Menjemput Abra

815 Words
Sudah satu bulan lamanya aku tidak berjumpa dengan Abra, hari ini Abra pulang setelah menyelesaikan pekerjaannya di Bromo bersama Adri. Sekitar satu jam aku sudah menunggunya di Bandara kedatangan. Pesawat yang mereka tumpangi akan mendarat pukul 10.15 WIB, sambil menunggu aku duduk di coffee shop. Ku ambil ponsel dari dalam tas, kemudian aku memainkan games untuk menghilangkan rasa bosan. Sedang asyiknya bermain, ponselku berdering. Ku lihat layar tertera nama ABRA. "Sayang, kamu di mana?" "Aku lagi di coffee shop, kamu sudah di pintu kedatangan?" "Belum, sayang. Aku masih di dalam lagi menunggu bagasi keluar". "Ya sudah, kalau gitu aku tunggu kamu di pintu kedatangan, ya" "Iya, sayang. Love you" "Love you more" Hampir lima belas menit aku menunggu tapi tak kunjung datang. Beberapa menit kemudian, aku melihat dia dari kejauhan dengan menggemblok tas ranselnya. Aku pun langsung menghampirinya sambil memeluknya. Terlihat jelas wajah bingung Adri melihat aku dan Abra, karena yang terjadi terakhir kali saat di Bromo kami sama-sama cuek dan saling mengacuhkan. "Hmm, apa ada yang bisa jelasin ke gue?" tanyanya dengan bingung. Aku dan Abra hanya tersenyum saja, "sebenarnya, gue sama Dira sedang menjalin hubungan ketika kita masih di Bromo," Abra menjelaskan. "Kok, bisa. Sejak kapan? Kenapa lo nggak cerita sama gue, Bra" "Hehe, sorry. Bukannya gue nggak mau cerita, Dri. Tapi, belum waktunya untuk diceritakan," ucapnya sambil tertawa. "Hmm, pantes setiap malam lo telepon sambil bisik-bisik. Rupanya, lagi teleponan sama Dira" Lagi-lagi Abra hanya tertawa. Obrolan tentang hubungan kami membawa kita meninggalkan bandara. Abra mengambil alih kemudi mobilku dan mengantarkan Adri kerumahnya. Dalam perjalanan ke rumah Abra, aku dimintanya untuk mampir dan berkenalan dengan orangtuanya. Abra mengatakan bahwa orangtuanya sudah menunggu mereka. Mobilku masuk ke halaman rumah Abra, satpam yang berada di dalam rumah segera membukakan pintu gerbang. Mamanya sudah menunggu kami dan aku disambut hangat olehnya. "Mama.." panggil Abra. "Hai, sayang. Sudah datang, apa gadis ini yang kamu ceritakan kepada Mama?" tanya Mamanya dan langsung memelukku. Aku kaget ketika Mamanya bertanya demikian, apa yang sudah Abra ceritakan kepada Mamanya tentang aku, "hallo, Tante. Kenalkan aku Dira, senang bisa berkenalan dengan Tante," ucapku sambil mencium punggung tangan Mamanya. "Papa mana, Ma?" "Papa ada di kamar, sebentar Mama panggilkan dulu. Nak, Dira. Silakan di minum, anggap saja rumah sendiri," ucapnya dengan ramah. Ini adalah pertama kalinya aku dipertemukan oleh orangtuanya. Ternyata Abra sudah mengaturnya. Tak lama, Papanya datang menghampiri aku dan Abra yang berada di ruang tamu. Saat menghampiri, terlihat ada raut wajah yang tidak suka. Aku mencoba untuk tenang dan tersenyum. "Pa, kenalkan. Ini Dira" "Hallo, om. Saya Dira" ucapku sambil mencium punggung tangan Papanya. Sepertinya, Papanya tidak menyukaiku. "Hmm" "Pa.." tegur Mama. "Jadi, ini yang namanya Dira. Sudah sejauh mana hubungan kalian?" Abra menahan amarahnya karena sikap Papanya yang tidak ramah. "Pa, apa tidak bisa Papa bersikap ramah sedikit dengan Dira. Bukankah, kita sudah bahas masalah ini?" "Iya, Papa tahu. Apa salah Papa tanya dengan dia sejauh mana hubungan kalian?" "Hubungan kami sangat serius dan aku akan melamar Dira. Untuk itu, aku mengena..." Braakk.. Papanya memukul meja dengan sangat keras, membuat aku sangat kaget. Ada apa dengan ayah dan anak ini, mengapa mereka saling memancarkan aura kebencian. Dari pertanyaannya kepadaku aku langsung mengetahui bahwa Papanya tidak menyukaiku. "Papa tidak akan menyetujui hubungan kalian, apalagi memberi kalian restu. Jangan lupa, kamu itu sudah dijodohkan dengan anaknya teman Papa dan besok kalian akan bertemu" Deg deg deg Jantung ku langsung berdegup kencang mendengar pernyataan dari Papanya. Ternyata Abra sudah dijodohkan dan aku jadi penghalang, patas saja Papanya sangat tidak menyukaiku. "Maaf, om, tante. Saya permisi dulu," pamitku kepada orangtuanya. Aku langsung meninggalkan rumah Abra dengan suasana hatiku yang sedikit hancur. "Sayang, tunggu" panggilnya dan ikut menyusul aku ke luar. "Aku pulang," kataku dengan menahan air mataku agar tidak keluar. "Biar aku antar kamu pulang, ya" "Tidak usah, aku bisa pulang sendiri. Aku tidak mau merusak hubungan kamu dengan orangtuamu. Selesaikan masalah kalian baik-baik" "Aku bisa menjelaskannya, sayang" Aku cepat-cepat masuk mobil agar air mataku tidak keluar. Saat di dalam mobil air mataku tak dapat dibendung lagi, mengapa seperti ini kisah cintaku. Akupun kembali mengingat lima tahun lalu, Flashback "Kenapa kamu tega melakukan ini sama aku, Ken. Kenapa dengan sahabatku sendiri," tanyaku sambil sesenggukan dan memukul dadanya. "Maafkan aku, Ra. Tapi aku dengan Rachel benar-benar saling mencintai" "Ck.. Jadi, kamu lebih memilih Rachel. Baik kalau begitu, selamat atas hubungan kalian," ucapku dengan marah dan langsung menampar pipinya. Aku menjalin hubungan dengan Kendra sudah dua tahun, rencananya di tahun ketiga kami sedang mempersiapkan pernikahan. Awalnya, hubungan kami tidak ada masalah. Aku dan Ken juga jarang terlibat pertengkaran. Entah apa salahku sampai dia berpaling dengan sahabatku sendiri. Kalau saja, aku tidak memperkenalkannya mungkin Ken sampai sekarang masih bersamaku. Ternyata, mereka diam-diam saling bertemu. Sakit rasanya mengetahuinya. Flashback off Aku merenung di dalam kamar, jika hubungan ku dengan Abra tidak berjalan mulus, aku akan melepaskannya. dan mengikhlaskannya. Walaupun rasanya sakit, biarkan hatiku yang menahan rasa sakit ini

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD