Chapter 3 - Jealous?

2124 Words
Arga berjalan dengan lemas. Kakinya jadi lemah seketika. Otaknya tak bisa berhenti memikirkan Alina. Apalagi Arga baru saja melihat dengan mata kepalanya sendiri, Alina diantar pulang oleh Eras. Jangan-jangan, selama ini Alina sudah pacaran dengan senior yang lulus dengan IPK sempurna itu? Kalau iya, Arga pasti bodoh setengah mati. Bagaimana bisa dia tidak tahu kalau selama ini Alina sudah punya pacar? Ibu yang melihat Arga pulang kuliah dengan wajah sangat kusut jadi heran. “Kamu kenapa?” tanya ibu. Arga tersenyum tipis, tak mau membuat ibunya khawatir. “Nggak apa-apa kok. Cuman capek aja. Ibu masak nggak?” “Masak. Makan dulu gih sana.” Esok paginya, Arga masih sama. Lemas, lemah. Seperti orang tak punya gairah hidup. Padahal, kalau Arga mau, dia bisa punya pacar siapapun dan kapanpun dia mau. Arga punya segalanya. Cewek-cewek selalu ngantri. Antriannya juga panjang. Melebihi antrian sembako malah. Gak hanya tampan, isi dompet Arga juga menggiurkan. Arga memang terkenal playboy. Suka gonta ganti pacar. Paling tak bisa kalau sebulan tak pacaran. Arga juga terkenal, apalagi di kalangan mahasiswi. Gosipnya, Arga sudah memacari hampir semua cewek satu jurusannya. Tapi dari sekian banyak cewek yang pernah jadi pacar Arga, tak satupun yang benar-benar tulus. Paling cuman mau isi dompet Arga. Atau yang paling lucu, supaya ada bahan pamer di sosial media saja. Soalnya Arga tampan sih. Orang pasti akan bangga kan memamerkan kekasihnya yang tampan atau cantik jelita? Mungkin Arga belum sadar, kalau cuman Alina yang mampu membuat dirinya benar-benar merasakan apa yang namanya cinta. Atau mungkin Arga sudah sadar, tapi dia masih malu dan enggan menyatakan perasaannya pada Alina. Seperti sekarang ini, jantung Arga berdegup kencang saat melihat Alina. Si kembar Revan dan Devan yang tau Arga menaruh hati pada Alina, cuman bisa menggoda temannya. “Alina dateng tuh,” kata Revan. “Gue berani taruhan, yang pertama kali disapa sama Alina pasti Arga,” kata Devan. “Let’s see,” tambah Revan. Alina bertemu dengan Arga dan si kembar di kantin. Bukan untuk ngobrol bersama atau karena janjian, tapi Alina memang sedang lapar. Butuh makan. Kebetulan saja Alina bertemu dengan Arga dan si kembar di kantin. “Arga!” sapa Alina. “Tuh kan bener,” bisik Devan. Arga tak membalas sapaan Alina. Tersenyum pun tidak. Tapi naas, bukannya kesal pada Arga, Alina malah biasa saja. ‘Mungkin Arga sedang banyak masalah’ pikir Alina. Arga tak berhasil membuat Alina kesal. Padahal itu yang Arga mau, supaya Alina merasa kesal. “Mau gabung?” tanya Revan pada Alina. Alina tersenyum, “Nggak. Aku duduk di sini aja.” Akhirnya Alina duduk di meja di depan Arga. Posisinya Alina duduk membelakangi Arga. Melihat cara duduk Alina, Arga jadi tambah kesal sendiri. “Kok lo nggak nyapa Alina sih?” tanya Devan. “Nggak. Ngapain,” jawab Arga ketus. Tiba-tiba .. “Eh, mantan lo dateng tuh,” kata Revan. Arga mengernyitkan dahi. “Siapa?” “Ratna.” Ah, Ratna. Mahasiswi jurusan bisnis yang juga mantan pacar Arga. Entah mantan yang ke berapa. Arga sendiri lupa menghitung berapa jumlah mantannya. Sangkin terlalu banyak. Melihat kedatangan Ratna, Arga jadi punya ide terselubung. “Ratna! Sini bentar,” panggil Arga. Arga sengaja teriak, supaya suaranya didengar Alina juga. Ratna langsung berseri-seri saat dipanggil Arga. Ratna memang sering ngajak Arga balikan, tapi sayangnya Arga selalu menolak. Karena Arga memang tak pernah mencintai Ratna. Atau mantan-mantannya yang lain. “Kenapa? Tumben manggil aku,” tanya Ratna yang tak berhenti mesem-mesem sendiri. “Gak apa-apa. Sini duduk, temenin gue.” Revan dan Devan langsung permisi, meninggalkan Arga dan mantannya itu berduaan. Revan dan Devan tak suka jadi nyamuk. “Entar sore ada acara nggak?” tanya Arga. “Nggak. Kenapa?” “Nonton yuk. Gue yang bayarin deh.” “Ah, serius?” “Iya.” Meskipun membelakangi Arga, Alina tahu persis siapa yang sedang ngobrol dengan Arga saat ini. Apa yang mereka bicarakan. Bagaimana tidak? Suara Arga yang besar dan menggelegar itu mungkin juga bisa didengar oleh ibu kantin dari dapur. Tapi Alina tak bebuat apa-apa. Buat apa dia ikut campur? Arga kan cuman sahabatnya .. Setelah hampir sepuluh menit mendengarkan ocehan Arga dan Ratna, Alina jadi tambah panas sendiri. Baru saja Alina mau berdiri, meninggalkan kantin, tapi seseorang keburu datang menghampirinya. Siapa lagi kalau bukan Eras Melviano. Senior ganteng idaman para mahasiswi. Ya, meskipun secara ekonomi kalah telak di bawah Arga. Tapi kalau soal otak, Eras tak ada tandingannya. “Alina!” panggil Eras. Alina tersenyum, “Eras? Tumben kamu ke sini?” “Iya. Ada urusan bentar sama kampus. Abis ini juga paling langsung balik.” “Oh.” Eras terdiam sejenak sebelum kembali bicara. “Kamu lagi istirahat kan? Lama nggak?” “Lama kok, satu setengah jam. Kenapa?” “Makan batagor yuk. Di deket kampus ada yang jual batagor enak banget. Kamu harus coba. Eh, tapi kamu udah makan ya?” “Belom kok. Baru pesen es teh manis doang. Beneran? Sebelah mana? Kok aku nggak tau?” Eras tersenyum, “Udah ayo ikut aja.” Akhirnya Alina pergi meninggalkan kantin bersama dengan sang senior ganteng. Arga yang melihat hal itu, malah tambah geram. Bahkan Alina tak pamit dulu pada Arga, atau sekadar basa-basi pun juga tidak. Lagi-lagi, Arga gagal membuat Alina marah. Melihat Alina sudah pergi, Arga jadi tak mood lagi. Rasa laparnya sudah hilang. Arga langsung siap-siap angkat kaki juga dari kantin. “Loh? Arga? Katanya mau ditemenin, kok malah pergi sih?” tanya Ratna yang merasa heran sekaligus kesal. “Nggak jadi makan. Laper gue udah ilang,” jawab Arga dingin. “Acara nonton kita gimana?” “Nggak jadi juga. Lo nonton aja sendiri.” Ah, dasar Arga! Sementara itu, Eras dan Alina malah sedang asik berduaan menikmati sepiring batagor. Padahal rasa batagornya enak, murah lagi. Yang jual juga ramah. Tapi Eras memperhatikan, sepertinya Alina kurang menikmati makanannya. Makan sih makan, tapi seperti kurang meresapi. “Alina?” panggil Eras. “Hmm?” “Aku boleh nanya?” Alina tersenyum, “Boleh kok.” “Kamu pacaran sama Arga?” Deg. Pipi Alina memerah seketika. Jantungnya berdegup kencang. “Nggak kok .. kita cuman temenan aja,” jawab Alina. “Soalnya aku ngerasa nggak enak. Tadi pas aku dateng nyamperin kamu, muka Arga langsung sinis gitu. Kayak nggak suka. Jadi aku pikir kalian pacaran,” kata Eras. Alina tersenyum, “Kalo Arga sinis mah udah biasa. Dia emang gitu orangnya. Kadang sikapnya dingin, tapi kalo lagi baik, pasti baik banget.” “Kamu udah kenal lama ya sama Arga?’ “Udah. Dari kecil malah. Waktu kecil dulu kita suka main bareng.” Eras terdiam sejenak sebelum kembali bicara, “Jadi cewek yang tadi itu siapa? Pacarnya Arga?” Deg. Tiba-tiba senyum memudar dari wajah Alina. “Bukan, itu mantannya Arga. Namanya Ratna. Anak bisnis. Mungkin udah balikan kali ..,” lirih Alina. Alina lanjut bicara, “Kamu udah kelar belom makannya? Aku mau balik ke kampus, masih ada kelas soalnya.” Eras tersenyum, “Udah. Kapan-kapan mau makan bareng lagi? Nggak harus di sini kok. Yang penting kamu suka aja.” Alina membalas senyum Eras, “Boleh.” ***** Esok harinya, Arga malah tak ke kampus. Dengan dalih sedang tak enak badan, ditambah memang dosennya tak hadir hari ini. Dan lagi, Arga masih kesal. Terutama pada Alina. Lebih tepat lagi dikatakan, Arga cemburu. “Kamu nggak ke kampus?” tanya ibu. “Nggak, bu. Dosen pembimbing lagi ikut rapat. Jadi nggak ada kelas hari ini,” jawab Arga. Ibu terdiam sejenak, memperhatikan wajah putra satu-satunya itu. Arga tidak pucat, terlihat sehat-sehat saja. Tapi kenapa terlihat lesu sekali? “Kamu sakit?” tanya ibu. “Lagi nggak enak badan aja. Paling tidur bentar udah sembuh.” Ibu menghela napas, “Ya udah. Kamu jaga rumah dulu ya bentar. Ibu sama Lia mau pergi dulu.” “Ke mana?” “Biasa, belanja bulanan.” “Jangan lama-lama.” Sementara itu, Alina malah sedang sibuk dan buru-buru ke kampus. Hari ini Alina ada jadwal maju presentasi dengan teman satu kelasnya, Jovanka. Jadwal presentasi jam sepuluh pagi, tapi Alina baru sampai jam sepuluh lewat lima belas. “Permisi,” kata Alina. Begitu masuk kelas, semua mata mahasiswa dan sang dosen yang rambutnya sudah hampir putih semua itu, langsung menuju ke Alina. “Alina, sini,” kata Jovanka. Alina duduk di samping Jovanka. “Gimana? Udah lo baca kan power point nya? Bagus nggak?” “Bagus kok. Bentar aku pindahin dulu file nya. Masih di flashdisk.” Sialnya, flashdisk kecil berkapasitas 16 GB itu tak ada di tas Alina. Deg. Mati lah. Padahal hari ini mereka harus maju presentasi. “Ah iya! Flashdisk nya masih ada di Arga ..,” kata Alina. “Hah? Kok bisa ada sama Arga?” tanya Jovanka yang mulai panik. “Iya, kemaren Arga pinjem soalnya. Buat copy tugas. Terus belom dibalikin sampe sekarang ..” Untungnya, Dewi Fortuna sedang memihak Alina hari ini. Sang dosen baru dapat kabar, kalau anak perempuannya mau lahiran. Karena senang dan tak sabar mau menyambut kelahiran cucunya, presentasi pun dihentikan. Alina dan Jovanka tak kebagian presentasi. Presentasi mereka diundur besok. Jovanka menghela napas, “Duh, untung kita nggak maju presentasi hari ini .. kalo sampe jadi kan bisa-bisa kita nggak dapet nilai. Ya udah, kelar dari kampus, lo buru-buru minta flashdisk nya. Jangan sampe lupa loh.” “Iya. Entar sekalian aku edit deh. Sorry ya.” “Iya. Tapi jangan sampe lupa lagi. Kalo perlu lo kirim ke e-mail juga aja sekalian.” Selesai kelas, Alina langsung menghampiri Revan. Karena di mana ada Revan, di situ pasti ada Devan dan Arga. Tapi kali ini dugaan Alina salah, yang ada cuman Revan seorang. “Revan!” panggil Alina. “Oi?” “Arga nggak masuk ya?” “Nggak, katanya sakit. Terus dosen pembimbing dia kan emang lagi nggak masuk hari ini. Kenapa? Lo kangen ya?” goda Revan. “Ish apaan sih ..,” kata Alina malu-malu. “Emang ada perlu apa?” “Flashdisk aku masih sama Arga. Tadinya kalo orangnya masuk, aku mau minta. Tapi malah nggak masuk ..” “Ya udah, lo samperin aja si Arga. Kalian kan tetanggaan.” Kata Revan benar juga. Sorenya, sepulang dari kampus, Alina langsung mampir ke rumah Arga. Sekali, dua kali, tiga kali memencet bel, tak satu orang pun yang membukakan pintu untuk Alina. Alina coba mengintip lewat jendela, rumah Arga gelap. Kosong. Sepertinya pemilik rumah sedang tidak ada. Akhirnya, Alina menelepon Arga. Untungnya, Arga langsung mengangkat. “Halo?” “Arga, kamu lagi nggak di rumah ya?” tanya Alina. Arga menyernyitkan dahi, “Di rumah kok. Kenapa?” “Aku lagi di depan nih. Tolong bukain pintu boleh?” Deg deg. Jantung Arga berdegup kencang seketika. Tak lama, Arga keluar dari kamarnya dan menghampiri Alina. Arga membukakan pintu untuk Alina. “Sorry, nggak denger ada suara bel. Tadi lagi denger musik pake headset soalnya,” kata Arga. Sikap Arga masih sama, dingin. Lebih dingin daripada es di kutub utara yang sudah mulai mencair. “Flashdisk aku masih sama kamu ya?” “Flashdisk apaan?” “Itu, yang warna putih ..” “Oh, yang itu. Iya, bentar aku ambilin. Kamu tunggu sini,” kata Arga. “Rumah kamu lagi nggak ada orang?” “Keliatannya aja gimana?” tanya Arga sinis. “Kosong ..” “Nah, ya udah.” Alina terdiam sejenak sebelum kembali bertanya, “Ibu sama Lia ke mana?” “Lagi belanja bulanan,” jawab Arga. Masih sama, dingin. Tak lama kemudian, Arga kembali membawa flashdisk milik Alina. “Nih. Udah kan? Nggak perlu apa-apa lagi? Aku mau lanjut tidur.” “Thanks.” Baru Arga mau kembali ke kamarnya, tapi Alina sudah bicara lagi. “Arga, tunggu!” “Apa lagi?” “Kamu lagi ada masalah?” “Nggak.” “Terus .. kamu marah sama aku?” tanya Alina. Deg. Arga tertegun seketika. “Nggak. Ngapain aku marah sama kamu?” Arga nggak marah kok, Arga cuman cemburu. “Abis kamu berubah, nggak kayak biasanya ..,” lirih Alina. Melihat Alina nampak sedih, hati Arga malah jadi tambah teriris. “Aku nggak marah sama kamu, Alina,” kata Arga. “Bohong ..” Alina menggigit bibir bawahnya, wajahnya sudah memerah. Alina bahkan tak sanggup memandang wajah Arga. Tak mampu lagi menahan gejolak yang berkecamuk di dadanya, akhirnya Arga memeluk tubuh mungil Alina. Alina terkejut, “Arga ..” “Aku nggak marah .. aku cuman nggak suka liat kamu deket-deket sama Eras ..,” bisik Arga. “Kenapa?” “Soalnya aku cemburu, Alina. Aku nggak suka ada cowok lain yang deketin kamu.” “Kamu cemburu?” Arga menangkupkan wajah Alina, “Aku suka sama kamu ..” Deg. Jantung Alina berdegup kencang seketika. Pipinya pasti sudah semerah tomat sekarang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD