Bertemu Erawati

744 Words
Sekitar tujuh hari aku menyelesaikan novel ketigaku "Karir dan Cinta yang Tak Bisa ku Pilih". Setelah yakin dengan semua yang telah ku tulis, akhirnya ku print dan ku antar ke kantor mba Era. Dua hari sebelumnya, aku sudah mengabarkan mba Era, editorku bahwa aku sudah merampungkan sebelum deadline. Kami sepakat untuk bertemu hari ini. Tok..tok..tok.. "Masuk !!" "Hallo, mba Era. Bagaimana kabarnya, mba?" "Baik, jadi mana tulisanmu?" tanyanya langsung to the point. "Ini naskahnya, silakan di baca," jawabku sambil ku sodorkan naskah yang sudah ku print. Dengan sangat teliti, mba Era membaca satu per satu lembar halaman. Suasana ruangannya sekejap hening. Aku membiarkan mba Era untuk membaca naskahku. Hampir tiga puluh menit, mba Era membaca, tak banyak coretan dalam naskah yang telah kuserahkan. Kami pun, mulai membahas bagian demi bagian dari tiap bab. Ada yang tidak aku suka dengan masukkannya. Terjadilah perdebatan kecil antara kami, mulai terlihat satu sama lain tidak mau mengalah untuk mempertahankan idealis hingga ego kami. Sesaat kemudian, kami tertawa. Karena, perdebatan, perbedaan persepsi dalam memberikan masukan untuk novelku ini telah membuat kami berhenti sejenak dan mencari kesepakatan bersama. Proses yang seperti ini terkadang membuat aku merasa lelah. Dengan lapang d**a, akhirnya aku menerima masukan mba Era. Hari ini aku menghabiskan waktu di tempat mba Era, setelah mengalami perdebatan yang cukup panjang. Kami pun menemukan kata SEPAKAT. "Ra.." panggil mba Era. "Iya, mba" "Habis dari sini, mau kemana lagi?" "Langsung pulang. Ada apa, mba?" "Temenin aku, Ra" Tumben sekali mba Era, tiba-tiba minta ditemani. Apa lagi ada masalah ya, gumamku dalam hati. "Boleh, mba. Memangnya mba Era nggak ada pekerjaan lagi?" "Ok, nggak ada. Kalau gitu tunggu sebentar ya, Ra. Aku selesaikan kerajaanku ini, habis itu kita jalan" "Siiapp!!!" "Kamu nggak apa-apa kan, tunggu sebentar?" tanyanya tak enak. "Nggak apa-apa, mba" Setelah menunggu setengah jam, mba Era mengajak aku ke pusat perbelanjaan di daerah Sudirman. Dalam perjalanan, aku memperhatikan mba Era seperti sedang ada masalah. Kami langsung ke lantai food court dan memesan makanan dan minum. Sambil menunggu makanan kami datang, aku mencoba bertanya kepada mba Era. "Mba, apa semua baik-baik saja?" tanyaku hati-hati. "Hmm, sebenarnya tidak begitu baik, Ra". ucapnya dengan raut wajah sedih. "Ada apa, mba? Cerita sama aku siapa tahu aku bisa bantu" "Aku bingung, Ra" "Bingung kenapa?" "Orang tuaku ingin menjodohkanku dengan seseorang, padahal aku sudah menolak perjodohan ini karena aku sudah punya pacar" "Lalu? Orang tua mba Era, masih ingin menjodohkan mba Era?" "Iya !!" "Mba Era, sudah perkenalkan pacar ke orang tua?" "Sudah, tapi mereka tidak menyetujuinya" "Alasannya apa, mba?" "Karena dia tidak memiliki pekerjaan tetap, aku bingung bagaimana meyakinkan orang tuaku" "Kalau menurut aku, mba Era tetap harus memperjuangkan hubungan kalian. Jangan pernah bosan untuk mengenalkan pacar ke orang tua. Terus yakinkan orang tua mba Era bahwa pilihan mba Era adalah tepat, jelasin ke orang tua mba Era tentang pekerjaan pacar mba. Meski belum dikatakan mapan tapi dia adalah orang yang pekerja keras dan yakin suatu saat nanti pacar mba bisa jadi orang sukses" "Begitu ya, Ra" "Iya, mba. Memangnya mba Era mau menikah tanpa adanya cinta?" Mba Era hanya menggeleng. "Mba Era, harus memperjuangkan hubungan mba Era. Pasti, lama-lama orang tua mba Era akan luluh juga. Kalau boleh tahu pria yang akan dijodohkan seperti apa orangnya, mba?" "Aku belum pernah bertemu dengannya" "Mba Era menjalin hubungan dengan pacar sudah berapa lama?" "Tiga tahun, Ra" "Pekerjaan pacar mba Era tidak tetap itu bagaimana, mba?" "Karena, pacarku itu hanya seorang karyawan biasa, orang tuaku menganggap dia tidak mapan dengan gaji yang dia miliki itu tidak akan mampu menghidupi aku" "Jadi, hanya karena itu. Orang tua mba Era menginginkan pacar mba mempunyai jabatan di tempat kerjanya" "Iya, Ra" "Terus yakinkan orang tua, mba. Ya sudah, mba Era jangan terlalu memikirkan itu. Di bawa enjoy aj, mba" ucapku sambil memberikan senyum kepada mba Era. "Terima kasih ya, Ra" Setelah mendengar curhatan mba Era, aku pulang ke rumah. Mba Era tidak mau aku antar karena dia sudah janjian dengan pacarnya untuk bertemu. Sayang, aku tidak bertemu dengan pacarnya karena aku sudah lelah seharian ini. Aku heran dengan orang tua mba Era, kok masih ada orang tua yang menjodohkan anaknya. Apakah tidak merasakan bagaimana jadi seorang anak, apakah orang tua pernah menanyakan ke anak. Kalau orang tua beranggapan anak akan bahagia dengan perjodohan itu, belum tentu. Karena tidak semua anak bisa menerimanya, apalagi menjalani biduk rumah tangga tanpa adanya cinta. Akupun merapalkan doa, semoga saja mba Era bisa meyakinkan orang tuanya sehingga hubungan mereka bisa lanjut ke jenjang pernikahan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD