04: Meira dan Juna

888 Words
Sore ini Gauri menyempatkan diri untuk menikmati es kopi buatannya Ken, salah satu barista yang bekerja dari jam 2 siang sampai jam 9 malam, tepatnya saat Skyward akan ditutup. Rambut Gauri sudah dicepol asal. Sedangkan lengan panjang bajunya sudah ditarik hingga siku, dan kakinya hanya berbalut sandal jepit, bahkan bedak di wajahnya pun sudah tak bersisa lagi. Dan di saat seperti ini, ia malah bertemu Meira yang terlihat cantik dengan terusan bermotif bunga-bunga kecil, serta make up segar yang menghiasi wajahnya. Gauri kontan mengumpat pelan saat melihat Meira malah berjalan ke arah tempat duduknya. "Hai, G. Udah lama ya kita gak ketemu." Meira menyapa Gauri yang duduk di kursi tinggi paling ujung, lalu menempatkan dirinya tepat di samping perempuan itu. Gauri berdeham pelan sebelum membalas sapaan Meira barusan. "Yeah, udah lama." "Padahal gue sering lho dateng ke sini," ujar Meira sambil tertawa renyah saat melihat wajah terkejut yang sedang Gauri tampilkan. "Pas gue tanya ke pelayan di sini, katanya lo udah pulang." Gauri tidak tahu harus memberi tanggapan seperti apa atas ucapan Meira barusan. Ia memang selalu pulang di sore hari. Paling telat, ia akan keluar dari cafe di jam setengah enam, tidak lebih. Lalu, orang yang bertugas untuk menutup cafe adalah Dinda, salah satu pegawai yang sudah bekerja sejak Skyward resmi dibuka. Dinda adalah orang yang paling dipercaya Gauri untuk memegang semua kunci cadangan. Meira lantas mengucapkan terima kasih pada Ken yang baru saja menaruh Iced Caramel Macchiato pesanannya. Meira meminumnya sedikit sebelum kembali menatap Gauri yang sibuk dengan ponsel. "Lo gak banyak berubah ya." Gauri langsung menatap wajah Meira sekilas sebelum kembali menikmati es kopinya yang sudah akan habis. "Gue emang gini," balasnya seraya menatap sekilas baju yang ia pakai. "Bukan itu maksud gue," sahut Meira yang kini tampak menatap Gauri dengan intens. Saat Gauri melempar tatapan bertanya padanya, Meira hanya berujar, "Lupain aja." Tanpa berbasa-basi pada Meira, Gauri meninggalkan meja bar setelah berpesan pada Ken kalau nanti akan ada orang yang datang mengirimkan beberapa kotak mug serta piring baru untuk menambah persediaan barang di dapur. Sebut saja Gauri adalah owner yang payah, nyatanya ia memang tidak bisa mengobrol dengan santai bersama Meira tanpa mengingat kilasan dari masa lalu mereka. Akan lebih mudah kalau yang mendekatinya tadi adalah salah satu mahasiswi yang sering berkunjung ke Skyward, atau pelang*gan baru yang tertarik untuk bertanya-tanya tentang cafe ini padanya. Sialnya, saat akan berjalan menuju ke arah pintu keluar, Gauri malah berpapasan dengan Juna. Setelah Meira, dan sekarang Juna. Apa kedua orang itu memang janjian bertemu di sini? Di cafe-nya? Jangan bilang kalau Juna pun sering datang ke sini bersama ... Meira. Gauri tampak memasang wajah sinis. Sebelum Juna sempat menyapanya, ia sudah lebih dulu membuka suara. "Masih sama ya? Gak berubah ternyata." Gauri mengerling ke arah tempat duduknya Meira, karena perempuan itu sudah tidak lagi duduk di meja bar seperti saat Gauri meninggalkannya tadi. Junaedi k4mpret! *** Ada 3 profesi laki-laki yang menarik perhatian lebih di mata Gauri. Pertama, Arsitek. Itu karena ayahnya adalah seorang Arsitek, dan ia juga jadi sering membaca novel dengan tokoh laki-lakinya yang berprofesi serupa. Anehnya, tokoh-tokoh yang berprofesi sebagai seorang Arsitek di novel yang ia baca, selalu membuatnya jatuh hati dan terlihat nyaris sama dengan kepribadian sang ayah. Kedua, Chef. Ini jelas karena Gauri menyukai masakan rumahan, dan memiliki hobi menonton acara masak-masak di TV, atau di restoran bintang lima yang mempertontonkan Chef mereka saat sedang memasak. Dan bagi Gauri, lelaki yang bisa memasak itu ... sesuatu. Lalu yang ketiga, ada Dokter. Gauri jatuh hati pada laki-laki berprofesi dokter karena dulu saat kaki kakaknya—Ganesh—cedera akibat bermain futsal bersama teman-temannya, dan dirawat di rumah sakit, Gauri sempat bertemu dengan dokter yang merawat kakaknya. Sikap dokter itu membuat Gauri terkagum-kagum. Sayang sekali, ternyata dokter itu sudah memiliki calon istri, dan saat itu Gauri masih berstatus sebagai seorang mahasiswi. Tidak heran kalau Gauri lebih sering membaca novel dengan tokoh utama laki-laki yang berprofesi sebagai Arsitek, Chef, dan juga Dokter. Bahkan ia semakin tertarik dengan ketiga profesi itu karena tokoh-tokoh novel yang ia baca. Dan sekarang, di sinilah Gauri. Ia menyempatkan diri datang ke toko buku, dan sengaja meninggalkan cafenya lebih awal hari ini. Setelah bertemu dengan Meira dan Juna di hari yang sama kemarin, ia jadi tidak terlalu berminat lagi berlama-lama di cafe. Ia bahkan lebih sering mendekam di dalam ruangannya, atau ke dapur, ketimbang berbaur dengan pelang*gan tetapnya yang datang nyaris setiap hari di Skyward seperti biasanya. Gauri adalah pecinta novel bergenre ChickLit, Metropop Indonesia, atau yang sejenisnya. Ia lantas mengambil novel berjudul I'm (not) Your Priority yang menarik perhatiannya. Membaca sinopsisnya sekilas, Gauri jadi tahu kalau tokoh laki-laki di dalam novel itu berprofesi sebagai dokter. Tepat saat ia akan mengambil novel lain yang ada di rak atas, sehingga ia harus berjinjit agar bisa menggapainya, tahu-tahu ada tangan lain yang terjulur ke arah sana, dan mengambil novel itu duluan. Sehingga Gauri pun refleks merapatkan gigi atas dan bawahnya, karena menahan geram. Lalu tawa renyah mulai terdengar di belakangnya, membuat Gauri langsung menoleh ke asal suara, karena suara itu sangat mengganggu dirinya. "Tenang aja, aku cuma mau bantuin kamu kok." Juna mengulurkan novel itu ke hadapannya Gauri, tapi tak langsung diambil alih. "Gue udah gak minat," kata Gauri sebelum berlalu dari sana, dan meninggalkan Juna yang hanya mampu menganga di tempat. ***** Oh iya, follow juga akunku di sini ya! Makasih :)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD