Bicara Empat Mata

1163 Words
'Siapa yang berani masuk ke kamarku tanpa mengetuk pintu,' pikir Brilliant. Dan saat pintu terbuka Brilliant terlonjak kaget. "Ian!" Suara Delian membuat Brilliant mendudukan tubuhnya dan turun dari ranjang. "Kenapa kamu di sini? Mana Arumi?" Tanya Delian sambil berjalan mendekati Brilliant yang kini berdiri di samping ranjang lalu melihat ke sekeliling kamar anak sulungnya itu. "Ada di hotel," jawab Brilliant datar. "Di hotel?" Tanya Delian. Brilliant tanpa ragu mengangguk. "Ian kan sudah bilang tidak mau menikah lagi. Kenapa ibu memaksa Ian sih?" Tanya Brilliant. Delian menggelengkan kepalanya dan ia berjalan ke arah ranjang, mengajak Brilliant untuk duduk. Delian tahu jika orang yang sedang marah tidak baik jika bicara sambil berdiri. Brilliant pun akhirnya duduk di samping Delian. "Nak, walaupun kamu sudah dewasa kamu tetap anak ibu," ucap Delian sambil mengusap punggung Brilliant. Billiant hanya diam. "Ibu meminta kamu menikah dengan Arumi bukan tanpa alasan." "Ibu mau kamu tetap melanjutkan hidup dan berusaha menerima wanita lain di hidup kamu. Jujur ibu takut kamu melakukan hal yang tidak halal," ujar Delian. "Ibu mohon sama kamu ya nak, terima Arumi menjadi istri kamu," pinta Delian pelan di dekat telinga Brilliant. Brilliant paling tidak bisa menentang keinginan ibunya, terlebih lagi jika ibunya sudah memohon. "Iya bu, asal ibu jangan meminta aku untuk menyimpan semua foto Celine," pinta Brilliant dengan suara rendah. 'Ah seharusnya Ian tak lagi memasang foto Almarhumah, tapi mungkin aku harus mengalah untuk hal yang satu ini,' pikir Delian. Brilliant melihat ke arah Delian. "Bagaimana bu?" Tanya Brilliant. Delian pun melihat ke arah Brilliant dan menganggukan kepala seraya tersenyum. "Sekarang ibu punya permintaan lagi untukmu dan ini tidak sulit," ucap Delian kemudian. "Apa itu bu?" Tanya Brilliant. *** Sementara itu setelah makan malam di private room restoran hotel Arumi memutuskan untuk kembali ke kamarnya. "Akhirnya perutku sudah kenyang,"ucap Arumi pelan setelah keluar dari lift. "Rasanya enak juga makan di restoran hotel ini," ucap Arumi sambil tersenyum. Arumi berjalan dengan langkah santai ke arah kamarnya. Tak lama kemudian Arumi sudah berdiri di depan pintu kamarnya, setelah pintu kamar kelas nomor satu itu terbuka, Arumi merenggangkan kakinya masuk kamar dan saat memasuki kamarnya. Arumi cukup terkejut karena melihat lelaki berdiri di dekat jendela kamar. "Siapa kamu?" Tanya Arumi sambil menutup pintu dan masih diam di sana. "Ini aku, suamimu," jawab Brilliant sambil melihat ke arah Arumi. "Eh untuk apa kamu kembali?" tanya Arumi sambil berjalan ke arah ranjang. "Kemasi barangmu." "Sekarang kita pulang ke rumah," ujar Brilliant masih berdiri di dekat jendela. "Hah? ke rumah? Ke rumah siapa?" Tanya Arumi bingung. "Ke rumahku!" Jawab Brilliant. "Sekarang kan kamu sudah menjadi istriku, jadi kamu tinggal di rumahku," ujar Brilliant. Mendengar pengakuan itu Arumi tertawa. "Kenapa kamu tertawa gadis bar-bar?" Tanya Brilliant dengan tatapan mata tajam. "Ouw," jawab Arumi menutup mulutnya sambil menghentikan tawanya. "Ups, aku hanya kaget saja diakui sebagai istrimu. Ah rasanya ini benar-benar lucu," ucap Arumi memutar bola matanya. "Cepatlah aku tidak ingin membuang waktuku," ucap Brilliant sambil melipat tangannya. Arumi memanyunkan bibirnya dan langsung mengambil koper miliknya yang ada di samping lemari. "Oh ya. Katanya adikku mengantarkan kado untukku. Mana kadonya?" tanya Brilliant sambil menengadahkan tangannya. "Kado yang mana ya?" Tanya Arumi berusaha menutupi kalau ia telah menerima kado dari Denis. "Jangan berlagak tak menerima. Ayo kemarikan, itu kado untukku!" Seru Brilliant. "Iya iya," jawab Arumi sambil berjalan ke arah lemari dan tak lama kemudian ia memberikan paper bag biru pada Brilliant. "Apa isinya?" tanya Brilliant penasaran sambil mengambil paperbag dari tangan Arumi. "Eh! Jangan dulu dibuka di sini," ujar Arumi. "Kenapa?" Tanya Brilliant. "Em…," Arumi memutus kalimat yang diucapkan. Brilliant menyunggingkan senyumnya. "Jangan harap aku akan menuruti apa yang kamu katakan," ucap Brilliant sambil mengambil sesuatu dari dalam paper bag. Menyadari hal itu Arumi berjalan ke arah pintu sambil menyeret koper miliknya. Di sisi lain mata Brilliant menyunggingkan senyumnya saat melihat lingerie di tangannya. "Hey gadis bar-bar!" Ujar Brilliant sambil menyusul Arumi. Brilliant berjalan mendahului Arumi yang berjalan ke arah lift. Arumi hanya bisa memanyunkan bibirnya. "Menyebalkan," ucap Arumi. Kini Arumi hendak masuk ke pintu belakang mobil milik Brilliant. "Eh eh! Duduk di depan," ujar Brilliant. "Memangnya saya ini supirmu apa!" Seru Brilliant. Arumi mengerutkan keningnya. "Simpan kopernya di bagasi," Brilliant memberikan perintah sambil berjalan ke arah pintu mobil. Arumi memutar bola matanya. "Ayo cepatlah. Jangan kaya siput, lambat!" Ujar Brilliant. "Berisik," ucap Arumi pelan sambil berlalu ke belakang mobil. *** Kini Arumi duduk di mobil, di samping Brilliant yang serius menyetir. Arumi memilih melihat ke jalanan malam itu. Malam yang cukup ramai karena saat itu adalah akhir pekan. Tak ada obrolan di dalam mobil, sepasang suami istri yang baru menikah tadi siang itu tampak sama-sama dingin. Tak ada satupun dari mereka yang berinisiatif untuk mengajak mengobrol. Mereka sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. 'Semoga saja dia tidak memalukan saat masuk ke rumah,' batin Brilliant. 'Sekarang aku akan masuk sebagai anggota keluarga El Zein, semoga saja aku tak menghadapi masalah di rumah besar itu," harap Arumi dalam hati. Setelah menempuh perjalanan yang cukup lama karena terjebak kemacetan, akhirnya Arumi pun tiba di rumah Brilliant. Arumi sudah tak asing dengan rumah itu karena beberapa kali ia pernah kesana untuk menemui Delian sebelum acara pernikahan hari itu. Sesaat setelah Arumi keluar, seorang pelayan membawa koper milik Arumi dari bagasi, sementara Arumi berjalan mengekori Brilliant yang mulai masuk ke rumah. "Ih, tunggu aku dong!" Seru Arumi. Tanpa sengaja Arumi menabrak punggung Brilliant karena Brilliant menghentikan langkahnya tiba-tiba. "Auw!" Pekik Arumi. Saat wajah Arumi menempel di punggung Brilliant, beberapa detik kemudian Arumi tak bisa memungkiri kalau aroma tubuh suaminya itu sangatlah wangi. Parfum yang Brilliant pakai sangat membuat dia terhipnotis. Arumi memejamkan matanya dan ia tersenyum menikmati wangi parfum itu. "Hey!" Seru Brilliant. Arumi langsung membuka matanya saat melihat Arumi tersenyum tidak jelas. "Apa?" Tanya Arumi dengan galak. Melihat Arumi yang menantangnya Brilliant mendekati tubuh Arumi dan berbisik, "ini rumahku. Jangan bersikap seperti barusan. Bersikaplah manis walau hanya topeng. Aku tidak mau punya masalah karena ulahmu." Arumi memutar bola matanya. "Kamu mengerti?" Tanya Brilliant. Arumi menganggukan kepalanya. "Kalau kamu membuatku malu, kamu akan terima akibatnya!" Seru Brilliant lagi. Arumi menundukan kepalanya. "Bersikaplah baik padaku jika kamu ingin baik-baik saja," ucap Brilliant bernada ancaman. Arumi menganggukan kepalanya. Di sisi lain seorang pelayan perempuan melihat Briliant dan Arumi dari sudut pandang yang berbeda dan ia mengira Brilliant sedang mencium Arumi. "Eh maaf tuan muda, saya tak melihat apapun!" Serunya sambil membungkukan badannya dan berjalan cepat. Brilliant langsung menegakan kembali tubuhnya dan Arumi bergidik ngeri. "Apa yang pembantu itu pikirkan?" Ucap Arumi. Brilliant tak menanggapi ucapan Arumi ia terus berjalan dan Arumi langsung mengikuti Brilliant lagi. Tak lama kemudian Brilliant masuk ke ruangan keluarga dan duduk di sofa. "Duduklah, ibu akan menemui kita di sini," ucap Brilliant. Arumi memilih duduk di sofa tunggal tanpa mengatakan apapun. Tidak berselang lama Delian masuk ke ruangan itu. Dan Delian meminta Brilliant meninggalkannya dan Arumi di ruangan itu. "Ian, ibu hanya ingin bicara empat mata saja dengan Arumi," ujar Delian. Brilliant pun berdiri lalu meninggalkan ruangan itu. Sepeninggal Brilliant, Delian mengatakan hal yang membuat Arumi terpaku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD