Dua Tahun Kemudian

1250 Words
Dua tahun kemudian. Seorang lelaki menatap wanita muda yang saat ini tengah terbaring di atas sofa ruang kerja miliknya dengan penampilan yang berantakan. Kancing-kancing kemejanya terbuka menampakkan aset di baliknya tanpa penutup lagi. Rok spannya tertarik ke atas menyuguhkan pemandangan area pribadinya. Celana dalam dan bra miliknya telah terkoyak mengenaskan dan teronggok di bawah lantai. Rambut hitam legam wanita itu tergerai bak penggoda sejati. Lipstik merah meronanya telah pudar karena aktifitas yang baru saja ia lakukan. Bibirnya bengkak seperti w************n. Wajahnya yang memiliki sentuhan belanda tampak memikat. Tetapi entah kenapa, pesona wanita itu berhenti di penampilan fisiknya saja. Tak ada apa pun di baliknya sama sekali. "Pergilah, Jaselyn! lu udah nggak dibutuhkan!" Titah Kellan sinis. Dia membenarkan kemeja kerja yang baru saja ia kenakan dan berjalan santai menuju toilet pribadi miliknya di ujung ruangan. "Lu ngusir gue?" Wajah Jaselyn merona tak terima. Wanita itu sudah rela menghabiskan waktu kerjanya hingga malam hanya untuk menemani jam kerja Kellan yang luar biasa tak masuk akal. Setelah ia berhasil mendapatkan hadiah dari kerja kerasnya berupa aktifitas kilat antara sekretaris dan bosnya di ruang kerja, kini Kellan dengan santainya mengusir dirinya. Mengusirnya. Jaselyn harus menggaris bawahi kata itu agar merasuk ke dalam otaknya yang mulai macet. Demi Kellan, dia sudah merendahkan nilainya ke titik terendah. Merelakan dirinya menjadi salah satu wanita koleksi Mr. Bos yang arogan, merelakan namanya dijadikan label taklukkan Kellan yang luar biasa tak terhitung, merelakan waktu dan kesabarannya demi memiliki sedikit moment bersama Kellan. Nyatanya, setelah semua yang ia lakukan, tetap saja di mata Kellan Jaselyn tak memiliki nama sama sekali. Setelah ia menyerahkan diri pada Kellan di setiap kesempatan, bukan romantisme yang ia dapatkan, tetapi penghakiman sadis dari tatapan kejamnya. Seolah-olah dua menit yang lalu Jeslyn bukan pasangannya, melainkan musuh bebuyutan yang perlu disingkirkan. "Apa perlu gue definisikan apa arti pergi dari kamus besar bahasa indonesia?" Kellan menoleh ke belakang, menatap Jaselyn yang masih belum bergerak sama sekali dari posisi terakhirnya. "Sebenarnya, apa arti gue bagi lu?" "Sekretaris yang cukup lancang untuk menggoda bos dan bersikap melewati batas di luar jam kerja," sahut Kellan tak peduli sebelum akhirnya masuk ke dalam bilik toilet khusus. Tidak ia dengar sumpah serapah yang dilontarkan Jaselyn seiring kepergian wanita itu. Baginya, wanita tak lagi menarik setelah ia menggunakannya. Di luar ruangan, Jaselyn berjalan cepat menuju lapangan lantai dasar. Dia merapikan kemejanya yang masih acak-acakan bekas percintaan dan membenarkan rambutnya yang berantakan dengan jari-jemari. Sialan Kellan. Di mata lelaki itu, nilai Jaselyn sama sekali tak ada. Dia telah delapan belas bulan menjadi sekretarisnya, bekerja di luar normal seperti robot dan menyerahkan segalanya. Nyatanya, hasilnya zonk. Ada banyak wanita selain Jaselyn yang menghangatkan ranjang Kellan. Ada banyak model dan jenis kaum hawa yang Kellan cecap. Satu wanita tidak akan mempengaruhi hidupnya. "Huh! Harusnya gue dengerin saran temen-temen. Ngarepin Kellan sama bodohnya dengan ngarepin Ramesses." Jaselyn bermonolog sendiri di dalam lift yang membawanya ke lantai dasar. PT. Diamond Group, Tbk. merupakan sebuah perusahaan berbasis properti yang digerakkan Kellan dan berpusat di Menteng, Jakarta. Untuk menjalankan bisnis ini, Kellan menggunakan salah satu gedung yang menjadi propertinya sebagai kantor utama. Lantai dua belas hingga lima belas menjadi kantor miliknya. Sementara dua puluh satu lantai lainnya Kellan sewakan pada banyak perusahaan dengan harga yang fantastis. Jaselyn sebenarnya sudah nyaman bekerja di kantor ini. Tetapi tampaknya hubungannya dengan Kellan semakin rumit dan mustahil ia kembali pada situasi awal seperti sebelum semuanya terjadi. Jadi, jika satu bulan ini hubungannya dengan Kellan tak ada perkembangan, sepertinya ia harus mulai mengambil langkah mundur. Mungkin, ia bisa meminta agar dimutasi ke divisi lain. Keuangan misalnya. Di sana, setidaknya Jaselyn lebih bisa dihargai. Menjadi wanitanya Kellan. Sebuah kutukan sekaligus anugerah. Kutukan karena seorang player sepertinya tidak akan mungkin mengerti arti kata menghargai. Anugerah karena meski hanya sekejap bersama, moment itu mampu memberi pengalaman dan kebanggaan sejati bagi wanita seperti Jaselyn. Baiklah. Jaselyn harus mulai menyiapkan mentalnya menerima semua kemungkinan terburuk mulai sekarang. … Kellan menatap keluar melalui jendela besar dari ruang kantornya. Jam sudah menunjukkan pukul 22.11 WIB. Jakarta masih hidup dengan semua hiruk pikuk yang terjadi. Jalanan masih terlihat ramai dengan kendaraan yang berlalu lalang di jalan utama. Kota ini seolah tak pernah mati ditelan oleh keadaan. Ibu kota. Menanggung nasib banyak jiwa yang terlanjur bergantung. Seperti jantung yang berfungsi memompa darah, tempat ini berdetak setiap detik tanpa kenal lelah. Menjadi pusat bagi semua aktifitas. Di usianya yang menginjak dua puluh delapan tahun, hidupnya masih terasa hampa. Semua jenis kenikmatan telah ia cecap. Dari hal kuliner, tempat liburan, hingga wanita. Semakin dieksplor, semakin semua itu kehilangan nilainya. Apa yang tadinya menarik, berubah menjadi hambar. Apa yang tadinya menggoda, berubah menjadi hal yang samar. Hingga di titik tertentu, Kellan merasa kejenuhan tersebut berada di titik paling tinggi. Semua yang ada di sekelilingnya kehilangan arti. Uang, kedudukan, wanita, teman, segalanya. Hidup itu seperti sebuah perjalanan. Semuanya memiliki dahaga tersendiri. Saat seseorang mendapatkan apa yang ia minta, semakin lama hal itu tak lagi ia butuhkan. Lucu sebenarnya. Tetapi itulah fakta. Kellan berjalan gontai meninggalkan kantor. Dia menyambar ponsel yang ia letakkan di atas meja dan mencoba menghubungi seseorang. "Halo, Reno?" tanyanya membuka obrolan pada orang di seberang sana. "Halo, Bro. Gimana?" Reno, salah satu teman yang memiliki gaya hidup sama dengan Kellan menyapa dengan suara berat khas miliknya. "Lu ada kenalan wanita cantik yang bisa direkomendasiin ke gue malam ini?"tanya Kellan langsung menuju topik utama. Reno adalah teman yang telah mengetahui semua sisi Kellan, tanpa kecuali. Di antara mereka berdua, sudah tak ada lagi rahasia. "Emh … ada beberapa sih. Suka yang lokal apa blasteran?" Bak sales ternama, Reno menawarkan produk andalannya. Dia memiliki koneksi yang cukup bagus dengan banyak mami di wilayah Jabodetabek. Mudah bagi Reno mencari apa yang Kellan mau. Sementara Kellan, justru sebaliknya. Dia enggan berurusan dengan para mami. Lebih mudah baginya mengutarakan keinginannya pada Reno. "Terserah. Kirim ke apart gue malam ini, ya! Gue otewe balik sekarang!" Kellan menekan tombol reject. Langkahnya semakin cepat menyusuri lorong kantor yang kini sepi. Hanya ada beberapa security yang melakukan piket dan secara berkala mengecek keadaan di setiap ruangan. Wajah Kellan yang tegas semakin berkerut samar. Membiarkan sisi-sisinya menampakkan ekspresi malas. Dia butuh pelampiasan. Dia butuh wanita untuk tetap menghangatkan ranjangnya. Sayangnya, sebanyak apa pun wanita itu, tak lagi mempengaruhi jiwanya yang telah lama hampa. Tepatnya, semenjak dua tahun lalu ia kehilangan jejak wanitanya yang bernama Violin. Violin. Nama itu masih saja menimbulkan suatu reaksi tersendiri baginya. Ada bagian jiwanya yang masih menuntut untuk mencari tahu kabar tentang wanita itu. Violin adalah satu-satunya wanita yang berani meninggalkannya tanpa kata sama sekali. Wanita yang tiba-tiba lenyap dari sisi ranjangnya di suatu pagi tanpa penjelasan apa pun. Keberadaannya semakin hari semakin samar. Sampai-sampai Kellan heran sendiri apakah kebersamaan mereka merupakan realita atau hanya delusi sesaat. Dua tahun dia telah mencarinya ke semua tempat secara acak. Sosok itu seperti hilang ditelan bumi. Bahkan, bayangannya ikut hilang tanpa jejak. Miris memang. Selama Kellan berhubungan dengan Violin, dia tak terlalu tahu latar belakang wanita itu. Akibatnya, informasi yang ia miliki sangat terbatas. Membuat ruang geraknya dalam melakukan pencarian terkendala oleh banyak hal. Mata Kellan semakin menyipit tak menyenangkan. Dia paling benci ditinggalkan begitu saja tanpa alasan. Violin bukan hanya melukai egonya. Dia melukai harga diri Kellan lebih besar dari pada yang Kellan akui. Jika saatnya nanti telah tiba, jika waktu mengijinkan mereka kembali bersinggungan, akan ia buat Violin mendapatkan konsekuensi karena berani mempermainkan egonya. Mempermainkan sesuatu yang tak pernah berani disentuh oleh orang lain selama ini. Mari kita lihat. Nasib akan berpihak pada siapa. …
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD