Bab 2

1016 Words
Esok harinya Maya mulai menjalani aktivitas sebagai penjual es buah. Karena belum ada yang menjual minuman sejenis itu di kampungnya, hari ini es bikinan Maya laris manis. Tidak sampai sore semuanya terjual habis. Selain itu juga Maya hanya membuatnya dalam porsi yang sedikit. "Wah,laris ya, May. Kamu harus belanja lagi supaya besok bisa jualan lagi. Kasihan kan yang tadi enggak kebagian," kata Emak sambil mengulek sambal rujak. Maya menghitung uang sambil tersenyum. "Iya, Mak. Ini Maya catet dulu yang mau dibeli apa aja. Takutnya lupa." "Ya udah..." "Emak ada mau nitip enggak, sore nanti Maya mau ke pasar." Emak mengintip persediaan buahnya yang juga sudah tinggal sedikit."Ya udah nitip buah buat rujak ya. Udah mau habis juga tuh." "Iya, Mak." Maya mencatat semua yang akan dibelinya. Setelah itu ia tidur siang karena kecapekan. Maya terbangun, ia melirik jam menunjukkan pukul setengah empat. Matahari terlihat masih bersinar. Hari ini cuaca memang sedang panas. Pantas saja esnya laris terjual dalam sekejap. Ia segera mandi karena harus ke pasar. Dengan stelan casual, Maya melenggang ke pasar. Ia kembali menghampiri penjual buah yaitu Reno. Pria itu tampak sedang duduk santai memegang ponselnya. "Om...,"panggil Maya saat ia sudah tiba di depan toko Reno. Reno melirik sekilas."iya?" "Jutek banget, sih, Om." Maya berusaha tersenyum ramah, memasang tampang manusia tidak berdosa. Para pekerja Reno yang sedang memindahkan buah dari mobil pick up ke gudang bertukar pandang. Mereka cekikikan. Maya memasang tampang manis."Bibir dikulum minumnya soda. Assalamualaikum, Om Duda!" Para pekerja Reno semakin cekikikan. Tapi, mereka tidak berani memandang bos mereka. "Waalaikumsalam." Reno berdiri di hadapan Maya."Ada apa?" "Ada Maya yang cantik jelita mau beli buah, Om,"kata Maya. "Beli buah apa, Mbak Maya yang cantik?" "Jangan panggil Mbak, dong, om. Maya ini masih muda. Panggil Maya aja.” “Kamu boleh protes, saya enggak,” kata Reno lagi. Maya mengabaikan keluhan Reno barusan. ”Ini,Om, yang mau Maya beli. Maya udah catat semuanya. Biar Om enggak kebingungan dengar omongan Maya." Maya menyerahkan catatan belanjaannya pada Reno. Reno mengangguk-angguk."Wah banyak banget. Dagangannya laris ya?" "Om kok tahu Maya dagang?" "Lah kemarin kan ngobrol sama Bu Odah katanya jualan es buah atau sop buah gitu," balas Reno sambil menimbang buah apel. "Oh iya, hari ini dagangan Maya habis. Laris manis." "Oh, berarti enak dong ya?" "Enak dong, Om. Sesekali main lah ke warungnya Maya. Beli....” Maya mulai berpromosi. Reno tertawa kecil."Kalau minta gratis boleh enggak?" "Boleh...tapi, Om Duda harus gratisin juga buahnya." Maya tertawa renyah. "Kenapa mesti Om Duda sih manggilnya. Okelah boleh panggil Om, tapi enggak pakai Duda." Reno memperingatkan gadis itu seperti sedang mengingatkan anak kecil. "Lah kan Om memang duda, ya Maya panggil Duda lah." “Iya deh iya.” Reno menggaruk-garuk kepalanya. Ia melengkapi pesenan Maya dengan cepat. Kepalanya mulai pusing mendengar celotehan Maya. "Ini sudah semuanya. Sembilan puluh ribu." Reno menyerahkan kantongan plastik yang penuh dengan buah-buahan pesanan Maya. Maya menyerahkan uang pas."Ibu asih lagi naik kuda!" "Cakep!" ucap pekerja Reno. "Terima kasih, Om Duda,"lanjut Maya sambil melangkah pergi. Reno langsung tercengang. "Sa...ma...sama...." "Bang, besok-besok kalau Maya berpantun, bilang cakep kayak tadi ya,"kata Maya saat melewati pekerja-pekerja itu. "Siap, Mbak!" Reno menggaruk kepalanya yang tak gatal melihat tingkah laku Maya yang absurd itu. Siang ini cuaca begitu panas. Reno dan tiga orang pekerjanya duduk di toko sambil menunggu pembeli. Pasar juga sudah sepi. Biasanya akan ramai kembali kalau hari sudah sore. "Panas banget dah." Paijo mengibaskan kaus yang kenakan. "Iya, makan yang seger-seger enak,nih,"balas Jupri. Reno terkekeh."Ya itu ambil aja buah di gudang,seger-seger." "Ya bos...haus. Butuh yang seger-seger kayak air es gitu." Jupri memberi kode agar Bosnya itu membelikan minuman untuk mereka. Reno memang bukan orang yang pelit apalagi pada orang yang bekerja padanya. Reno merogoh kantongnya, mengambil uang dan menyodorkan pada mereka."Nih, sana beli. Beliin juga buat saya ya." "Wah, terima kasih, Bos...bos memang paling pengertian dah," kata Trisno. Paijo teringat sesuatu, lalu ia menepuk pundaknya Trisno."No, beli Sop buah yuk di tempatnya Mbak Maya." Trisno tampak berpikir."Mbak Maya...Mbak Maya yang kecengannya si Bos?" "Enak aja kecengan saya," balas Reno tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel. "Itu loh, Mbak Maya yang suka godain Bos. Ayo kita beli di sana. Pengen ngerasain gimana enaknya." Paijo memberi kode pada Trisno agar menemaninya ke rumah Maya. Sementara Jupri tinggal di toko, menemani Reno yang sedari tadi banyak diam. "Bos...sepet amat tuh muka. Banyak masalah, Bos?" Reno tersenyum, kemudian menyimpan ponsel di kantong celananya."Iya begitulah, Pri. Mantan bini ternyata udah lama nikah lagi." Jupri terkekeh."Jadi, belum bisa move on nih ceritanya, Bos?" "Bukan...cuma, dia aja udah nikah. Saya masih sendiri, Pri." Reno tersenyum getir seolah sedang mengasihani dirinya sendiri. "Ya, Bos...namanya jodoh masing-masing beda waktunya. Sabar aja, Bos," kata Jupri sok bijak. Ia mengipas-ngipas badannya dengan kardus bekas untuk mengurangi rasa panas. "Aku udah lupa gimana rasanya punya bini,Jup,"kata Reno lagi. Ia mengingat-ingat masa dimana ia dan mantan isterinya itu menikah. Rasanya sudah lama sekali. Waktu itu ia dan sang mantan isteri menikah di usia muda. Kurang matangnya pemikiran mereka berdua membuat rumah tangga itu dipenuhi dengan cekcok. Tidak kunjung hadirnya sang buah hati juga semakin membuat hubungan mereka menjauh dan akhirnya memutuskan untuk berpisah. Sekarang, mantan isteri Reno itu sudah menemukan belahan jiwanya. Sekarang pun Reno mulai berpikir untuk mencari pasangan. Tapi, ia belum menemukan ketertarikan pada wanita. Bagi Reno, wanita itu menyebalkan, bikin hidupnya ribet karena memiliki aturan yang sulit ia mengerti, ditambah lagi harus selalu diprioritaskan. Ia jadi tidak bisa menikmati waktunya sendiri. Oleh karena itu, setelah bercerai ia tidak berkeinginan menikah lagi. Tapi, seiring berjalannya waktu dan usianya yang semakin tua, Reno mulai menyadari bahwa ia membutuhkan wanita di sisinya. Namun, sampai sekarang ia belum menemukan belahan jiwanya. "Bos...jangan sedih bos. Di kampung ini banyak banget janda-janda muda. Masih mulus dan cantik. Nanti saya Carikan untuk Bos," kata Jupri menghibur Reno. Reno menggeleng."Yang masih perawan dong, Jup." Jupri terkekeh.Wah, yang bener bos? Maunya yang perawan? Ngeri...ngeri. Gampang deh di kampung ini juga banyak gadis-gadis perawan, Bos." Reno tertawa."Bisa aja, Jup." "Assalamualaikum!" Suara melengking itu mengagetkan mereka berdua. "Ya ampun, Neng. Bikin kaget. Cakep-cakep suaranya kenceng bener." Jupri mengusap dadanya. Maya tertawa tanpa merasa bersalah."Halo, Om Duda. Mau beli buah."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD