bc

Chef BASTIAN

book_age16+
824
FOLLOW
16.6K
READ
serious
brilliant
icy
male lead
realistic earth
weak to strong
like
intro-logo
Blurb

Kisah perjuangan seorang pria dalam mewujudkan mimpi, meskipun mendapat tantangan dari keluarganya yang menganggap memasak adalah pekerjaan seorang wanita.

Bastian harus mengalami berbagai macam ujian, hinaan, bahkan siksaan ketika berusaha mewujudkan impiannya.

Mampukah Bastian mewujudkan mimpinya dan menjadi seorang chef?

chap-preview
Free preview
Melarikan Diri
“BASTIAN!” teriak Anita dari dapur. “Iya Ma?” sahut Bastian sambil berlari menghampiri ibu angkatnya. “Mana ayam yang tadi saya suruh bersihkan dan potong?!” tanya Anita dengan suara keras. “Sudah saya simpan di dalam lemari pendingin,” sahut Bastian dengan suara bergetar menahan takut. “DASAR BÒDOH!” maki Anita sambil melayangkan tangannya memukul pipi Bastian. “Siapa yang suruh kamu simpan di sana?! Cepat ambil!” “Iya Ma.”  Bastian bergegas menuju lemari pendingin untuk mengeluarkan daging ayam yang tadi dia simpan. Namun, karena tangannya gemetar, dia malah menjatuhkan wadah berisi ayam tersebut, sehingga isinya berserakan di lantai. Anita menjadi semakin marah melihat hal tersebut. Dia menghampiri Bastian dan langsung memukuli anak itu tanpa belas kasihan. “Dasar bòdoh! Percuma dikasih makan kalo otaknya nggak pernah dipake!” seru Anita sambil terus memukuli Bastian.  “Ampun Ma, sakit,” rintih Bastian sambil berusaha melindungi kepala dan badannya dari pukulan Anita. Setelah puas melampiaskan amarah, Anita pergi meninggalkan dapur menuju ke lantai atas yang digunakan sebagai tempat tinggal. Dia tidak mempedulikan keadaan Bastian yang tubuhnya  penuh memar akibat perbuatannya. Setelah Anita naik, Bastian perlahan berusaha berdiri dan berjalan ke kamar mandi sambil tertatih-tatih menahan nyeri di bagian kakinya. Entah mengapa, beberapa waktu belakangan ini sikap kedua orang tua angkatnya mulai berubah. Mereka tak lagi ramah dan sayang pada dirinya. “Apa salah Tian?” gumam Bastian lirih sambil mencuci kaki dan tangannya yang kotor. Selesai membasuh diri, bastian berjalan menuju dapur, mencari sisa-sisa makanan yang mungkin bisa dimakan. Perutnya terasa perih karena belum diisi sejak siang. “Tian laper,” rintih anak itu sambil meneteskan air mata. Bastian terus mencari apa saja yang bisa dimakan sehingga tidak melihat panci kotor bekas sup yang belum sempat dia cuci dan menendangnya higga mengeluarkan bunyi keras.  Anita yang mendengar keributan di bawah, bergegas turun untuk melihat apa yang terjadi. Emosnya kembali tersulut ketika melihat lantai dapur yang kotor karena kuah sup yang tumpah. Tanpa berpikir panjang, Anita mengambil sapu dan bergegas menghampiri Bastian. D Anita kembali memukuli Bastian hingga anak itu jatuh tersungkur. Melihat anak tiu sudah tidak berdaya, Anita semakin keras memukuli sambil mengeluarkan u*****n terhadap Bastian. “Dasar anak nggak tau diuntung! Udah bagus dipelihara,dan dikasih tempat tinggal, sekarang malah berani mencuri?!” “Ampun Ma, sakit,” rintih Bastian sambil menangis. “Ampun katamu?! Nggak ada ampun bagi pencuri macam kamu!”        “Kalo tau cuma akan menyusahkan, saya nggak akan bawa kamu ke sini! Udah buang uang banyak, ternyata kamu nggak berguna!” teriak Anita kesal.      “Tian laper Ma …, Tian cuma mau cari sisa makanan,” sahut Bastian mencoba menjelaskan. ”MAKAN?! Yang ada di otak kamu cuma makan?! Kerja aja nggak becus, masih berani minta makan?!!” Amarah Anita semakin menjadi mendengar perkataan Bastian.     Anita baru berhenti memukuli dan menendang Bastian setelah anak itu hanya terbaring diam di lantai. Setelah memastikan kalau Bastian masih bernapas, Anita meninggalkan anak itu sendirian di bawah.  Bastian tetap diam sampai Anita telah naik. Setelah yakin dirinya sendirian, perlahan Bastian mulai berusaha untuk duduk. Seluruh tubuhnya terasa sakit dari ujung kepala hingga kaki. Kepalanya terasa berputar akibat terkena pukulan gagang sapu. Bastian beringsut menuju tembok dan menyandarkan diri di sana untuk menghilangkan rasa pening.  Bastian duduk diam sambil menunggu lampu di lantai atas mati, dan mengumpulkan sisa tenaga yang dia miliki. Setelah lampu padam, dan suasa sudah sepi, perlahan Bastian mencoba berdiri. Dia berjalan menuju ke pintu belakang dan membukanya dengan sangat hati-hati supaya tidak menimbulkan suara.  Setelah keluar, Bastian berjalan pelan-pelan meninggalkan tempat yang telah menampungnya selama ini. Dia terus berjalan menyusuri jalan yang sudah sepi hingga tiba di sebuah gang. Kepalanya semakin terasa berputar, akan tetapi dia terus berusaha berjalan hingga tiba di belakang sebuah restoran cina. Bastian mencoba mencari apa saja yang bisa dimakan dan diminum. Namun, pandangan mata bastian semakin kabur, dan tubuhnya pun limbung. Akhirnya Bastian jatuh pingsan. Jimmy dan Meylan sang istri yang tengah membereskan perabotan terkejut mendengar suara berisik di dekat pintu belakang. Perlahan Jimmy berjalan menghampiri pintu, tak lupa dia membawa tongkat panjang untuk berjaga-jaga. Betapa terkejutnya Jimmy ketika melihat sesosok anak tergeltak di sana. “Mey! Cepat ke sini!” seru Jimmy pada istrinya. Meylan tergopoh-gopoh menghampiri suaminya. “Ya Tuhan!” seru Meylan ketika melihat ada seorang anak di sana. Tanpa berpikir panjang, Meylan bergegas menghampiri Bastian. Dia memeriksa denyut nadi dan napas Bastian. “Koh, dia masih hidup,” ujar Meylan pada Jimmy. “Bantu Mey angkat dia Koh,’ pinta Meylan. Jimmy bergegas menghampiri Meylan. Dengan hati-hati Jimmy menggendong tubuh Bastian yang penuh luka dan memar masuk ke dalam dan langsung menuju ke lantai atas yang dijadikn tempat tinggal. Jimmy meletakkan Bastian di atas sofa, sedangkan Meylan tetap berada di bawah, memasakkan air hangat untuk membasuh Bastian. “Apa yang terjadi sama kamu, Nak?” gumam Jimmy iba melihat keadaan Bastian. “Orang bodoh mana yang tega menyiksa anak sebesar kamu?” Jimmy masuk ke dalam kamar untuk mengambil selimut dan menyelimuti tubuh Bastian. “Koh, minggir sebentar. Mey mau menyeka dia dulu,” ujar Meylan yang sudah tiba sambil membawa baskom berisi air hangat dan handuk kecil. “Biar aku aja. Kamu tolong masak sup untuk anak ini.” “Oke,” ujar Meylan yang langsung turun ke bawah. Perlahan, Jimmy mulai membersihkan tubuh Bastian yang kotor, juga darah kering di kening di kening anak itu. Hatinya terasa sakit melihat keadaan Bastian.  “Argh …,” rintih Bastian ketika mulai siuman.  “Kamu sudah sadar?” tanya Jimmy lembut. Bastian perlahan membuka matanya dan bingung melihat Jimmy yang sedang menatapnya. “Tian di mana?’ ujar Bastian lirih sambil mengernyitkan kening. “Anda siapa?’ tanya Bastian sambil menatap dengan penuh ketakutan pada Jimmy. “Tenang aja, kamu aman di sini,” ujar Jimmy yang mengerti arti tatapan Bastian. “Haus,” ujar Bastian lagi. Tanpa banyak kata, Jimmy mengambil gelas berisi air hangat untuk Bastian dan memberikannya pada anak itu. Bastian langsung meneguk habis isi gelas.  “Kamu dari mana? Apa yang terjadi sama kamu? Dan kenapa tubuh kamu babak belur seperti ini?’ tanya Meylan dengan lembut ketika wanita itu tiba sambil membawa baki berisi sup hangat untuk Bastian. “Saya dari Indonesia,’ ujar Bastian lirih. “Indonesia? Saya juga dari sana,” sahut Meylan.  “Mey, biarin anak ini makan dulu. Sepertinya dia kelaparan,” ujar Jimmy yang memperhatikan mata Bastian ketika melihat sup yang dibawa oleh istrinya. “Oh, baiklah.”  Meylan meletakkan nampan di meja, kemudian dengan telaten dia menyuapi Bastian sampai sup di dalam mangkuk habis. Bastian merasa segar kembali setelah perutnya diisi dengan makanan hangat. “Terima kasih,” ujar Bastian pada Meylan. “Sekarang kamu cerita, apa yang terjadi,” ujar Jimmy yang masih penasaran. Bastian pun mulai menceritakan dari awal hingga akhirnya dia bisa seperti sekarang sambil meneteskan air matanya. “Dasar manusia nggak punya hati nurani!” umpat Meylan kesal setelah mendengar cerita Bastian. “Sekarang kamu mau apa?’ tanya Jimmy lembut pada Bastian. “Nggak tau,” ujar Bastian lirih. Jummy bertukar pandang dengan istrinya. Mereka juga bingung harus bagaimana. Tidak mungkin mengembalikan Bastian kepada Martin dan Anita. Bisa-bisa anak ini malah akan meninggal di tangan kedua orang itu.  “Koh, biar dia tinggal di sini aja,” pinta Meylan yang mulai merasa jatuh hati pada Bastian. “Tapi resikonya banyak Mey,” sahut Jimmy ragu. “Kita bisa minta tolong sama Koh Aliong untuk urusin semua kan,” ujar Meylan. “Tapi kamu tau resikonya kan kalo sampe pihak imigrasi tau.” “Kita bisa minta bantuan dari Delapan Naga. Toh selama ini hubungan kita dengan mereka juga baik kan. Mereka pasti mau bantu kita buat urus masalah ini, apalagi kalau mereka tau keadaan yang sebenarnya,” ujar Meylan ngotot. “Kenapa kamu bersikeras seperti ini Mey?” tanya Jimmy.  “Entah Koh, hati Mey ngerasa sayang banget sama anak ini. Mey pengen dia jadi bagian keluarga kita. Kokoh kan tau kalo Mey nggak bisa ngasih anak, jadi biarkan dia mengisi kekosongan hati dengan menjadi bagian dari keluarga kita,’ ujar Meylan.      Jimmy terdiam mendengar penuturan istrinya. Memang benar setelah sekian tahun menikah, mereka belum memiliki anak, dan kata dokter pun ada masalah dengan kesuburan istrinya. Namun, mereka tidak mempermasalahkan hal tersebut.  “Coba nanti Kokoh bicara dulu sama Aliong ya. Untuk sementara waktu biarkan anak ini tinggal sama kita. Tapi jangan biarin orang lain tahu keberadaan dia sampai kita sudah pasti untuk bertindak.” “Siap Koh,” ujar Meylan sambil tersenyum manis. Kemudian Meylan merengkuh Bastian dan mengusap lembut anak itu. hatinya sungguh merasa sangat sakit melihat keadaan anak itu.  “Mulai sekarang, kamu tinggal sama kami ya,” ujar Meylan lembut. “Tenang aja, kami nggak akan biarin kamu kembali ke tempat yang dulu. Di sini kamu aman,” ujar Meylan ketika melihat sorot ketakutan di mata Bastian. “Iya,” sahut Bastian lirih.             “Nama kamu siapa? Kamu umur berapa?” Meylan memberondong Bastian dengan pertanyaan. “Nama saya Bastian, biasa dipanggil Tian. Umur hampir sebelas tahun,” sahut Bastian.     “Sekarang kamu tunggu di sini sebentar ya, saya mau merapikan kamar untuk kamu beristirahat,” ujar Meylan sambil beranjak menuju kamar kecil yang tidak pernah terpakai.    Selesai merapikan kamar, Meylan mengajak Bastian ke sana. “Maaf, kamarnya tidak besar tapi cukup nyaman untuk kamu tempati.” “Makasih,” ujar Bastian sambil tersenyum manis. Setelah itu Meylan memberikan baju yang sudah tidak terpakai untuk Bastian. Meylan keluar dari kamar setelah memastikan anak itu berbaring dengan nyaman. “Koh, kita juga istirahat. Sekarang udah lewat tengah malam,” ujar Meylan sambil menepuk bahu suaminya.        Jimmy mengikuti istrinya masuk ke dalam kamar.  “Kokoh kenapa ngelamun?’ tanya Meylan. “Belum bisa tidur Mey,” sahut Jimmy.      “Mikirin Bastian?’ tanya Meylan lembut. “Hm,” sahut Jimmy “Kokoh ragu?”  “Bukan ragu Mey, tapi perjalanan kita pasti nggak mudah buat bebasin anak itu dan untuk membuat dia jadi bagian dari keluarga kita.” “Koh, Mey yakin selama hati kita tulus, pasti akan selalu ada jalan, walaupun nggak mudah buat dilewati. Dan Mey juga yakin baik Aliong maupun anggota Delapan Naga yang lain nggak akan tinggal diam kalau tau ada orang yang sengaja menyiksa anak.”     “Semoga Mey,” sahut Jimmy sambil mengembuskan napas.                                  

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Breaking the Headline

read
23.3K
bc

Aku Pewaris Keluarga Hartawan

read
146.2K
bc

Di Balik Topeng Pria Miskin

read
861.1K
bc

Aku Pewaris Harta Melimpah

read
153.6K
bc

Menantu Dewa Naga

read
177.4K
bc

Si Kembar Mencari Ayah

read
29.6K
bc

KEMBALINYA RATU MAFIA

read
11.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook