Bab.2. Fetting Baju Pengantin.

1339 Words
"Kenapa kalian malah bengong?" tanya Rinjani dengan tatapan malas. "Ah, i-iya. Aku tadi sedikit kesandung. Jempol kakiku agak biru makanya jalannya aneh," jawab Alisya dengan gugup. Rinjani hanya menggeleng karena merasa aneh dengan kelakuan sahabatnya. "Wanita harus tampil perfect makanya dia masih saja menggunakan hells di saat kakinya sakit," sahut Bastian sambil duduk di sofa. "Kemarilah! Makan malam sudah siap, aku sengaja mengundang kalian untuk mencicipi masakanku!" titah Rinjani berlalu ke arah meja makan. "Ya, aku salut padamu karena kamu pintar dalam segala hal," ucap Alesya merasa minder dengan kepintaran Rinjani dalam segala hal. "Jangan khawatir, karena Bastian tidak membutuhkan juru masak, dia butuh pendamping hidup," ucap Rinjani dengan senyum manis. Senyum yang menutupi luka hatinya, tidak ada yang tahu perasaan sesungguhnya. Bahwasanya dia mencintai lelaki yang berparas tampan, lelaki yang menjadi sahabat baiknya sejak remaja. Namun pernyataan cintanya berujung duka dan kecewa karena Bastian memilih Alesya sebagai wanita spesial di hidupnya. "Makanlah yang banyak karena kalian akan disibukkan dengan rencana pernikahanmu," ucap Rinjani menatap bergantian ke arah Alesya dan Bastian. "Aku kalap melahap makanan ini, Jani! Ini benar-benar enak." Alesya memuji masakan sahabatnya. "Kenapa kamu enggak buka restoran saja, menu rumahan seperti ini akan ramai pembeli, Jani!" Bastian menanggapi ucapan calon istrinya. "Mungkin suatu saat nanti, saat aku menemukan partner yang cocok. Untuk saat ini, aku fokus ke butik dulu. Mendesain gaun dan baju lebih menantang untukku," jelas Rinjani. Setelah makan malam selesai, ke tiga orang itu duduk di ruang tamu, menikmati minuman dan beberapa cemilan yang disediakan oleh Rinjani. Mereka juga membahas gaun pengantin yang sudah siap untuk dicoba. "Kapan kalian ada waktu untuk ke butikku?" tanya Rinjani dengan tatapan lembut. "Aku sih pengangguran, pasti ikut saja jadwal Bastian," jawab Alesya dengan cengiran khasnya. "Besok saja gimana?" tanya Bastian sambil mengelus rambut panjang Alesya. Perlakuan yang membuat Rinjani menahan sesak dan gelisah karena tak kuasa melihat kemesraan sahabatnya. 'Apa Bastian sengaja melakukan semua itu di hadapanku?' tanya Rinjani dalam hati. "Aku ambil air dingin dulu ya!" Rinjani memilih pergi ke dapur. Sedangkan Bastian langsung peka kalau tindakannya membuat Rinjani tidak nyaman. "Kalau kalian mau minuman dingin lainnya, ada di kulkas," ucap Rinjani meletakkan botol air dingin di meja dengan dua gelas kosong. "Kami sudah tahu semua barang yang kau simpan, Jani. Diam dan duduk saja, jangan layani kami seperti tamu," ucap Alesya menatap kesal ke arah sahabatnya. Pembicaraan mereka terus berlanjut, terkadang tawa berderai mengisi seluruh ruangan. Rinjani memilih mengubur perasaannya dibanding persahabatan yang sudah lama terjalin hancur. Dia hanya harus ikhlas agar bisa menerima hati yang baru. Tepat jam sepuluh malam, Bastian dan Alesya pamit pulang. Setelah sahabatnya pergi, Rinjani menghela nafas panjang. Seolah menetralkan rasa sakit yang sejak tadi dia tahan. "Sakitnya hati, tapi saat melihat tatapan dan pancaran bahagia dari Bastian, aku tidak tega merusak kebahagiaan yang sudah ada," monolog Rinjani. Tak mau berlarut dengan kesedihannya, Rinjani mulai membereskan semua kekacauan yang ada di mejanya. Tinggal di apartemen sendiri tak membutuhkan asiten rumah. Kecuali seminggu dua kali asiten rumah orang tuanya yang datang untuk membersihkan. Selesai dengan kondisi yang berantakan, Rinjani mulai masuk ke kamar setelah mematikan semua lampu. Wanita itu membersihkan diri dulu sebelum mengistirahatkan tubuhnya. Selang sepuluh menit, Rinjani mulai merebahkan tubuhnya. "Alesya ...! Jika saja kamu tahu, kalau kita mencintai lelaki yang sama? Pasti kamu akan membenciku," ucap Rinjani lirih. Memejamkan mata agar tidur dengan nyenyak, karena esok ada pekerjaan yang menumpuk. Rinjani ingin besok pagi kembali fres. * Siang hari begitu terik, matahari seolah berada tepat di atas kepala. Entah sudah berapa botol air dingin yang Rinjani konsumsi siang ini. Wanita itu tak tahan dengan tenggorokan yang kering akibat cuaca panas hari ini. "Alesya mana nih, katanya mau datang ke butik buat feting baju, kok belum sampai," gumam Rinjani sambil melihat ke ponselnya, siapa tahu ada pesan masuk. Saat tak ada pesan dari sahabatnya atau pun dari Bastian, Rinjani kembali fokus ke pekerjaannya. "Mereka yang mau nikah, tapi malah aku yang sibuk dan kepikiran dengan semua hal printilan pernikahannya," monolog Rinjani sambil menggembungkan pipinya dengan bermain pensil. Tok Tok Tok "Masuk!" Rinjani penasaran dengan siapa yang datang. "Nona, ada pelanggan yang ingin bertemu Anda," ucap manager butik Rinjani. "Kenapa? Apa ada komplain?" tanya Rinjani dengan tenang masih duduk di kursi kebesarannya. Karyawan bernama Esti itu menggeleng, "Dia ingin Anda yang melayani karena ingin tahu detail gaun yang dia beli, Nona!" Hembusan nafas panjang keluar dari bibir Rinjani kemudian dia bangun dari duduknya. "Ayo kita ke sana!" Rinjani berjalan lebih dulu keluar dari ruangannya. Wanita muda berambut sebahu itu harus siap melayani pembeli secara langsung. Mau sebanyak apa pekerjaannya, kalau ada pelanggan ingin dilayani, Rinjani tak pernah mengeluh. Karena kesuksesannya berasal dari baiknya kualitas semua pakaian yang dia jual, dan bagusnya pelayanan di butik Rinjani colection. Senyum ramah langsung tercetak di bibir Rinjani, kala pelanggang seorang ibu-ibu menunggu dengan berbagai model gaun di tangannya. Ada dua karyawan yang membantu memilih gaun yang akan dibeli. "Nona, aku senang karena kamu selalu ada saat aku butuhkan," ucap pelanggang toko. "Apa ada masalah, Nyonya?" Rinjani bertanya dengan sopan. "Aku mau datang ke acara nikahan saudara, mau pikih gaun yang cocok dan pas dengan bentuk tubuhku yang agak gendut, Nona." "Ah, kalau begitu, biar saya pilihkan beberapa, nanti Nyonya coba. Pilih mana yang sekiranya cocok dengan bentuk tubuh Anda." Rinjani mulai memilihkan beberapa gaun kemudian membawa pelanggang itu ke ruang ganti. Saat sedang melayani pelanggan, calon pengantin datang. "Kalian masuk saja ke ruanganku, aku masih ada hal yang harus di selesaikan!" titah Rinjani kepada Bastian dan Alesya. Menit berlalu, akhirnya pelanggan berhasil menemukan gaun yang cocok. Rinjani merasa lega, meski capek, dia mendapat pelanggan setia. Wania cantik itu masuk ke ruangannya. "Maaf, ada pelanggan yang meminta aku turun langsung," ucap Rinjani merasa tidak enak dengan sahabatnya. "Tidak masalah, kami tahu kalau kamu sibuk," jawab Bastian menatap sekilas ke arah Rinjani. "Apa kalian buru-buru?" tanya Rinjani sambil membereskan barang-barang di mejanya. "Lumayan, karena aku akan libur beberapa hari," jawab Bastian. Rinjani mengangguk, tak lama karyawannya datang membawakan minuman untuk sahabatnya. "Minumlah dulu! Gaunnya ada di ruangan sebelah, pasti kamu akan sangat menyukainya, Alesya," ucap Rinjani menatap ke arah sahabatnya dengan binar kebahagiaan. "Ya, karena gaun pernikahan impian kita hampir sama, Rinjani," jawab Alesya. 'Ya, lelaki yang kita cintai pun sama, Alesya!' Rinjani berucap dalam hati. "Ayo, aku penasaran dengan gaun pengantinnya," ucap Bastian membuyarkan lamunan Rinjani. "Baiklah, ayo!" Rinjani berjalan lebih dulu keluar dari ruangannya. Ruangan dibuka, hanya ada dua gaun dan dua setelan jas yang akan digunakan Bastian dan Alesya di pernikahannya. "Wah, cantik banget! Kamu memang keren, Jani!" Alesya tersenyum senang saat mendekat ke arah gaunnya. Gaun putih dengan model indah. Tidak berlengan dan gaun itu punya juntaian panjang di bagian belakang. Bahkan di bagian d**a ada swarozki yang membuat semakin indah. "Coba dulu sana! Kalau ada yang tidak pas, nanti aku benerin!" titah Rinjani melepas gaun pengantin milik Alesya. Alesya dibantu Rinjani memakai gaun pengantin itu. Jantung Rinjani berdebar kencang menahan rasa tak terima dengan nasib baik sahabatnya. Namun dia juga tak bisa menyalahkan takdir. Maka, Rinjani memilih diam, membalut luka sendirian dan menenangkan hatinya yang pasti hancur. "Kamu cantik, Alesya! Pantas saja Bastian tergila-gila padamu!" Rinjani memuji sahabatnya dengan tulus. "Kamu juga cantik, Jani. Semoga setelah aku menikah, kamu segera bertemu dengan jodohmu," jawab Alesya. Rinjani hanya mengaminkan saja. Setelah selesai, ke dua wanita itu keluar dari ruang ganti. "Gimana, Sayang?" tanya Alesya mengagetkan Bastian yang asik dengan ponselnya. Bastian menatap calon istrinya tanpa kedip, sedangkan Rinjani memilih meneliti mana saja yang harus diperbaiki. "Kamu cantik, Sayang. Tambah anggun memakai gaun itu," jawab Bastian. "Gimana menurutmu, Alesya? Apa ada yang tidak pas, dan kurang saat kamu pakai?" tanya Rinjani menatap lekat sahabatnya. "Bagian ketiak agak kendor dikit, Jani. Sama bagian d**a di tutup aja deh!" Alesya mengutarakan ketidak nyamanannya pada gaun pengantin itu. "Baiklah. Sore ini aku perbaiki. Setelah selesai, aku kirim ke rumah kalian masing-masing," ucap Rinjani. "Tunggu Jani, kenapa tidak kamu coba dulu gaunku, jadi kamu lebih yakin bagian mana yang harus di perbaiki?" Alesya menghentikan langkah sahabatnya. "A-apa, maksud kamu, Sayang?" tanya Bastian merasa aneh dengan ucapan calon istrinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD