0.2. Bisma Wiryawan

1590 Words
Jika ada yang bertanya, bagaimana rasanya memiliki seorang istri yang bersifat superiority complex? Maka, Bisma Wiryawan akan menjawab kalau rasanya sangat melelahkan secara mental, jujur saja. Karena harus merasakan hidup bersama orang angkuh yang selalu menganggap dirinya benar dan tidak mau mendengarkan pendapat orang lain, bahkan suami sendiri sekalipun. Selama bertahun-tahun, Bisma harus bersabar hidup berdampingan dengan istrinya yang bersifat seperti itu. Sungguh Bisma tahu, bukan salah istrinya karena punya sifat supriority complex seperti itu. Bukan maunya. Hanya saja, ada kalanya semua sifat dan sikap yang dimiliki oleh istrinya membuat Bisma sakit hati dan merasa tidak berguna. Hingga pada akhirnya ia merasa jika pernikahannya sudah tidak baik-baik saja dan Bisma tidak tahu apakah perasaan cintanya kepada sang istri masih ada atau tidak. Yang pasti, perasaannya sudah tidak seperti dulu ketika di hati dan pikirannya hanya ada sang istri. Sekarang, pulang ke rumah terasa tidak menyenangkan lagi bagi Bisma. Sebab setiap kali bertemu dengan istrinya, mereka hanya akan ribut karena banyak hal. Seringnya karena sang istri merasa tidak puas pada apa saja yang dilakukan oleh Bisma. Sampai-sampai dalam satu bulan, bisa dihitung dengan jari berapa kali mereka bisa akur antara satu sama lain tanpa adanya cek-cok selama lebih dari dua puluh empat jam. "Mas, kenapa income perusahaan bulan ini bisa defisit lagi sih? Sebelum kamu yang sepenuhnya urus perusahaan kita nggak pernah tuh defisit. Bahkan kamu belum pernah berhasil dapat income yang lebih bahkan setara sama income tertinggi yang pernah perusahaan kita dapet waktu aku yang masih urus semuanya sendiri. Kamu kerja becus nggak sih?!" Siapa sih yang tidak sakit hati jika sudah diserang begitu saat baru pulang usai seharian bekerja? Rasanya tidak ada. Bisma pun sakit hati karena kata-kata istrinya. Padahal yang diinginkannya hanya lah istirahat dan mendapat perlakuan yang baik dari istrinya sendiri. "Aku kan udah jelasin ke kamu, bulan ini aku ada investasi untuk ngembangin salah satu proyek baru. Bulan depan hasilnya bakal kelihatan jelas dan-" "Ck. Udah dibilangin aku nggak setuju sama investasi itu, kenapa kamu masih kamu lakuin?" "Karena hasil rapat dewan direksi udah setuju buat investasi. Kamu datang sendiri kan ke rapatnya? Dan kamu tau kalau suara yang nggak setuju kalah." "Bodoh semua." Bisma hanya bisa menghela napas panjang, berusaha untuk mengendalikan emosinya sendiri agar tidak meledak. Sekesal-kesalnya Bisma pada sang istri, ia tidak ingin marah sehingga situasi di antara mereka semakin memburuk. Sehingga Bisma hanya bisa menahan diri dan sebisa mungkin bersabar. "Pokoknya awas aja ya, Mas. Aku nggak mau tau, bulan depan udah harus ada peningkatan, atau aku mau megang kendali lagi di perusahaan. Kamu masih ingat kan kalau di perusahaan ini, aku yang megang saham paling besar?" "Iya." "You have to work better. Jangan malu-maluin aku karena aku nggak mau lagi keluargaku ngerasa aku salah pilih karena udah nikah sama kamu." Usai mengatakannya, sang istri berlalu pergi masuk ke dalam kamar mereka, meninggalkan Bisma yang masih berada di ruang tamu dengan pikiran rumit dan emosi yang menumpuk di hati. Ayu, istrinya, selalu saja seperti itu. Mencerca Bisma setiap kali dirinya merasa tidak puas atas apa yang dilakukan oleh Bisma. Dirinya selalu saja berkata seolah menunjukkan bahwa Bisma tidak becus dan Bisma tidak lebih baik darinya. Bisma tahu, mereka memang berasal dari keluarga yang berbeda. Ayu berasal dari keluarga kaya raya sementara Bisma berasal dari keluarga biasa saja. Hubungan mereka pun sempat tidak disetujui oleh keluarga Ayu, namun mereka bersikeras untuk menikah dengan syarat Bisma berjanji agar membuat dirinya sukses. Dan Bisma bisa membuktikan itu. Dirinya sukses mengurus perusahaan propertinya dan berhasil mendapatkan pendapatan yang fantastis hanya dalam kurun waktu beberapa tahun saja. Meskipun awalnya perusahaan itu dimodali oleh Ayu dan hingga sekarang Ayu pun memegang saham paling besar di perusahaan itu, namun hampir sepenuhnya semua Bisma yang mengurus lewat kerja kerasnya hingga perusahaan mereka bisa sebesar sekarang. Bahkan dengan hasil kerja kerasnya, Bisma sudah berhasil mengembalikan modal Ayu berkali-kali lipat. Namun, beberapa tahun belakangan Ayu tidak pernah merasa puas dengan Bisma dan selalu menganggap suaminya itu memiliki kesalahan di beberapa tempat. Tidak hanya dalam urusan pekerjaan, tapi juga dalam hal lainnya. Dan tidak jarang, sikap Ayu yang seperti itu membuat Bisma sakit hati dan muak. Bisma merasa telah kehilangan istrinya yang dulu bisa membuatnya jatuh cinta tidak hanya karena kecantikannya, tapi juga karena kebaikan dan kelembutan hatinya. Tapi sekarang Ayu justru berubah seperti orang lain yang tidak dikenal Bisma sebelumnya. Angkuh dan merasa paling benar, dua poin itu ada pada diri Ayu yang sekarang. Bahkan, Ayu tidak pernah lagi menjadi sosok istri yang manis, pun tidak pernah lagi melayani Bisma dengan baik. Bahkan sesimpel memasakkan makanan untuk Bisma pun sudah sangat jarang dilakukannya. Bisma tahu, perubahan Ayu itu disebabkan oleh sebuah insiden yang terjadi di antara keluarga mereka beberapa tahun lalu. Insiden yang melibatkan anak sulung mereka dan membuat Ayu menyalahkan Bisma karena itu. Setelah insiden tersebut, Ayu tidak pernah sama lagi, begitu pun dengan rumah tangga mereka. Tempat yang selalu dituju oleh Bisma setiap kali dirinya habis ribut dengan Ayu adalah kamar anak-anaknya. Selama beberapa waktu dirinya akan berdiam disana, memilih memerhatikan anak-anaknya yang tertidur untuk membuat perasaannya lebih baik, sekaligus untuk mengingatkan dirinya sendiri bahwa ada mereka sehingga Bisma harus kuat. Bisma mengusap kepala Rafa, putra sulungnya yang berusia dua belas tahun dan kini sedang tertidur pulas. "Maaf ya," gumam Bisma. Selalu itu yang diucapkannya. Bisma meminta maaf karena entah sampai kapan dirinya bisa kuat mempertahankan rumah tangga yang sudah sangat goyah ini. Dan kalau sampai pada akhirnya rumah tangga ini berakhir, dua anaknya akan jadi yang paling bersedih. *** Setelah rumah tidak lagi terasa sepenuhnya seperti rumah dan istri yang sebelumnya memberi kehangatan tidak lagi memberikan apa yang diinginkan dan dibutuhkannya dengan baik, salahkah jika Bisma mencari sesuatu yang diinginkan dan dibutuhkannya di tempat lain? Bisma merasa bersalah dan berdosa karena telah menemukan kebahagiaan barunya di tempat lain, pada orang lain yang tidak seharusnya ada dalam hidupnya. Hanya saja, setelah semua kepenatan yang dirasakannya selama beberapa tahun belakangan, bertemu dengan orang itu rasanya seperti bertemu dengan sebuah oase setelah dirinya telah berminggu-minggu terdampar di gurun pasir yang panas. Namanya Shannon Gracia Paramartha, tapi semua orang memanggilnya Shasha. Perempuan itu tiga belas tahun lebih muda dari Bisma dan memiliki kepribadian yang menurut Bisma menyenangkan, meski katanya tidak semua orang bisa menyukainya. Tapi, Bisma suka padanya, bahkan sejak kali pertama mereka bertemu. Pertemuan mereka sendiri terjadi di Surabaya, saat waktu itu Bisma sedang pergi kesana untuk mengurusi pekerjaannya. Tempat pertemuan mereka adalah sebuah kelab malam yang ada di hotel dimana Bisma sedang menginap. Kala itu Bisma sedang bersama rekan kerjanya dari kota tersebut, sementara Shasha bersama teman-temannya. Rekan kerja Bisma mengenal rombongan Shasha sehingga dirinya pun ikut mengenalkan Bisma pada mereka. Sedari awal berkenalan, Shasha lah yang paling terlihat menarik di mata Bisma. Bukan hanya karena dirinya sangat cantik, tapi juga karena aura menyenangkan yang terpancar pada dirinya. Malam itu mereka berbincang cukup banyak, hingga merencanakan agenda jalan-jalan keesokan harinya. Bisma sendiri tidak mengerti apa yang terjadi, namun ia tidak ingin hanya bertemu Shasha malam itu. Keesokan harinya, Bisma yang seharusnya pulang pun jadi memperpanjang tinggalnya di Surabaya selama dua hari. Dan dua hari itu dihabiskannya bersama Shasha. Semua mereka hanya jalan-jalan biasa, tapi di malam terakhir, mereka melakukan lebih dari itu. Entah karena terbawa suasana atau memang karena sama-sama ingin, semuanya terjadi begitu saja. Bisma ingat sekali pertama kali mereka berciuman dan berciuman. Rasanya sungguh memuaskan, seolah Bisma baru saja mendapatkan sesuatu yang sudah lama sekali tidak didapatkannya. Dan Shasha memberikan itu dengan sangat baik. "Kamu membuat saya jadi menginginkan kamu, Shasha." Bisma berujar kepada Shasha malam itu, yang jika dipikir-pikir sungguh di luar akal sehat. Bisma seolah lupa kalau dirinya sudah punya istri dan dua orang anak. Bersama Shasha, ia lupa dengan mereka dan memilih untuk menjadi egois guna membahagiakan dirinya sendiri. Kala itu Shasha tertawa saja. "Jangan bilang gitu, entar jadi beneran ingin." "Kalau beneran ingin gimana?" "Emangnya kamu mau main belakang di istri kamu?" Bisma tertegun sebentar memikirkannya. Apa dia mau? Well, entahlah. Hanya saja, bersama dengan Shasha sungguh membuatnya bahagia dan berhasil menghilangkan kepenatannya. Dan lagipula, Bisma sangsi jika Ayu masih peduli atas apa yang dilakukannya. Toh, pernikahan mereka juga sudah goyah dan gampang menebak jika mereka bertahan hanya karena alasan anak. Jadi, Bisma hanya mengangguk. Bersikap sangat impulsif tanpa benar-benar berpikir panjang apa konsekuensi yang akan didapatnya nanti. "Kalau kamu ketemu saya lagi dan menghabiskan waktu sama saya seperti ini lagi ke depannya, then it's okay." Bisma ingin kembali bertemu dengan Shasha lagi, yang dalam artian lain, ia akan berselingkuh dari istrinya. Dan sejak saat itu, mereka jadi sering saling menemui, setidaknya dua minggu sekali. Entah itu Bisma yang datang menemui Shasha ke Surabaya saat perempuan itu tidak bisa pergi kemana-mana karena urusan kuliahnya, kadang juga Shasha yang menghampiri Bisma di Jakarta ketika dirinya sedang pulang karena libur kuliah, dan terkadang juga mereka pergi ke luar negeri. Setiap kali menghabiskan waktu bersama Shasha, alasan yang diberikan Bisma kepada Ayu selalu sama. Urusan pekerjaan, katanya. Entah itu meeting, survey lokasi, atau bertemu investor. Syukurnya, Ayu selalu percaya dan itu tadi, Ayu terlihat tidak terlalu peduli sehingga rahasia Bisma aman. "Aku pulang dulu, ya?" Setiap kali Bisma hendak pulang setelah menghabiskan waktu bersama Shasha, ia merasa sangat berat. Dan ia pun bisa melihat jika Shasha juga begitu. Mereka pasti akan berpelukan dan berciuman untuk waktu yang lama sebelum berpamitan. "See you when I see you, Mas." "See you when I see you too, Shasha." "I love you." "I love you too." Dan menjawab pernyataan cinta Shasha tidak pernah terasa berat sama sekali di lidah Bisma. Padahal ia sendiri tidak yakin apakah perasaan yang dirasakannya terhadap Shasha benar-benar cinta atau bukan. Karena dalam perjalanan pulangnya ke rumah setelah bertemu Shasha, selalu saja ada pikiran tentang istrinya. Andai saja Ayu bisa memperlakukannya sebaik Shasha... Andai saja Ayu bisa bersikap manis lagi padanya Andai saja Ayu tidak berubah... Dan masih banyak andai-andai lainnya tentang Lituhayu Ardani Wiryawan, yang ternyata belum benar-benar enyah dari hati dan pikiran Bisma.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD