Ngapain, Bos?

1296 Words
Raila hanya mengumpat pelan melihat Dani yang pergi begitu saja. Benar-benar menyebalkan! Mungkin ini kebodohannya, dulu ia hanya memasukkan perjanjian tentang tidak boleh melarang kedua belah pihak untuk menjalin hubungan dengan yang lain. Sementara tentang sentuhan seperti ini ia malah lupa. Alhasil, Dani sering menyentuh semaunya dengan dalih bagian pekerjaannya sebagai tunangan bayaran. Menyebalkan bukan? Ya, meski tak pernah melampaui batas. Tapi tetap saja ini membuatnya kepayahan untuk menjaga hati gara tak jatuh dalam pesona pria itu. Raila membereskan mejanya. Ia bersiap pulang. Hari ini sungguh menguras energi. Jadwal Dani begitu padat. Tak heran, anak perusahaan dr Bintang yang berada di bawah kendali Dani ini melesat dengan cepat. "Pulang, La?" tanya Rima, saat Raila lewat ke meja gadis itu. Rima temannya saat masih dalam posisi karyawan di perusahaan ini. "Iya, lo lihat si Bos gak?" tanya Raila. "Enggak, ciee.... kangen ya?" "Ck, apa sih lo? Gue mau pulang. Kali aja dia nyariin gue." Bukan rahasia lagi, jika Raila adalah tunangan Dani. Ya, setidaknya itu yang diketahui semua orang kecuali dirinya, Dani, Satria dan juga Salsa. "Eh, itu kayak Pak Dani, La? Mau masuk lift deh!" ucap Rima sambil menunjuk arah lift. "Baguslah, kalo dia udah pulang. Gue duluan ya, Rim?" Raila pamit meninggalkan Rima yang mengangguk. Gadis itu juga nampak bersiap pulang. Raila turun lewat tangga darurat. Ia masih kesal dengan Dani. Masih malas jika harus berpapasan dengan pria itu. Dengan santai, Raila berjalan menjauhi gerbang kantor. Namun tiba-tiba tangannya ditarik seseorang. "Mau ke mana kamu?" Dani membawa Raila ke dalam mobilnya. Raila mendengus kesal lalu duduk di samping Dani. "Pulang lah, Bos!" jawab Raila dengan ketus. "Kamu punya atasan kan?" tanya Dani sambil memasangkan sabuk pengaman. Ia melirik Raila, "perlu saya pasangkan?" "Ck, tidak perlu! Jangan mencari kesempatan dalam kesempitan!" "Haha, kamu masih marah ya? Cuma kiss doang juga." "Heh, Bos! Itu juga mengurangi kesucian saya! Enak aja! Saya harus lebih waspada. Satria saja yang notabene pacar saya sendiri be-" Ucapan Raila terhenti. Dani tiba-tiba mendekatkan wajahnya pada Raila. Bahkan aroma mint dari nafas Dani menguar penciuman Raila. "Apa si jelek itu pernah menciummu juga?" bisik Dani. Hembusan wajah Dani menerpa wajah Raila menyebar gelenyar aneh dalam dirinya. "A-apa? Ti-tidak, Bos mau nga-ngapain?" Sial, tindakan Dani membuat Raila tak berkutik. Raila menutup matanya. Ia tak sanggup lebih lama bertatapan dengan mata hitam milik Dani. "Gadis pintar!" Dani mengacak rambut Raila lalu tertawa girang dan menjauhkan wajahnya lagi. "Bos, Anda kenapa?" tanya Raila heran. "Tidak, hanya memastikan saja, kamu bukan gadis bodoh yang rela disentuh oleh pria payah yang belum tentu jadi suaminya," jawab Dani lalu menyalakan mesin mobil dan mulai meninggalkan gedung perusahaannya. "Apa?! Ck, berarti Anda pria payah itu!" ucap Raila dengan kesal. "Saya? Enak saja! Saya bukan pria payah!" Mata Dani masih fokus ke depan. "Buktinya Bos pernah beberapa kali menyentuh saya. Padahal kita belum tentu..." Ciitttt....! Dani tiba-tiba menginjak rem. Beruntung mereka mulai memasuki area apartemen, jadi tidak banyak mobil yang mengantri di belakang. "Heh!" Dani menjitak pelan kening Raila, "Saya berbeda! Ingat, saya tunangan kamu!" "Bos! Anda mau kita mati?" tanya Raila sambil memegang dadanya. Hampir saja kepalanya terantuk ke depan. "Saya cuma mengingatkan status kita. Wajar dong, kalau saya mencium tungangan saya sendiri!" Dani menepikan mobilnya. Mereka sampai di apartemen. "Cuma status!" jawab Raila lalu keluar dari mobil lebih dulu. Dani mengikutinya di belakang. "Saya bisa nikahin kamu," jawab Dani sambil merangkul bahu Raila dan tersenyum jahil. "Kalau saya gak mau?" "Kamu bayar saja semua uang yang sudah saya kasih. Gimana?" "Apa? Keterlaluan!" "Ah, atau kita periksa dulu ke dokter. Lihat, apa ginjalmu masih bagus?" Tatapan Dani mengarah pada perut Raila. "Buat apa?" tanya Raila sambil memegang perutnya dan meningkatkan kewaspadaan penuh. "Hanya jaga-jaga. Barangkali kamu mangkir dari kontrak kita, ginjalmu jaminannya!" jawab Dani dengan santai. "Ck, tenang saja! Saya punya tanggungjawab kok, perjanjian kita cuma 3 tahun kan? Ini sudah 1 tahun berarti tinggal 2 tahun lagi." "Kamu sangat yakin, dokter jelek itu mau menunggumu selama 2 tahun, paling juga pacaran lagi sama perawat di rumah sakitnya. Eh saya denger-denger ya, perawat di rumah sakit sana cantik-cantik dan seksi-seksi, lho!" "Tentu saja dia mau menungguiaaku yakin dia pria setia!" jawab Raila. Saat mereka membuka apartemen, kening Dani berkerut, karena pintu tidak dikunci. "La, Mala udah kembali kerja?" tanya Dani. "Belum, dia bilang nanti besok baru kembali kerja. Ibunya masih sakit." "Aneh, kok gak dikunci sih?" tanya Dani seakan berbicara pada dirinya sendiri. Mereka berdua masuk. Raila makin terkejut saat melihat meja makan di dapur sudah terisi penuh dengan masakan yang sangat lezat. "Wah, tahu aja gue lagi lapar!" serunya lalu duduk dan mengambil piring. Ia menyimpan tas kerjanya di bawah meja. Makan nomor satu. Apalagi kalau hidangan sudah di depan mata. Raila mengambil ayam goreng, oseng kangkung, udang goreng tepung, sambal dan lalapan. Ah, jangan lupakan tempe goreng tepungnya juga, ini nampak sangat menggiurkan. Dani datang menyusulnya ke dapur. Pria itu sudah berganti pakaian. "Mari makan!" serunya dengan girang. "Eh, jangan dulu! Ini bukan buat kamu!" suara Salsa menghentikan tangan Raila yang hendak memasukkan suapan pertamanya. "Ini buatan kamu, Sa?" tanya Dani. Bibirnya berkedut menahan tawa saat melihat Raila yang manyun dan mendelik sebal. Salsa mengangguk dengan semangat, "iya, aku masak tadi seharian di sini, hehe. Hitung-hitung latihan jadi istri yang baik buat kamu nanti." "La, makan lagi sana! Lapar jangan ditahan!" ucap Dani. "Boleh ya, Sa? Tuh si Bos udah ngasih ijin kan?" tanya Raila. Mati-matian ia menahan kesal pada gadis manja yang bergelayutan di lengan Dani. "Berhubung calon suamiku membolehkan, ya udah, boleh!" jawab Salsa dengan tersenyum manis yang menurut Raila malah nampak menyebalkan. Hah, bodo amat, Raila kalau sudah lapar tidak akan mempedulikan apa pun. Lapar ya makan, terserah mau suka atau tidak. Itu prinsip Raila. Dengan suka cita ia segera melahap semua isi piring yang ia ambil. "Dan, aku suapin mau?" tanya Salsa dengan manja. "Gak usah, aku makan sendiri aja!" jawab Dani sambil tersenyum lembut. Ekor matanya melirik Raila yang menekuk wajahnya. "Suapin aja! Biasanya juga manja! Apalagi kalau sakit, makan bubur aja harus disuapin!" ucap Raila sambil bangkit dan mengambil air minum. Mendengar jawaban Raila, Salsa kaget. "Kamu pernah disuapin saat sakit?! Sama siapa?!" Dani menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Cuma beberapa kali, kok!" jawab Dani. "Iya, tapi sama siapa, Sayang?" rajuk Salsa dengan nada manja. "Sama aku!" jawab Raila lalu melangkah ke kamarnya. Bibirnya melengkungkan senyuman puas. Terdengar Salsa merajuk lagi dan Dani sibuk membujuk pacarnya itu. Raila mandi dan berganti pakaian. Setelah segar, ia keluar kamar untuk mengambil cemilan buah sebelum tidur. Mau tidur harus kenyang maksimal. Pemandangan menyebalkan langsung menyambutnya. Yah, Dani sibuk dengan laptopnya sementara Salsa duduk di pangkuan pria itu. Raila risih melihatnya. Ya, hanya risih dan sedikit membuatnya ingin menjambak gadis manja itu dari pangkuan Dani. "Ah, Raila? Aku mau ngomong sesuatu sama kamu!" ucap Salsa lalu turun dari pangkuan Dani dan menghampiri Raila. "Apa?" tanya Raila sambil membuka lemari es. "Hari minggu besok, kita kencan bareng yuk?" ucap Salsa. Ia mengekor di belakang Raila. Mengikuti kemana pun Raila pergi. Raila duduk di kursi dan mengupas buah apel, "kencan bareng?" "Iya, Dani juga udah setuju kok, tadi aku udah bilang sama dia." "Masa sih?" Raila mengerutkan keningnya. Agak aneh juga jika Dani setuju. Panjang umur, Dani datang ke dapur dan mengambil air dingin di lemari es. "Bos, beneran udah setuju buat kencan bareng?" "Iya, boleh," jawabnya dengan nada santai. "Oke, kalau gitu aku pulang dulu. Makasih ya, Sayang!" ucap Salsa sambil mengecup pipi Dani tanpa permisi. Ish, gak bisa sensor dikit apa? Raila menggerutu pelan. Selepas Salsa pergi, Raila masih penasaran dengan sikap Dani. Biasanya pria itu akan sangat marah jika dirinya kencan dengan Satria. Lha ini? Kok mau kencan bareng? "Bos, ngapain sih?" tanya Raila saat melihat Dani ikut duduk di kursi bersamanya. "Saya mau tahu, kamu kuat tidak melihat saya sama Salsa seharian!" jawab Dani. "Apa? Kenapa harus tidak kuat? Saya juga punya pacar!" "Haha, paling juga kamu melotot dan ngomel gak jelas kayak tadi! Kalau cemburu ya jujur saja!" ejek Dani. "Enak saja! Saya tidak cemburu!" "Oke, kita lihat nanti hari minggu, siapa yang kuat!" "Oke, siapa takut! Ngapain saya cemburu! Saya sangat mencintai Satria!" ucap Raila penuh penekanan. Dani bangkit dan mendekat. Tangannya meraih tengkuk Raila. Namun, dengan cepat Raila menghalangi bibirnya dengan telapak tangan. "Ngapain, Bos?" Dani mengerjap, lalu menjauh dan meninggalkan Raila sambil berdecak kesal.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD