Setelah pertemuan dengan Gina tadi siang, aku jadi sadar kalau Maura benar-benar pemilik restoran, berarti aku akan semakin ada di atas. Siapapun harusnya tidak ada yang berani memarahiku, baik itu Majid, ataupun Pak Yuda, dan aku juga harus mencari surat-suratnya agar dia tidak berbuat hal yang aneh. "Mau kemana kamu, Ferdi?" tanya Papa sinis ketika melihatku masuk dan kembali keluar, biasanya kalau sudah masuk langsung tidur. "Aku ada perlu, Pa. Jadi tidak bisa di sini lebih lama dan melepas kangen." candaku, tapi ekpresi wajahnya malah tampak pucat. Sungguh orang tua yang aneh. Aku ke sini salah, aku pulang lagi juga salah. Jadi benarnya yang mana? "Kamu gak ada niat yang enggak-enggak, kan?" tanyanya membuat mut-ku yang tadi sudah membaik kembali buruk. Kutatap matanya dengan nap

