03: Kencan Buta

1069 Words
Tepat jam setengah tujuh malam, Gauri sudah siap dengan gaun berwarna baby blue yang dipadukan dengan high heels berwarna putih, serta make up minimalis hasil karya tangannya sendiri. Sementara Khanala sudah sempat menerornya di WA sejak jam 5 sore tadi, mengingatkannya untuk tidak terlambat datang sekaligus menawarkan diri untuk me-make over wajahnya, yang tentu saja ditolak olehnya. Karena ia tidak terlalu percaya pada tangan orang lain yang akan menyentuh wajahnya dalam hal ber-make up. Khanala baru berhenti meneror Gauri saat gadis itu mengirimkan mirrror selfie seluruh badan yang ia bidik saat masih berada di dalam kamar. Karena malas menyetir mobil sendiri, Gauri memutuskan untuk menaiki taksi menuju restoran tempat ia janjian bersama Zain malam ini. Bukan hanya itu saja, sebenarnya ia juga ingin mengetes apakah Zain ini tipe pria yang benar-benar gentleman, atau bukan begitu mengetahui kalau ia tidak membawa kendaraan. Begitu sampai di restoran, ternyata meja yang sudah dipesan oleh Zain masih terlihat kosong. Artinya, pria itu belum sampai di tempat. Baru di pertemuan pertama, tapi Zain sudah terlambat, dan hal itu dapat mengurangi penilaiannya di mata Gauri. Sehingga perempuan itu pun terpaksa harus menunggu Zain sendirian di sana. Bahkan sampai setengah jam ke depan, yang membuat minumannya hampir habis di dalam gelas. Namun, si Zain-Zain itu belum juga menampakkan batang hidungnya. Lalu, untuk yang ketiga kalinya, Gauri kembali mencoba menelepon nomornya Zain yang ia dapatkan dari Khanala. Tetapi, hasilnya tetap sama, hanya suara operator yang menjawab panggilan darinya. "Si*al,” umpat Gauri yang kini mengaduk minumannya dengan wajah kesal. Ia sudah duduk kebosanan, tapi tidak memperoleh apa-apa. Buang-buang waktu aja, pikirnya yang merasa kesal. Melirik keadaan sekitar, Gauri tahu kalau di sekelilingnya ini hanya dirinya seorang yang duduk sendirian. Karena di meja lain ada yang duduk berpasangan, bahkan beramai-ramai. Tak ingin membuat dirinya terlihat lebih menyedihkan lagi, Gauri lantas memanggil pelayan untuk meminta bill. Dalam hidupnya, Gauri bukan orang yang tahan jika disuruh menunggu begini. Batas toleransinya hanya 1 jam, itu pun kalau ia memang ada niatan untuk menunggu lebih lama. Kalau tidak, jangan harap! Gauri lebih baik membuang-buang waktu dengan cara membuat adonan kue yang gagal, lalu mengulanginya lagi sampai berhasil, atau ... rebahan di atas ranjang seharian. Lalu mengerjakan hal-hal yang tak terlalu berarti di dalam hidupnya, seperti menjelajahi sosmed sambil bermalas-malasan. Sambil berjalan menuju pintu keluar, Gauri memutuskan untuk pulang menggunakan taksi online. Karena ia tidak ingin mengambil risiko dengan menunggu taksi yang belum tentu akan lewat dengan tidak membawa penumpang di dalamnya. Belum sempat Gauri mencapai pintu keluar, matanya tak sengaja bertatapan dengan seseorang yang duduk tak jauh dari pintu itu. Gauri malah mendelik. Karena dari sekian banyak pengunjung, kenapa matanya memilih untuk menatap ke arah tempat itu? Tanpa menghiraukan senyuman usil orang itu, Gauri langsung memalingkan wajahnya begitu saja. Bahkan hanya dengan melihat wajah tengilnya saja, sudah mampu membuat kedongkolan Gauri jadi naik berkali-kali lipat dari sebelumnya. "Cie.... yang malem minggunya sendirian, mending gabung sama aku aja, biar gak kesepian." Gauri mendengkus, dan melirik sekilas orang yang mengajaknya bicara tanpa berkeinginan untuk membalas ucapannya. Ia bahkan tetap berjalan sampai di depan pintu keluar. Karena kebingungan akan menunggu taksi online-nya dimana, akhirnya ia jadi berdiri tak jauh dari pintu masuk restoran. "G, aku ngomong sama kamu lho ...." Gauri memejamkan matanya erat-erat saat mendengar panggilan yang orang itu sematkan untuknya. Sedetik kemudian, Gauri mulai berbalik badan, dan wajahnya langsung berhadapan dengan wajah Juna yang ternyata berdiri tepat di belakang tubuhnya. "Gue gak berminat menghabiskan malam minggu berdua bareng lo." Juna malah tersenyum manis, hingga menunjukkan lesung di pipi kirinya. Hal itu malah membuat Gauri menjadi tambah geram, dan berkeinginan untuk mencakar wajahnya Juna. "Yang bilang kita cuma berdua aja, siapa?" Wajah Gauri langsung memerah, perpaduan antara rasa marah dan malu yang menjadi satu. "Ada Leo, Randi, Okta sama pacarnya, terus bakal ada ... Meira juga." Juna berdeham pelan sebelum menyebutkan nama Meira barusan. "Rame, G, tapi emang baru aku, Randi, sama Leo aja yang dateng. Kita lagi mau ngumpul, mending kamu ikut gabung." "Ngapain gue ikut ngumpul bareng temen-temen lo? Kayak gak ada hal yang lebih penting aja." Mending gue tidur di rumah, sambung Gauri dari dalam hatinya. Tepat setelah itu, ada taksi online yang berhenti tak jauh dari tempatnya berdiri. Gauri langsung berniat untuk menghampiri. Namun, sebelum itu, ia menyempatkan diri untuk berujar lagi. "Bye, Junaedi!" *** Gauri ingat saat pertama kali ia mengetahui nama Juna di masa putih abu-abunya. Awalnya, ia sempat terkejut karena nama cowok yang sedang gencar mendekatinya kala itu bernama Arjuna. Senama dengan nama ayahnya. Bedanya, Arjuna teman seangkatannya itu disapa dengan panggilan Juna, sedangkan ayahnya disapa dengan panggilan Arjun. Rasanya lucu ketika mengetahui ada cowok yang mendekatinya bernama sama dengan nama ayahnya. Baru tahu namanya saja, Gauri remaja sudah lancang berkhayal tentang masa depan. Ia jadi sering berimajinasi bagaimana rasanya kalau ia memiliki dua pria bernama Arjuna di dalam hidupnya kelak. Sayang, hal itu hanya bertahan di imajinasinya saja, dan tidak mungkin menjadi kenyataan. Karena nyatanya, hubungannya dengan Juna tidak bertahan lama hingga ke masa depan. Juna hanya menjadi salah satu orang yang melengkapi kisah remajanya, tidak lebih. Hanya cinta m*nyet yang ... cukup sulit dilupakan. Karena bagi Gauri, Juna adalah mantan pacar yang paling menyebalkan di dalam hidupnya. Menyebalkan, karena dia berhasil membuat Gauri patah hati selama seminggu lebih. Menyebalkan, karena Gauri tidak bisa membalas perbuatan kejamnya sampai hari ini. Menyebalkan, karena dia masih berani memanggil Gauri dengan panggilan menjijikan itu. Menyebalkan, karena .... "Zain bilang dia mau atur ulang waktu ketemuan kalian, Ri." Gauri langsung menatap Khanala dengan tatapan malasnya. "Enggak usah, gue udah gak minat lagi." "Duh, lo jangan gitu dong, Ri. Kalau sampe Mas Arkan tahu gimana? Bisa-bisa mereka berantem lagi." "Bodoh amat, gue gak peduli. Dia pantes kok dihajar Mas Arkan, karena udah buat gue buang-buang waktu di restoran." Khanala jadi cemberut seketika. "Tahu gitu, mending gue tiduran aja di rumah." Gauri menggerutu sembari menusukkan sedotan pada su*su kotak yang ia ambil dari dalam kulkas. Su*su rasa strawberry itu terasa sangat nikmat di mulutnya. Khanala lantas berdecak. "Kalau malam minggu lo cuma rebahan doang di kamar, apa asyiknya coba?" "Seenggaknya waktu gue gak terbuang percuma," balas Gauri dengan santai. "Gue bisa mengistirahatkan tubuh gue setelah seharian bekerja." "Ya, ya, ya, terserah." Khanala mengangkat bahunya. Sebelum berlalu dari sana, ia kembali menyempatkan dirinya untuk berbicara. "Jangan terlalu sibuk berada di zona nyaman, Ri. Sesekali lo harus kasih kesempatan buat diri lo sendiri dengan mencoba hal-hal baru yang mungkin belom pernah lo lakuin." *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD