#4 : Hal-hal yang menyebalkan

976 Words
RUANGAN yang didominasi oleh warna putih dan biru muda ini tampak menjengahkan. Netra biruku selalu menangkap pemandangan dan suasana yang sama setiap kali sampai di sini. Meja kayu yang di atasnya dipenuhi tumpukan kertas, telpon dan beberapa alat tulis selalu menyambutku dengan tenang. Susunan buku di dalam rak-rak besar di belakang meja konsultasi juga terlihat lebih bersih hari ini, tidak ada debu. Atau mungkin masih ada, hanya saja aku terlalu malas untuk memeriksanya seperti biasa. Ingatanku tentang pria asing dan aneh yang baru saja kutemui benar-benar menganggu. Aku hanya tidak habis pikir dengan bagaimana caranya memulai percakapan. Menyukai gayaku, katanya. Apakah dia sudah gila? Kupikir dia tidak bisa lebih aneh lagi, tapi suaranya yang terdengar jelas saat menyebut nama Ethan membuatku bergidik seketika. Ethan Brown, pria itu sudah mati beberapa bulan yang lalu. Bagaimana mungkin seseorang tiba-tiba datang dan membangkitkan sensasi mual di perutku hanya dengan menyebut nama si brengsek itu. Benar-benar menyebalkan. "Kau terlihat serius, Ivana." Suara rendah milik seseorang yang kukenal muncul di sana. Datang bersama seorang psikiater paruh baya bernama Lili, Louis cukup menarik perhatian. Lili duduk di kursi, tepat di hadapanku. Sementara Louis membantu wanita berambut cokelat itu meletakkan barang-barangnya di atas meja. Tampaknya Lili membawa lebih banyak makanan dan obat-obatan hari ini. "Apakah ada sesuatu yang sedang kau pikirkan?" tambah Lili. Nada suaranya terdengar tenang. Wajahnya tidak mencetak ekspresi yang berlebih saat pandangan kami bertemu. Namun aku tahu, wanita bertubuh kurus yang membalut pakaiannya dengan jas putih khas kedokteran itu sedang benar-benar penasaran. Dan tiba-tiba, Louis menyela. "Ivana bertemu dengan seseorang hari ini." Membuatku menoleh dengan sangat cepat. Aku langsung menyipitkan mataku tak suka kepada pria muda yang berdiri di sisi Lili. Oh sungguh, aku berniat menyembunyikan hal tersebut agar bisa keluar dari tempat ini. Bagaimana bisa Louis membeberkannya begitu saja? Wanita berambut pendek itu terlihat mengangguk-anggukan kepalanya pelan. "Apakah ada sesuatu yang dia katakan dan membuatmu terusik, Ivana?" Kini aku terjebak dalam situasi kami-sudah-mengetahuinya-dan-kau-harus-menjelaskan-detailnya sekarang. Aku mengembuskan napas pelan sebelum kemudian melipat kedua tanganku di dada. Wajahku mungkin terlihat tak setegang sebelumnya setelah aku menghirup lebih banyak oksigen, karena Lili dan Louis juga tampak lebih lega daripada sebelumnya. Namun raut penuh keingintahuan itu jelas belum terlepas dari wajah-wajah mereka. "Dia menyebut nama Ethan," kataku berusaha terus terang. "Kematian Ethan." Ada jeda di sana. Mereka berdua terlihat ikut terkejut, meski tidak benar-benar mengekspresikannya. Namun pada detik selanjutnya, Lili pun menoleh dan menatap satu-satunya pria muda di ruangan ini. "Apakah kau tahu siapa seseorang yang ditemui Nona Ivana, Mr. Kings?" Louis bergumam sesaat, sebelum mengedikkan kedua bahunya. Ia jelas tidak ingin dijadikan kambing hitam atas situasi yang mempengaruhi perasaanku sekarang. "Dia dari kepolisian." "Polisi?" tanyaku. "Detektif, lebih tepatnya," pungkas Louis. Lili terlihat mengangkat kedua alisnya dalam beberapa detik, terkejut. Sebelum kemudian menyilang kedua tangannya di dada dan balik menatapku. "Apa kau baik-baik saja sekarang?" Aku tidak yakin. Ada sesuatu yang tiba-tiba muncul dalam tubuhku saat detektif muda itu menyebut nama Ethan. Sensasi aneh menjalar perlahan dan tentu saja itu mengganggu. "Dia berkata, dia perlu menanyaiku beberapa hal sebelum sidang kembali dibuka," gumamku. Lantas kutatap psikiater dan perawat di depanku bergantian. "Mereka menuntutku lagi, bukan?" "Ivana ...," "Aku akan diadili meski sudah berada di sini beberapa bulan. Bukankah begitu, Lili?" Aku jelas memotong pembicaraannya dan dia mulai terlihat khawatir. "Apakah aku akan dihukum karena ada di sana malam itu?" Aku mendapati mataku terasa panas. Air mata mendadak jatuh meski aku tidak memintanya. Dan Louis mendekat. Sebenarnya aku tahu dengan apa yang akan terjadi setelah ini, tapi tubuhku terus mendesak memaksa. "Aku sungguh tidak membunuhnya," cicitku dalam tangis yang entah dimulai sejak kapan. "Louis, siapkan obatnya." Kulihat pria bertubuh tinggi itu berjalan cepat mengambil suntikan dan obat. Membuat saraf-saraf di dalam tubuhku menegang seketika. Aku biasanya tidak setakut ini. Tapi kedua tanganku sudah terlanjur menggebrak meja dan kutatap Lili dalam-dalam. "Selamatkan aku, Lili. Aku sungguh tidak bersalah," pintaku dengan putus asa. Aku benar-benar tidak membunuh Ethan. Ada orang lain malam itu. Tidak bisakah salah satu dari manusia-manusia yang kutemui mempercayai ucapanku? Aku sungguh tidak gila. Tamparan dan pukulan yang diberikan oleh Ethan selama beberapa tahun bahkan masih membekas di sini, di dalam hati ini. "Aku tidak membunuh siapapun!" Suaraku tiba-tiba meninggi. Aku kehilangan batasan dan berdiri dari kursi yang biasa kududuki setiap akhir pekan. Wajahku melihat Louis berlari ke arahku, sementara Lili tetap duduk dengan tenang di sana. Aku menangkap kerutan-kerutan halus di wajahnya tak berubah sama sekali. Ia terlihat sangat tenang dan tidak goyah sama sekali. "Ivana, kendalikan dirimu," katanya. Namun bagian dari tubuhku yang mana yang dapat kukendalikan? Tiba-tiba saja kepalaku berputar hebat. Lili yang masih duduk di kursi tampak berbayang, ada banyak sekali Lili di hadapanku. Kemudian sensasi nyeri menyelimuti kepalaku. Suara dengung yang nyaring dan panjang menganggu indera pendengaranku saat itu juga. Membuatku refleks menutup telinga, meski berakhir sia-sia. "Ah, sial! Suara apa ini?!" Terlalu nyaring dan panjang sampai-sampai aku menutup mataku di sana. Aku berusaha kuat menghindari suara yang berisik itu dengan memundurkan langkah, beberapa kali. Namun yang kusadari, suara itu tidak menghilang dan barang-barang yang ada di belakangku jatuh ke lantai. "Louis, lakukan sekarang." Kiranya hanya itulah kata-kata yang kudengar dari wanita tua itu sebelum ujung jarum suntik yang tajam menembus kulitku yang rapuh dan semuanya menjadi gelap. Suara itu sudah menghilang. Telingaku tak lagi berdengung. Namun mengapa, setelah berusaha keras selama beberapa bulan, tubuhku kembali merasakan sensasi yang tidak menyenangkan ini? Apakah ini dimulai dari hal-hal yang sangat tidak kusukai dan menyebalkan? Seperti misalnya, pembicaraan soal kematian Ethan yang terus membuat kepalaku sakit. Atau apakah mungkin semua perasaan mengerikan ini muncul karena detektif aneh tadi? Aku bahkan tidak mengingat namanya, tapi kenapa tubuhku menjadi seperti ini? Ah, sungguh menyebalkan. Aku sungguh akan memasukkan nama pria aneh yang menemuiku tadi ke dalam daftar hal-hal menyebalkan yang akan kuhindari. Akan kutulis dengan sangat jelas menggunakan tinta dari pena baru pemberian Louis bahwa dia adalah makhluk asing yang sangat menyebalkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD