Hari Kebebasan Bastian

1768 Words
Dua hari kemudian Aliong datang berkunjung ke restoran milik Jimmy saat restoran hampir tutup. Bastian yang tengah membantu Meylan mencuci piring dan perabot di dapur terkejut mendengar suara berat seorang pria. “Ko Jim!” seru Aliong sambil menarik kursi dan duduk. “Eh lo udah dateng Liong,” ujar Jimmy sambil berjalan menghampiri pria itu. “Tumben lo mau ketemu sama gue Ko? Ada apa?” tanya Aliong tanpa basa-basi. “Minum dulu Ko Aliong,” ujar Meylan sambil membawakan teh crhrysant. Mata tajam Aliong melihat sosok Bastian yang bersembunyi di belakang dinding pembatas antara dapur dan ruang restoran. “Itu siapa?” “Dia Bastian. Dan karena anak itu gue mau ngomong sama lo,” sahut Jimmy. “Emang dia siapa? Dan kenapa bisa ada di sini?’ tanya Aliong dengan tatapan menyelidik. Jimmy pun menceritakan secara singkat tentang Bastian dan alasan anak itu berada di sini. “Panggil dia Ko,” ujar Aliong setelah Jimmy selesai bercerita. “Tia,” panggil Jimmy dengan lembut. “Ke sini sebentar, ada yang mau berkenalan sama kamu.” Bastian melangkah keluar menuju Aliong dengan langkah gemetar karena takut. Sosok ALiong yang tinggi dan berbadan kekar serta memiliki tato naga di sepanjang lengan kanannya membuat Bastian takut. “Kamu nggak usah takut Tian,” ujar Meylan. “Ayo ke sini.” Bastian bergegas menghampiri Meylan yang duduk tidak jauh darinya. “Kalau saya menolong kamu bebas dari orang tua angkat kamu, apa yang akan kamu lakukan untuk membalas jasa Ko Jimmy?!” tanya Aliong dengan nada tegas. Bastian terdiam mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Aliong. Dia berpikir sebelum menjawab. “Tian akan tinggal dan membantu di restoran,” ujar Bastian dengan mantap. “Hanya itu?!” tanya Aliong.” “Memang apa lagi yang bisa Tian lakuin?” tanya anak itu dengan polos. Aliong mengembuskan napas dan memandang Jimmy dengan tatapan bertanya. “Kamu tau jika mereka tidak memiliki anak?” “Iya, tau. Waktu itu Tante Meylan pernah bilang.” “Kalau begitu sanggupkah kamu menjadi anak untuk mereka? Kamu harus berbakti dan hormat sama mereka. Tidak boleh membuat masalah yang akan merugikan mereka!” “Bisa,” sahut Bastian mantap. “Bukan hanya itu saja. Jika di kemudian hari saya tau kamu membuat mereka susah, maka saya adalah orang pertama yang akan mencari kamu dan membalas semua perbuatan kamu! Apa kamu masih yakin dengan jawaban kamu?!” tantang ALiong. “Yakin.” Aliong menatap mata Bastian. Dia menemukan kesungguhan di mata anak itu.  “Baiklah, saya akan menolong kamu,” ujar Aliong. “Lo serius Liong?’ tanya Meylan. “Yup. Habis dari sini gua akan menemui ketua Delapan Naga dan menceritakan semuanya. Kalian tunggu kabar dari gua.”  “Makasih banyak Liong,” ujar Meylan terharu. “Oh iya, apa kamu ingat alamat rumah orang tua angkat kamu?” tanya Aliong pada Bastian. “Nggak, tapi saya ingat jalan menuju ke sana.” “Baik. Jika sudah saatnya, kamu akan mengantar kami ke sana.” *** Lima hari kemudian, Aliong kembali mendatangi restoran Jimmy. Dia memaparkan rencana yang sudah dibuat yang akan dilaksanakan tiga hari dari sekarang. “Ko, tiga hari lagi gua akan bawa Bastian ke rumah orang tua angkatnya.” “Lo yakin Liong?’ tanya Jimmy ragu. “Lo tenang aja Ko, gua nggak akan biarin mereka menyentuh anak itu. Lo pegang ucapan gua,” ujar Aliong tegas. “Baiklah.” “Dan gua harap setelah ini, lo bisa didik dia jadi anak yang bener, dan menyekolahkan dia jika urusan surat-suratnya udah beres.” “Siap,” ujar Jimmy mantap. “Ingat ya Ko, gua bantu elo karena gua pengen liat lo dan Ci Meylan bahagia. Dan tanggung jawab sebagai orang tua itu nggak gampang, apalagi dia bukan darah daging lo.” “Iya, gua tau Liong.” *** Ketika tiba harinya, Bastian duduk menunggu kedatangan Aliong dengan gelisah. Dia sangat takut harus kembali ke tempat Martin dan Anita. “kamu kenapa Tian?” tanya Meylan sambil duduk di samping Bastian. “Aku takut,” gumam Bastian. Meylan menarik Bastian dan membawa anak itu ke dalam pelukannya. Dia mengusap bahu Bastian dengan penuh kasih.  “Kamu nggak perlu takut. Aliong dan anak buahnya pasti akan menjaga kamu. Percaya sama Tante.” “Tapi kalo Papa Martin berhasil nangkep Tian lagi gimana?” “Nggak akan. Percaya sama Tante,” sahut Meylan berusaha tegar. Sebenarnya dia pun takut sesuatu yang buruk terjadi pada bocah yang berada dalam pelukannya. Namun, dia tidak boleh menunjukkan semuanya itu. Dia harus berpura-pura tegar, supaya Bastian merasa tenang. Tidak lama kemudian, Aliong datang bersama Chen tangan kanannya. “Mana Bastian? Apa dia sudah siap?” tanya Aliong pda Jimmy yang sedang menunggunya. “Sudah, tunggu sebentar.” Jimmy berjalan menuju tangga dan memanggil istrinya, “Mey, ini Aliong sudah datang.” “Ayo Tian, kita turun,” ujar Meylan sambil menggandeng Bastian. Mereka berjalan menuruni tangga dan menghampiri Aliong. “Ayo kita berangkat!” ujar Aliong datar. “Liong, aku titip Tian, tolong jaga dan lindungin dia,” bisik Meylan sambil menggenggam tangan Aliong. “Iya Ci, lo tenang aja.” “Makasih,” bisik Meylan. “Chen, tugas lo jaga dia,” ujar Aliong. “Baik Bos.” Chen berjalan menghampiri Bastian dan berdiri di belakang anak itu. Kemudian mereka bertiga keluar dari restoran menuju mobil yang sudah menunggu di depan. Sepanjang perjalanan menuju rumah Martin, Bastian duduk dengan gelisah. Berkali-kali dia melirik ke arah Aliong dan Chen. Perutnya terasa mulas ketika mobil semakin mendekati tempat Martin. “Itu tempatnya,” ujar Bastian sambil menunjuk sebuah rumah makan kecil yang menjual berbagai macam masakan Indonesia, dan Cina. “Lung, berhenti di sini,” ujar Aliong pada ALung yang mengemudikan mobil. Tanpa banyak cakap, Alung menepikan mobil kemudian mematikan mesin mobil. Sebuah mobil van hitam yang berada persis di belakang mobil Aliong pun berhenti. Di mobil itu ada beberapa pria yang akan membantu Aliong untuk membereskan masalah dengan Martin. ‘Lung, lo bilang sama mereka untuk bersiap-siap di sana.” Aliong memberi perintah pada Alung. “Siap Bos.” Alung turun dari mobil dan menghampiri van hitam di belakang. Tak lama, pintu mobil van terbuka, dan keluarlah anak buah Aliong. Setelah salah satu anak buah Aliong memberi kode, maka Aliong turun ditemani oleh Alung. “Chen, jaga dia di sini. Jangan biarin orang lain tahu keberadaan anak ini sampai gue kasih perintah!” ujar Aliong datar. “Siap Bos.” “Ayo Lung.” Aliong menyeberangi jalan kecil dan menuju ke tempat Martin. Aliong menunggu beberapa saat hingga pintu dibukakan oleh Anita dari dalam. “Cari siapa?!” tanya Anita dengan nada tidak ramah. Anita merasa curiga melihat dua pria yang berdiri di depan tempatnya. Sedangkan rumah makan sudah tutup sejak satu jam yang lalu. “Saya mencari Tuan Martin,” sahut Aliong sambil melangkah masuk, dan duduk dengan santai di salah satu kursi. “Mau apa cari suami saya?!” sentak Anita. Aliong memandangi wanita yang berdiri di hadapannya sambil bertolak pinggang.  “Panggil suami kamu!” ujar Aliong dengan nada dingin. “Ada apa ribut-ribut?’ tanya Martin yang baru turun dari lantai dua. “Lung,” ujar Aliong. Alung yang mengerti, langsung menghampiri Martin dan dengan sekali entakan dia membuat Martin duduk di kursi di hadapan Aliong. “Heh! Apa-apaan ini?!” bentak Martin antara kaget dan takut.  Anita yang melihat suaminya diperlakukan seperti itu, mencoba untuk menolong, tetapi dirinya langsung diringkus oleh salah satu anak buah Aliong yang sejak tadi menunggu di pintu. “Kalian mau apa?!” bentak Anita. Aliong mengeluarkan foto dari saku dalam jasnya dan melemparkan ke meja. Martin dan Anita terkejut ketika melihat foto Bastian. “Kalian kenal siapa dia?” tanya Aliong datar. Martin dan Anita saling pandang. Sekarang mereka benar-benar merasa takut. “JAWAB!” bentak Aliong. “K-kenal,” sahut Martin. “Tapi bagaimana kamu bisa kenal dia?” tanya Martin takut-takut. Alih-alih menjawab, Aliong mengeluarka pisau lipat dari saku jas. “Gua paling benci kalau ada orang yang menyiksa dan memperlakukan anak kecil seperti binatang!”  Martin semakin gemetar ketika pisau yang dipegang Aliong diarahkan ke wajahnya. “Hukuman apa yang pantas untuk manusia yang menyiksa anak kecil?’ tanya Aliong. “K-kami nggak sengaja,” cicit Anita yang juga gemetar ketakutan. “Tidak sengaja?! Jelas-jelas semua yang kalian lakukan adalah tindak kekerasan yang dilakukan dengan sengaja. Kalian tahu hukum yang dipakai oleh para anggota geng?” tanya Aliong sambil menyeringai. “J-jangan,” ujar Martin. “Mata ganti mata, itu adalah hukum yang kami pakai. Jadi itu juga yang akan terjadi pada kalian karena telah menyiksa anak itu.” “Tapi apa hubungan anda dengan dia?!” tanya Anita. “Bukan urusan anda!” sahut Aliong datar. “Saya akan pergi baik-baik jika kalian menandatangani perjanjian yang menyatakan bahwa kalian melepaskan hak asuh atas anak itu, dan memberikan semua berkas-berkas dia.” “Nggak bisa!” sentak Anita. “Kami sudah mengeluarkan uang dalam jumlah besar untuk membawa dia ke sini!” “Panggil Ahong,” ujar Aliong pada anak buahnya yang menjaga Anita. Pria tersebut langsung keluar untuk melakukan perintah Aliong. Tidak lama kemudian, dia kembali bersama seorang pria lainnya yang membawa amplop dan map. “Tanda tangan, dan saya akan berikan uang ganti rugi,” ujar Aliong dengan nada datar. “Kalo nggak mau?” tantang Anita.  “Maka kalian hanya tinggal nama, dan tempat ini akan hancur!” Merasa takut dengan ancaman Aliong, Martin bergegas menandatangani surat serta menempelkan cap di atas kertas.  “Mana berkas-berkas anak itu?” “Tunggu sebentar, biar saya ambil,” sahut Martin. Ketika pria itu akan naik ke atas, Aliong memberi perintah pada Alung melalui matanya untuk mengikuti Martin.  Setelah semua berkas ada di tangan Aliong, dia bangkit berdiri dan meninggalkan tempat itu. Dari situ, mereka langsung kembali ke tempat Jimmy. Meylan langsung memeluk Bastian ketika anak itu datang.  “Ini semua berkas Bastian,” ujar Aliong sambil meletakkan map di hadapan Jimmy. “Makasih banyak Liong,” ujar Jimmy terharu atas kebaikan adik angkatnya itu. “Sama-sama Ko. Dan gua harap mulai saat ini lo bisa jaga dan lindungin Bastian seperti anak kandung sendiri.” “Gua pasti lakuin Liong.” “Kalau ada apa-apa, lo bilang ke gua.” “Oke,” ujar Jimmy. Kemudian Aliong berjalan menghampiri Bastian dan menatap anak itu dengan seksama. “Lo masih ingat sama pesan gua kan?! Lo harus berbakti dan menghormati mereka layaknya orang tua kandung lo. Paham?!” “Iya Om.” “Jangan panggil gua Om. Lo bisa panggil gua Koko. Dan kalau ada apa-apa, jangan sungkan untuk ngomong, mengerti?!” “Iya Ko,” ujar Bastian sambil membungkukkan badannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD