Chapter 2 - First Kiss

1782 Words
Arga terbangun saat merasakan hangatnya sinar matahari pagi menyirami wajahnya. Arga langsung mengecek ponsel yang tergeletak tepat di atas meja di samping tempat tidurnya. Selain untuk melihat jam berapa sekarang, juga untuk melihat notifikasi di ponselnya. Notifikasi di ponsel Arga memang selalu penuh. Chat w******p yang terus menumpuk, like **, friend request f******k .. Maklum, Arga memang terkenal. Siapa juga yang tak mau jadi pacar seorang Arga Pranadipa? Secara fisik, Arga memang nyaris sempurna. Rambut tebal yang warna hitamnya seindah malam, hidung semancung perosotan, alis tebal yang begitu rapih, serta matanya yang indah itu, mampu menghipnotis perempuan manapun untuk langsung jatuh hati dengan dirinya. Belum lagi ditambah tubuh Arga yang menjulang setinggi 186 cm. Pasti enak dipeluk Arga. Hangat. Nyaman. Ah, jangan lupakan juga status Arga sebagai anak laki-laki kesayangan Rama Pranadipa, seorang dokter ahli bedah jantung terkenal seantero negeri. Sudah ganteng, kaya pula! Makanya cewek-cewek selalu ngantri mau jadi pacar Arga. Karena ayahnya seorang dokter yang harus kerja dinas ke luar kota, makanya Arga hanya tinggal bertiga dengan ibu dan adik perempuannya, Lia. Karena bapak sedang kerja, mau tak mau ibu harus kerja ekstra mengurus dua anaknya sendirian. Seperti pagi ini, karena ibu sudah sibuk pergi ke pasar, jadi Lia yang bertugas membangunkan kakaknya. “Bang, bangun, bang,” kata Lia yang sedang berdiri di luar kamar Arga. “Apa lagi sih .. Ini kan hari Sabtu,” kata Arga yang sudah menutup matanya lagi. Siap-siap mau masuk ke alam mimpi lagi. “Bangun dulu sini, Kak Alina lagi nunggu tuh di ruang tamu. Mau minta tolong katanya.” Deg. Seketika Arga membuka matanya lagi saat mendengar nama Alina. Tanpa basa-basi, Arga langsung bangun dari tempat tidurnya, merapihkan rambutnya yang masih acak-acakan, dan langsung menghampiri Alina yang sedang duduk di sofa di ruang tamu. Alina langsung tersenyum begitu melihat Arga, “Pagi.” “Pagi juga. Tumben ke sini pagi-pagi,” kata Arga. “Mau temenin aku nggak?” Arga mengernyitkan dahi, “Ke mana?” “Cari buku. Buat bahan skripsi.” “Harus sekarang banget ya?” “Please ..” “Buku apa emang?” Alina menunjukkan foto sebuah cover buku dari ponselnya, “Ini.” “Oh, kalo ini sih aku ada. Cuman versi fotokopi, nggak original.” Alina langsung tambah semangat, “Ah, beneran? Aku pinjem ya?” “Iya.” Reflek karena terlalu bahagia, Alina langsung memeluk Arga, “Makasih, Arga.” Yang dipeluk malah menyeringai, keenakan sih. Sadar akan perbuatannya, Alina langsung melepas pelukannya. “Maaf, reflek.” “Tapi bukunya ada di kamar. Bentar aku cariin, kamu tunggu di sini,” kata Arga. “Mau aku bantuin nggak? Biar cepet?” Arga menyeringai, “Yakin mau masuk kamar aku? Berantakan banget loh.” “Iya nggak apa-apa. Biar cepet.” Akhirnya Alina masuk ke kamar tidur Arga. Buat membantu Arga mencari buku tentunya. Untung ibu sedang pergi belanja di pasar. Kalau ada ibu, bisa-bisa Arga kena omel karena membawa perempuan masuk ke kamarnya. “Kamar kamu berantakan banget ..,” kata Alina. “Kan aku udah bilang tadi .. Ngomong-ngomong mau minum apa nggak? Biar aku suruh Lia buatin,” kata Arga. Alina menggeleng, “Nggak usah, makasih.” “Seinget aku sih ada di tumpukan sini .. udah lama nggak pernah beres-beres buku soalnya ..,” kata Arga yang sedang sibuk menggeledah tumpukan bukunya yang sudah mulai debuan. Paling sebentar lagi kamar Arga dipenuhi sarang laba-laba. Arga paling tak suka membaca. Kalau ada ujian saja baru baca buku. Itupun bacanya pakai sistem SKS, alias sistem kebut semalam. Penasaran, akhirnya Alina membantu Arga mencari buku yang dia cari. Saat sedang sibuk mencari buku, tanpa sengaja Alina menemukan sebuah buku yang aneh. Bagaimana tidak? Alina belum pernah menemukan orang membaca buku itu sebelumnya. Alina juga belum pernah mendengar nama pengarangnya. Dan lagi, cover bukunya sangat seksi dan menggoda .. Gambar seorang perempuan yang hanya mengenakan bikini, sementara seorang laki-laki memeluknya dari belakang dan mencium leher perempuan tersebut .. Ah, buku apa sih ini? Dengan rasa penasaran yang kian memuncak, ahirnya Alina membaca buku tersebut. Alina begitu kaget saat tahu apa yang baru saja dia baca .. cerita erotis alias cerita dewasa. Jadi Arga suka baca yang beginian? “Arga .. ini punya kamu?” tanya Alina polos. Mata Arga membulat, kaget. “Eh, jangan dibaca!” Alina terdiam sejenak sebelum kembali bicara. Pipinya langsung merona merah. “Ih, Arga m***m ..” “Kamu udah baca?” Alina menggigit bibir bawahnya. Malu, Alina tak berani menatap mata Arga. “Udah .. dikit.” Arga tak bisa menahan dirinya saat melihat Alina terus menggigit bibir bawahnya. Alina nampak begitu polos, tetapi nampak begitu menggairahkan di saat yang bersamaan. Bibir Alina yang ranum dan merona alami itu begitu menantang untuk dicium. Arga memegang dagu Alina. Kini mata keduanya bertemu. “Mau baca lagi, hmm?” goda Arga. “Arga ..,” bisik Alina. Arga akhirnya menyerah. Dia tak lagi bisa menahan keinginannya mencium bibir Alina. Alina yang awalnya kaget karena Arga tiba-tiba mencium bibirnya, akhirnya terbuai juga. Bahkan kini tangan Alina sudah mengalungi leher Arga. Sementara tangan Arga sibuk membelai punggung dan rambut panjang Alina yang sehalus sutra. Arga menggigt bibir bawah Alina, membuat Alina membuka mulutnya, memberikan akses bagi lidah Arga untuk mengeksplor mulut Alina yang hangat. Setelah puas bermain dengan bibir Alina, ciuman Arga kini turun ke leher Alina. Alina mendesah saat Arga mencium dan menggelitiki lehernya. Ada rasa yang tak biasa, yang belum pernah Alina rasakan sebelumnya. Sekujur tubuhnya menjadi geli, nikmat, seperti tersengat lebah saat Arga mencium leher mulusnya. “Arga, stophhh ..,” desah Alina. Bibir Alina berkata jangan, tapi tubuhnya berkata lain. Alina ingin lebih. Alina ingin supaya Arga menciumnya lagi, membelai rambutnya lagi. Untungnya, belum sempat Arga dan Alina bermain lebih jauh, ibu sudah keburu pulang. “Bang, ibu udah balik! Sini makan dulu!” teriak Lia dari depan kamar. Alina langsung melepas pelukan Arga dan merapihkan rambut dan bajunya. Begitu juga dengan Arga. Keduanya malah jadi canggung. “Maaf, aku udah kelewatan ..,” kata Arga. Bukannya marah, Alina malah tersenyum, “Nggak apa-apa.” Setelah fokus mencari, ternyata selama ini buku yang dicari-cari Arga dan Alina ada di atas meja di samping tempat tidur Arga. “Nih bukunya,” kata Arga sambil memberikan buku tersebut pada Alina. “Besok aku balikin.” “Nggak usah. Kamu kan perlu, balikinnya kapan-kapan aja.” Arga lanjut bicara, “Keluar yuk. Ibu udah nunggu.” Ibu sedang di ruang makan bersama Lia, mengeluarkan belanjaan dari kantong plastik dan menyiapkan sarapan. Ibu terkejut saat melihat Alina. “Loh, Alina? Tumben dateng pagi-pagi?” Alina tersenyum, “Iya, bu. Saya mau minjem bukunya Arga.” “Udah makan? Mau makan bareng nggak?” “Nggak, makasih, nggak apa-apa. Saya mau balik aja. Permisi.” Malamnya, baik Arga maupun Alina sama-sama tak bisa melupakan apa yang sudah terjadi pagi tadi. Ciuman itu terasa begitu nikmat, begitu menggairahkan. Arga masih bisa merasakan bagaimana rasanya bibir Alina. Sementara Alina masih bisa merasakan bagaimana rasanya bibir Arga saat menyentuh kulit lehernya .. Ah, membayangkannya saja langsung membuat sekujur tubuh bergetar. Masih merasa tak enak hati, Arga akhirnya menelepon Alina. Padahal mereka tetanggaan. Tak usah menelepon, langsung bertemu saja juga bisa. “Halo?” kata Alina. “Kamu belom tidur?” tanya Arga. “Belom. Masih kerjain revisi. Kenapa?” “Nggak apa-apa. Pengen denger suara kamu aja,” goda Arga. Meskipun cuman lewat telepon, Arga bisa membayangkan bagaimana merahnya pipi Alina saat malu. “Ih, Arga apaan sih,” kata Alina malu-malu. Arga menghela napas, “Maaf soal yang tadi. Aku nggak bermaksud buat macem-macem.” “Iya, Arga. Aku tau kok.” “Kamu nggak marah kan?” tanya Arga. “Nggak.” “Serius?” “Iya.” “Bener?” “Iya, Arga. Udah? Mau ngomong apa lagi?” “Hmm jangan tidur malem-malem. Nanti kamu sakit. Kalo kamu sakit, siapa yang bakal aku boncengin?” Alina tersenyum, “Kan ada adik kamu. Kamu boncengan sama dia aja.” “Ah, kalo Lia sih tugasnya pak supir.” Esok Seninnya, Arga jadi semakin semangat kuliah. Selain karena semangat bertemu dosen pembimbing yang sudah siap mencorat-coret skripsinya, Arga juga tak sabar bertemu dengan Alina. Arga ingin mengajak Alina pulang bersama setelah selesai kuliah. “Alina!” panggil Arga. Alina sedang berada di kantin bersama beberapa mahasiswa yang lain, sedang mengurus perlengkapan dan hiasan untuk dekorasi. “Arga? Belom balik?” tanya Alina. “Sebagai permintaan maaf, abis ini kamu aku anterin pulang. Gratis. Gak usah bayar,” kata Arga. “Jangan, kamu balik duluan aja. Hari ini aku pulang malem, mau bantuin anak-anak dekor ruangan. Buat acara pensi.” Arga mengernyitkan dahi, “Terus kamu baliknya gimana?” Alina tersenyum, “Gampang. Aku bisa numpang sama yang lain. Kamu duluan aja. Nggak apa-apa.” Dengan berat hati, akhirnya Arga mengiyakan keinginan Alina. “Ya udah. Hati-hati.” Meskipun Alina menyuruh supaya Arga langsung balik saja, tapi kenyataannya Arga malah tak pulang. Diam-diam, dengan setia Arga memperhatikan Alina. Dari jauh tentunya, supaya Alina tak tahu. Siapa tau kan teman Alina mendadak tak bisa diajak pulang bersama? Dengan siapa Alina akan pulang? Apalagi Alina anak perempuan, takut kenapa-kenapa. Entah mengapa, Arga selalu ingin memastikan agar Alina selalu aman. Dan Alina benar, dia baru kelar dekorasi jam sembilan malam. Padahal Arga sudah tak berhenti menguap, tapi demi Alina, dia rela menunggu. Untung ada Revan, teman Arga sekaligus kembaran si Devan, yang setia menemani Arga juga. Sampai digigit nyamuk malah. Pulang-pulang pasti badannya pada bentol semua. “Alina masih lama gak sih?” tanya Revan sembari menggaruk lengannya yang baru saja jadi santapan lezat seekor nyamuk. “Lo duluan aja. Itu sih udah pada beres-beres, paling bentar lagi balik. Lo pulang aja,” kata Arga. “Jangan, kita kan sahabat sehidup semati,” kata Revan. Arga cuman menghela napas. Arga baru saja berjalan beberapa langkah, mau menghampiri Alina dan mengajaknya pulang, saat melihat Alina sudah selesai merapihkan tasnya. Tapi naas, Arga keduluan. Seorang laki-laki berpostur tubuh tinggi dan bertampang tak kalah ganteng dari Arga, sudah menghampiri Alina duluan. Ternyata itu teman yang Alina maksud? Yang katanya mau pulang bareng? Ah, dia laki-laki yang selalu sibuk mencari perhatian ke Alina kan? “Tuh cowok kenapa sih nempel-nempel mulu sama Alina?” tanya Arga yang mulai geram. “Lah, lo gak tau? Dia kan emang dari dulu suka sama Alina,” jawab Revan yang masih sibuk menggaruk daritadi. “Siapa sih? Gue sering liat mukanya tapi nggak tau siapa namanya.” “Eras Melviano. Senior kita, cuman emang beda jurusan, makanya lo jarang ketemu sama dia. Udah lulus dia, kemaren baru wisudaan. Anaknya pinter. Gue denger katanya sih IPK nya 4.” Arga cuman menyeringai. Oh, jadi ini saingan Arga?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD