalau selanjutnya kita bakal ketemu lagi terus-menerus?" Semakin jengkel Mia, semakin senang Lio menggoda gadis itu. "Ogah banget!" Mia mendelik horor. "Mending aku sepi job daripada kerja bareng kamu lagi." "Kamu serius?" Saking kesalnya dengan sikap Lio, Mia sampai kehabisan ide untuk menyahuti pemudi itu. "Mau taruhan?" tantang Lio. "Dih, taruhan!" "Mau enggak?" desak Lio. Mia mendengkus malas. "Taruhan apa?" "Umur kamu berapa?" Mia memicing curiga. "Ngapain tiba-tiba nanya umur?" "Jawab aja," sahut Lio tenang. "Umur kamu berapa?" "Dua tujuh," sahut Mia singkat. "Kapan ulang tahun?" Padahal tanpa perlu bertanya, Lio jelas ingat usia Mia dan hari ulang tahun gadis itu. "Tujuh bulan lagi." Meski malas, dijawabnya juga. "Oke. Gini taruhannya." Lio berdeham kemudian tersenyum jail. "Kalau sebelum hari ulang tahun kamu kita ada proyek bareng sampai 27 kali, kamu harus mengakui kalau kita memang berjodoh." "Embung teuing!" seru Mia penuh penolakan. *embung teuing = ogah banget "Dan enggak cuma itu," lanjut Lio semakin menjadi. "Kamu harus bersedia menerima lamaran aku dan nikah sama aku." "OGAH! EMOH! ENGGAK MAU!" jerit Mia sengit.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD