Dijodohkan?

1115 Words
"Arumi, kamu mau kemana?" Tanya seorang lelaki dari ujung tangga saat seorang gadis menuruni tangga dengan santainya. Gadis itu memakai celana jeans dan kaos pendek putih yang ditutupi jaket. Gadis bernama Arumi itu pun langsung melihat ke arah suara tanpa menghentikan langkahnya. "Keluar pa," jawab Arumi enteng pada Aditya. Aditya menggelengkan kepalanya menanggapi jawaban anak sulungnya yang memang bergaya tomboy itu. "Kenapa keluar?" "Kan sudah ayah katakan, akan ada tamu yang kemari sebentar lagi. Teman ayah dan anaknya." "Ayah sudah beberapa kali mengingatkan," ujar Aditya masih dengan nada lembut. "Memang harus ada aku juga ya pa?" Tanya Arumi cuek. Arumi memang tak suka ada acara bertemu orang yang tidak ia kenal. Ia lebih senang bertemu temannya. Ditambah Arumi merasa akhir-akhir ini ayahnya berusaha mendekatkan dirinya dengan lelaki agar ia segera menikah. "Tuh Bella ada di kamar. Aku mau sudah ada janji dengan teman-temanku," ucap Arumi sambil meraih tangan kanan ayahnya dan mencium tangan ayahnya, setelahnya ia berlalu begitu saja. "Ah anak itu! Susah sekali diatur setelah kepergian ibunya," ucap Aditya sambil melihat punggung Arumi yang semakin menjauhinya. *** Sore harinya, Aditya yang duduk di sofa ruang tamu menunggu kepulangan putri sulungnya sambil membaca koran ditemani teh hijau. Saat pintu terbuka Aditya langsung melihat ke arah pintu dan saat ia melihat Arumi yang masuk dengan cepat ia menutup koran dan meletakkannya di meja. Di sisi lain Arumi melihat ke arah Aditya. 'Sepertinya ayah menunggu kepulanganku,' batin Arumi. "Duduk," pinta Aditya sambil melihat Arumi. Arumi yang saat itu masih berdiri di dekat pintu pun mendekati sofa dan duduk di sofa single yang ada di sana. "Kamu akan menikah bulan depan," ucap Aditya dengan nada suara serius. Arumi langsung melebarkan matanya. "Maksud ayah apa?" Tanya Arumi sambil berdiri seakan tak terima. "Duduk Arumi Kiara Dewi," ucap Aditya pelan menyebut nama lengkap putri sulungnya tak ingin dibantah. Arumi mendengus tapi ia langsung duduk. "Kenapa ayah tiba-tiba menyuruhku menikah? Bulan depan lagi? Sama siapa? Ayah jangan ngaco deh. Aku belum mau menikah yah," cerocos Arumi. Sementara Aditya menyandarkan punggungnya di sofa. "Usia kamu sudah dua puluh delapan tahun Arumi. Semua temanmu sudah menikah, bahkan sudah ada yang punya anak," ujar Aditya mulai membandingkan Arumi dan teman-temannya seperti yang ia lakukan akhir-akhir ini dan itu sungguh membuat Arumi kesal. "Please deh ayah, sekarang itu zaman modern. Stop membandingkan. Aku belum siap menikah," ujar Arumi dengan nada sedikit tinggi dan itu membuat Aditya menahan nafasnya. "Lalu kapan kamu akan mau menikah?" "Kamu lihat adikmu Bella? Dia sudah punya teman dekat laki-laki." "Kalau perlu ayah jujur, ayah tidak mau kamu dilangkahi adikmu," ujar Aditya. Arumi menundukan kepalanya. "Jadi itu alasannya," ucap Arumi sambil mengangkat wajahnya dan tersenyum pada ayahnya. Aditya pun mengangguk. "Tadi sebenarnya teman ayah datang bersama anaknya untuk bertemu denganmu. Ayah ingin menikahkan kamu dengan anak teman ayah itu nak," ujar Aditya menjelaskan. "Em…" Arum sedikit berpikir. "Nah! Aku punya ide!" Seru Arumi dengan semangat. "Ide apa?" Tanya Aditya mengerutkan keningnya. "Bagaimana kalau yang menikah dengan anak teman ayah Bella saja!" Seru Arumi dengan mata berbinar. "Ide macam apaan itu," ujar Aditya tak terima dengan ide putri sulungnya itu. "Pa, aku belum siap nikah. Aku belum punya ilmunya loh pa, aku tidak tahu kalau sudah menikah bagaimana. Bagaimana kalau pernikahanku tidak baik-baik saja?" Tanya Arumi dengan nada suara makin rendah. "Apalagi aku belum tahu calon suamiku?" Ucap Arumi sambil menatap sendu ayahnya. Berharap Aditya berubah pikiran. 'Sepertinya bicara dengan anak ini tak akan ada habisnya jika membahas pernikahan,' batin Aditya. "Ya sudah, ke kamarlah," ujar Aditya sambil mengambil korannya hendak membacanya kembali. Senyum di wajah Arumi kembali terbit dan ia langsung berdiri. "Terima kasih ayah," ucap Arumi sambil mendekati Aditya dan memeluk ayahnya dengan sayang seperti biasa. "Ih, udah mandi sana!" Seru Aditya. Arumi memanyunkan bibirnya dan pergi dari ruang tamu itu dengan langkah senang. Aditya menatap punggung Arumi lalu membaca kembali koran di tangannya. Arumi berdiri di depan pintu kamar Bella yang terletak di lantai dua, di sebelah kamarnya. "Bella," panggil Arumi sambil mengetuk pintu. Tak lama kemudian pintu kamar itu pun terbuka dan memperlihatkan seorang gadis berusia dua puluh tiga tahun dengan rambut lurus dan cantik. "Eh kakak," ucap Bella. "Masuk kak," ujar Bella mempersilahkan Arumi masuk Arumi pun masuk dan ia langsung duduk di tempat tidur Bella, adiknya. "Kakak dari mana saja sih?" Tanya Bella sambil duduk di kursi meja rias sambil menghadap ke arah Arumi. Wajah Bella lebih cantik dibandingkan dengan Arumi karena wajahnya sering menjalani perawatan di klinik kecantikan. Wajahnya lebih glowing. "Biasa, kalau weekend kakak suka ada janji bertemu teman," jawab Arumi sambil memperhatikan kamar Bella yang selalu ada perubahan setiap bulannya. "Ah kakak ini." "Seharusnya kakak tunda dulu. Tadi kan ada calon suami kakak kemari," ujar Bella sambil memanyunkan bibirnya. Arumi langsung melihat ke arah Bella. "Oh iya. Masalah itu," ucap Arumi. "Bagaimana kalau yang menikah dengan anak teman ayah itu kamu saja," ucap Arumi sambil tersenyum. "No no no!" Seru Bella sambil menggelengkan kepalanya. "Kenapa? Kenapa?" Tanya Arumi penasaran. "Apa anak ayah sudah tua? Berumur?" Tanya Arumi. "Kalau tua sih engga." "Hanya saja," Bella memutus kalimatnya. "Dia itu apa?" Tanya Arumi dengan penasaran. "Dia duda dan duda bukan seleraku," ujar Bella nyengir. Arumi mengerutkan keningnya. "Lagian juga aku udah punya Julian," tambah Bella sambil tersenyum. "Udah deh kak, terima saja perjodohannya," ucap Bella sambil menganggukan kepalanya berusaha membujuk kakaknya. "Tidak Bella, kakak tidak mau menikah dengan orang yang kakak tidak kenal," ucap Arumi sambil berdiri. Arumi yang semula ingin membujuk adiknya merasa akan sia-sia. Jadi ia memutuskan untuk kembali ke kamarnya. "Eh eh eh," Bella ikut berdiri saat Arumi hendak melangkah. "Ada apa lagi Bel?" Tanya Arumi sambil melihat ke arah Bella. "Aku rasa kakak kenal kok dengan calon suami kakak," ucap Bella dengan tatapan serius. Arumi mengerutkan keningnya. "Kakak kenal?" Tanya Arumi. Bella mengangguk. "Siapa?" Tanya Arumi. "Aku tidak tahu namanya. Tapi aku rasa kakak mengenalnya," jawab Bella sambil nyengir. "Ah kamu ini," ujar Arumi sambil berjalan ke arah pintu. Dengan segera Bella mengikuti kakaknya di belakang. "Kalau kakak ingin tahu, jika dia kemari kakak harus menemuinya," Bella menyarankan. Sementara Arumi yang sudah sampai diambang pintu terus berjalan dan tak menghiraukan kata-kata yang diucapkan Bella. "Walau dia duda. Dia tampan kak!" Teriak Bella di ambang pintu sambil melihat ke arah Arumi yang sudah berdiri di depan pintu kamarnya dan langsung masuk begitu saja. Bella menggelengkan kepalanya dan menutup pintu kamarnya. Di sisi lain Arumi yang sudah masuk kamarnya yang bercat nuansa abu-abu berjalan ke arah kamar mandi sambil membuka jaketnya dan melemparnya ke sembarang arah. "Duda?" "Aku mengenalnya?" "Siapa?" Tanya Arumi mengerutkan keningnya sambil terus berjalan. "Ah kenapa aku jadi penasaran," pikir Arumi sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Ish! Lebih baik aku mandi dulu," ucap Arumi sambil membuka pintu kamar mandi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD