Chapter 4 - I Wanna Make Love With You

1800 Words
“Aku suka sama kamu ..” Pernyataan itu cukup membuat jantung Alina berdegup kencang. Pipi Alina langsung memerah, napasnya memburu. Ngos-ngosan, seperti habis dikejar hantu. Padahal niat Alina ke rumah Arga hanya untuk meminta flashdisk nya, untung kepentingan presentasi besok. Tapi apa daya, ternyata takdir memiliki rencana yang lebih besar daripada itu. Melihat Alina hanya terdiam, Arga akhirnya bicara lagi. Arga tersenyum, “Kok kamu diem aja?” “Aku harus jawab apa?” tanya Alina bingung. Ada benarnya juga sih, Arga kan cuman melontarkan pernyataan, bukan pertanyaan. “Ya udah, nih aku tanya. Alina, kamu mau jadi pacar aku?” tanya Arga to the point. Deg deg. Jantung Alina tambah berdegup kencang. Sebentar lagi akan copot kayaknya. “Kenapa kamu tiba-tiba mau pacaran sama aku? Bukannya kamu .. Kamu balikan kan sama Ratna?” tanya Alina yang masih tidak percaya. Yang ada di pikiran Alina, mana mungkin Arga suka dengan dirinya? Bisa jadi Arga cuman kesambet setan, apalagi rumah Arga lagi sepi. “Siapa bilang? Aku nggak pernah balikan sama Ratna.” “Terus yang di kantin itu apa?” Deg. Giliran Arga yang skakmat. Arga menghela napas, “Oh, itu sih sengaja. Aku emang pengen bikin kamu cemburu waktu itu. Abisnya aku kesel sih, ngapain coba Eras deket-deket sama kamu.” Alina tersenyum, “Jadi gara-gara aku?” “Iya.” Arga kembali bicara, “Jadi? Kamu mau atau nggak?” Alina terdiam sejenak. “Nggak tau. Aku bingung. Aku ngerasa nggak ada sesuatu yang istimewa dari diri aku, jadi aku bingung aja kenapa tiba-tiba kamu ngomong kamu suka sama aku ..” “Siapa bilang kamu nggak istimewa? Kamu istimewa. Walaupun menurut kamu nggak, tapi di mata aku, kamu istimewa. Beda dari yang lain.” “Bohong ..,” kata Alina malu-malu. “Kamu perlu bukti?” “Nggak. Nggak usah. Aku percaya kok sama kamu.” Alina tersenyum, “Iya. Aku mau jadi pacar kamu.” Arga tersenyum lebar dan memeluk Alina. Pelukan Arga cukup erat, seolah-olah Alina akan terbawa angin kalau tidak dipeluk. Alina tersenyum, “Kamu kangen sama aku apa gimana? Kok meluknya erat banget.” Arga menatap mata Alina, “Sebenernya aku mau bilang kalo aku suka sama kamu. Udah lama. Tapi entah kenapa, aku selalu nggak berani.” “Sejak kapan?” “Sejak masih SMP. Kelas sembilan, habis UN matematika, eh aku malah jadi suka sama kamu. Tapi kayaknya lebih lama daripada itu sih, cuman dulu nggak sadar aja.” Ah, Alina jadi ingat. Dulu Alina memang sering mengajari Arga. Kasih les gratis. Maklum, otak Arga tak seencer otak Alina. Terutama di pelajaran yang ada hitung-hitungannya. Dapat nilai 50 saja Arga sudah senang sampai ke awang-awang. “Tapi aku liat, kamu selalu punya pacar tuh?” tanya Alina. “Iya, tapi aku nggak pernah tulus sama mereka. Buat have fun aja. Ada enaknya juga sih punya pacar, ada yang nemenin. Ke mana-mana nggak sendiri. Kalo mau cerita, ada yang dengerin,” jawab Arga apa adanya. “Kasian .. Masa kamu jadiin mereka mainan?” “Biarin. Mereka juga nggak tulus sama aku.” “Kamu kok kayak peramal sih? Tau darimana mereka nggak tulus sama kamu?” canda Alina. “Banyak. Dari sikapnya, gerak-geriknya. Semakin sering kamu pacaran dan interaksi sama orang, semakin bisa kamu bisa bedain mana yang tulus dan mana yang nggak.” “Kamu .. Nggak jadiin aku mainan kamu kan?” “Aku nggak akan berbuat kayak gitu sama kamu. Karena aku nggak akan nyakitin orang yang aku cinta,” jawab Arga. Tak lama kemudian, ibu dan Lia pulang. Membawa kantong belanjaan yang jumlahnya cukup banyak. “Loh? Ada Alina?” tanya ibu heran. “Maaf, eh, saya ke sini nggak lama kok. Cuman minta flashdisk aja yang dipinjem Arga kemarin,” kata Alina gugup. Ibu tersenyum, “Mau lama juga nggak apa-apa kok. Kamu kayak sama orang nggak kenal aja.” Alina cuman tersenyum kikuk. Tak lama kemudian, Alina pamit pulang. Arga yang menemani Alina hingga sampai ke rumahnya. Padahal jarak rumah mereka dekat. Tak sampai sepuluh menit juga sampai. Sesampainya di depan rumah Alina, Arga mencium dahi Alina. “ Jangan lupa mimpiin aku,” kata Arga. Alina cuman tersenyum. Arga kembali bicara, “Besok abis pulang kuliah, kamu ada acara?” Alina menggeleng, “Nggak.” “Mau nonton bareng?” “Boleh. Tapi kali ini beneran kan? Nggak bohongan?” Arga tersenyum, “Beneran dong. Masa bohongan.” Besoknya, tak seperti biasanya, Arga membawa mobil sport merahnya ke kampus. Biasanya Arga selalu naik motor. Selain karena supaya lebih cepat sampai, Arga malas kalau harus disuruh nyetir sendirian. Tak ada yang bisa diajak ngobrol, malah jadi ngantuk. Sudah gitu, karena macet, Arga jadi capek kalau harus nyetir mobil. Tapi karena hari ini Arga ditemani Alina, andaikan harus nyetir berjam-jam tanpa henti pun, Arga rela. Seluruh mata langsung tertuju pada Arga. Maklum, mungkin Arga satu-satunya mahasiswa yang memakai mobil sport sebagai kendaraan sehari-hari. Walaupun jarang juga, tak setiap hari. Hampir tak pernah malah. Tau dirinya jadi pusat perhatian, Arga cuek saja. Pikirannya hanya tertuju pada Alina sekarang. “Wuih, mau ke mana bro? Keren amat,” tanya Revan. “Mau pergi abis selesai kuliah,” jawab Arga. “Ke mana?” tanya Revan lagi. Arga menaikkan satu alisnya, “Kepo banget sih lo.” Revan menyeringai, “Cewek baru ya? Yang mana? Jurusan apa?” Arga tak menjawab. Revan kembali bicara, “Congrats ya. Emang bener, lo gak bisa kalo sebulan nggak pacaran.” Arga sengaja tak cerita ke teman-temannya kalau dia sudah pacaran dengan Alina. Apalagi ke orangtuanya. Karena menurut Arga, Alina itu spesial. Arga mau menyimpan semuanya sendiri. Biar orang-orang tau dengan sendirinya. Selesai kuliah, Arga langsung menepati janjinya. Membawa Alina nonton film. Selesai nonton, keduanya tak langsung pulang. Ngobrol dulu. Salah satu alasan kenapa Arga membawa mobil kesayangannya hari ini, supaya ada tempat untuk ngobrol dengan Alina. Di dalam mobil tentunya. “Gimana tadi presentasinya?” tanya Arga yang saat ini duduk di kursi kemudi. Sementara Alina duduk di samping Arga, di kursi penumpang. “Sukses kok. Pak dosen suka katanya.” “Bagus deh.” Alina terdiam sejenak sebelum kembali bicara. “Arga .. Mau nanya, boleh?” Arga tersenyum, “Nanya apa, hm?” “Kamu .. udah pernah ‘gituan’ sama mantan kamu?” tanya Alina malu-malu. Arga mengernyitkan dahi, “Maksudnya ‘gituan’?” “ML, Arga. Making love ..” Arga menggeleng, “Belum.” “Kenapa? Aku pikir kamu udah pernah? Soalnya banyak temen-temen aku yang bilang mereka udah pernah gituan .. ” tanya Alina penasaran. “Karena aku nggak mau ngelakuin ‘itu’ sama orang yang nggak aku cinta. Satu lagi, aku nggak mau merawanin anak orang, Alina. Yah meskipun banyak dari mantan aku yang udah nggak perawan juga.” “Kok kamu tau?” “Mereka yang ngomong sendiri. Ya aku sih dengerin aja.” “Mereka pernah minta ‘gituan’ sama kamu?” “Pernah. Tapi nggak semua juga.” “Terus? Kamu kasih?” “Kan aku udah bilang di awal, aku nggak mau ngelakuin ‘itu’ sama orang yang nggak aku cinta.” Alina menggigit bibir bawahnya. Nervous. Arga menyeringai, “Kenapa? Kamu mau ML sama aku?” “Ih, Arga, apaan sih,” kata Alina yang pipinya sudah semerah tomat. “Aku mau kok making love sama kamu,” goda Arga lagi. “Ih, Arga! Kalo masih m***m aku tinggal nih,” kata Alina. Arga tersenyum, “Tenang aja, aku akan nunggu kamu. Pokoknya sebelum kamu siap, aku nggak akan maksa kamu.” “Kalo sampe kita udah nikah nanti, terus aku masih belum siap juga gimana?” goda Alina. “Hmm ya udah. Aku ‘main sendiri’ aja pake tangan. Atau nggak pake buah semangka, terus aku bolongin tengahnya.” Alina tersenyum, “Kenapa harus semangka coba?” “Biar dingin aja. Jadi dingin-dingin gimana gitu.” “Arga c***l ih ..,” canda Alina. Arga menyeringai, “Ya udah, daripada ‘main’ pake semangka sama tangan sendiri, gimana kalo pake tangan kamu aja? Lebih asik kayaknya.” Alina mencium pipi Arga, “I love you, Argaku yang m***m. Jangan ngomong yang aneh-aneh ah. Pamali.” Arga tersenyum. “Udah malem nih. Aku anterin kamu pulang sekarang aja gimana? Takut malah kebablasan entar.” Alina membalas senyum Arga, “Boleh. Tapi mampir dulu ya bentar ke KFC? Mau beli es krim.” Sebelum pulang, Arga mengantarkan Alina ke salah satu restoran cepat saji yang paling terkenal itu. Dari luar, antrian nampak cukup panjang. Ramai pula. Sesak, banyak orang. Maklum, hari ini kan hari Jumat. Besoknya libur. “Kamu tunggu sini aja. Biar aku beli sendiri,” kata Alina. “Yakin nggak mau ditemenin?’ Alina mengangguk, “Iya. Nggak apa-apa.” Sepuluh menit berlalu. Karena bosan dan gerah lama-lama duduk sendirian di mobil, akhirnya Arga memutuskan menghampiri Alina. Dan benar saja, Alina masih mengantri. Tapi Alina tak sendirian. Alina sedang asik mengantri sambil mengobrol dengan salah satu orang yang paling tak Arga sukai: Eras Melviano. Kenapa sih Arga harus bertemu lagi dengan Eras? “Loh? Arga? Kok kamu ke sini?” tanya Alina. “Iya. Gerah lama-lama di mobil,” jawab Arga dingin. Alina mengenalkan Arga pada Eras. “Arga, kenalin, ini Eras, senior kita. Baru aja lulus.” Eras mengulurkan tangannya, “Eras Melviano. Panggil aja Eras.” Arga tak membalas uluran tangan Eras, “Arga Pranadipa. Arga aja cukup.” Melihat Arga sudah mulai jutek, Alina tahu Arga pasti sedang marah. Bagaimana tidak? Jelas-jelas sebelumnya Arga mengaku kalau dia cemburu pada Eras. “Arga Pranadipa? Kamu anak Dokter Rama Pranadipa?” tanya Eras. “Iya. Dia bapak saya,” jawab Arga. Wajahnya masih sama, jutek. Merasa tak enak dengan Eras, akhirnya Alina angkat bicara. “Kayaknya antriannya masih lama. Kita balik duluan aja deh. Kamu nggak apa-apa kan sendirian?” tanya Alina pada Eras. “Ah, iya. Bagus. Kita balik duluan aja,” tambah Arga. Duh, Arga .. Eras tersenyum, “Iya, nggak apa-apa. Kalian duluan aja. Lagipula aku nggak sendirian kok. Temen aku bentar lagi juga dateng.” Alina mengernyitkan dahi, “Siapa?” “Ah, itu dia udah dateng,” kata Eras. Alina dan Arga langsung beralih menatap ke arah yang ditunjuk Eras. Seorang perempuan cantik berpenampilan rapih dan necis datang menghampiri mereka. Rambutnya panjang sebahu. Hidungnya mancung sekali. Alisnya rapih. Matanya besar. Kulitnya bersih. Dilihat dari wajahnya, sepertinya keturunan kaukasia alias bule. Arga langsung terkejut melihat siapa perempuan yang dimaksud Eras. Begitu pula dengan perempuan tersebut. “Shenina?” kata Arga dengan tatapan tak percaya. “Shenina? Kamu kenal cewek itu?” tanya Alina. Dialah Shenina Anastasia, mantan kekasih Arga. Orang yang sempat mengisi kekosongan di hati Arga. Satu-satunya dari sekian banyak mantan Arga, yang pernah Arga cintai dengan tulus .. Tapi dia juga yang mengkhianati dan meninggalkan luka di hati Arga.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD