Sapaan dan Perintah

1246 Words
Tok Tok Tok     Terdengar suara ketukan pintu Kayhan, lantas ia pun menjawab “Masuk”, tak lama kemudian muncullah sosok Reina berjalan memasuki ruangan itu dan berdiri tepat di tengah-tengah ruangan, masih lumayan jauh dari tempat Kayhan duduk. Ditatap seintens itu oleh atasannya, Reina pun lebih memilih untuk menundukan pandangannya, rasanya ia masih belum siap untuk kembali bertatapan dengan mata itu.     “Apa kabar Reina?“ akhirnya Kayhan memecahkan kesunyian yang sempat terjadi diantara mereka “Kabar saya baik pak” jawab Reina, yang memilih untuk bersikap sopan karna bagaimanapun saat ini Kayhan adalah atasannya. Tanpa Reina sadari jawabannya itu diartikan lain oleh Kayhan membuat benang kusut diantara hubungan mereka menjadi semakin rumit. “Sudah lama bekerja disini?” tanyanya lagi. “Baru tujuh bulan pak” jawab Reina yang masih memilih untuk melihat papan nama yang tertera di meja itu ketimbang bertatapan langsung dengan sang pemilik mata itu.     Melihat ekspresi Reina, pada akhirnya Kayhan pun mengikuti alur yang dibuat oleh gadis itu, dengan tegas Kayhan berkata “saya lihat dari hasil laporan kamu di rapat tadi cukup bagus, oleh karena itu saya ingin kamu mewakili divisi kamu untuk bergabung dengan proyek baru kita di Surabaya”. Perintah itu cukup mampu membuat Reina terkejut hingga menengadahkan pandangannya dan tatapannya bertemu langsung dengan manik mata sang CEO. Ada ragam rasa yang bercampur hingga Reina sendiri tak tau mana rasa dominan. Tapi sebelum suasana membawa mereka pada situasi yang tidak diinginkan, ia buru-buru menguasai diri dan mencerna kembali perintah yang tadi sempat diucapkan Kayhan.     “Maaf pak, dengan tidak mengurangi rasa hormat saya, saya tidak bisa menerimanya. Saya rasa masih ada banyak karyawan lain dari divisi kami yang lebih kompeten dan berpengalaman untuk menangani proyek besar di Surabaya. Saya masih termasuk karyawan baru yang minim pengalaman pak” ujar Reina, ia bukannya tidak percaya dengan kemampuannya sendiri, hanya saja kalau ia terlibat dalam proyek tersebut maka intensitas ia bertemu dengan Kayhan akan lebih sering, tentunya untuk saat ini hal itu akan ia hindari.     Mendengar jawaban itu Kayhan mengeraskan rahangnya sambil berkata “Ini bukan permintaan, tapi perintah. Dan saya tidak suka dibantah” Reina sadari ada nada dingin dalam kalimat itu. Hingga ia sadar kalau posisinya saat ini adalah sebagai bawahan yang tentu saja tidak punya kuasa untuk menolak tugas dari sang CEO. Lalu dengan sedikit keraguan akhirnya Reina pun menjawab “Baik pak kalau memang itu perintah saya terima”. Setelah menarik nafas sejenak ia pun kembali berucap “Saya berharap kinerja saya di proyek nanti tidak akan mengecewakan perusahaan” “Kalau tidak ada hal lain lagi saya permisi pak”. Tanpa menunggu jawaban sang atasan, Reina segera membungkukkan sedikit badannya lalu berbalik dan melangkah menuju pintu keluar.     Tepat setelah pintu ditutup dari luar, Kayhan pun menghembuskan nafasnya dengan kasar. Sungguh ia sama sekali tidak ingin bersikap demikian pada Reina. Awalnya ia hanya ingin tau saja bagaimana reaksi Reina atas sikap nya yang sedikit arogan sebagai atasan. Tapi sungguh respon Reina diluar dugaannya. Gadis itu tidak lagi seperti dulu yang akan mendebat siapa saja yang bertindak arogan dan memaksakan kehendak padanya. Sepertinya banyak hal yang merubah diri Reina selama ia tidak ada disampingnya. Tapi ia senang karena masih ada satu hal yang tidak berubah dari gadis itu. Kayhan pun tersenyum mengingat kejadian tadi saat manik mata mereka bertemu. Meski hanya beberapa detik ia mampu melihat beragam emosi dari mata itu. Nana nya memang masih tidak pandai dalam menutupi emosinya dan Kayhan masih sangat ingat dan paham betul akan semua ekspresi itu. Setidaknya ia tahu bahwa masih ada cinta untuuknya di mata itu. “Sadar Kayhan, dia sudah tidak bisa kamu raih meskipun kamu masih menemukan cinta itu. Semuanya sudah terlambat”. Suara bisikan itu mengingatkannya.     Kayhan pun merenungi sikapnya. Entah apa tujuannya yang secara spontan melibatkan Reina dalam proyek di Surabaya. Ia pun tau pasti kalau Reina terlibat dalam proyek baru ini maka bisa dipastikan mereka akan semakin sering bertemu dan tentu saja itu akan semakin sulit untuk dirinya. “Ah sialan, apa yang udah lo lakuin Kay” tanpa sadar ia berteriak meluapkan emosinya. Bersamaan dengan itu, Rendi asisten pribadinya sekaligus sahabatnya itu tampak memasuki ruangan Kayhan dan duduk di sofa yang ada di ruangan itu. “Lo kenapa Kay teriak-teriak? Ini kantor ya bukan hutan”. Ujarnya dengan nada bercanda. Melihat Kay yang tak berniat merespon pertanyaannya itu membuat Rendi kembali angkat bicara “Ada apa Kay? Apa ada masalah?”. Kali ini Kay lebih memilih menggelengkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan itu. Rendi yang melihat itu jelas tau ada yang tidak beres dengan sahabatnya itu, lima tahun mereka bersama cukup membuat Rendi tau jelas karakter Kay. “Lo boleh cerita sama gue kalau Lo mau” ucapnya lagi. Tak ada jawaban dari Kayhan hingga di menit ke dua Kay mulai berkata “Dia ada disini Ren”     Rendi mengerutkan keningnya mencoba menerka siapa yang dimaksud Kay. Hingga dia teringat, hanya satu hal yang bisa membat Kay terlihat mengenaskan seperti ini. Dia pun bangkit dari sofa lalu duduk di kursi yang berada tepat di depan Kay dan berkata     “Maksud Lo Nana? kapan Lo ketemu dia? Terus dimana dia sekarang?”     “Tadi saat meeting dengan karyawan”. Ah pantas saja saat meeting tadi Rendi sempat melihat perubahan pada wajah Kay. 'Eh, tunggu dulu... saat meeting.. karyawan' Rendi baru menyadari satu hal.       “Wait? Jangan bilang dia salah satu karyawan di AMAI?”. Kay kembali mengganggukan kepalanya untuk membenarkan ucapannya itu.       “Setau gue gak ada karyawan AMAI yang namanya Nana deh Kay, Lo salah liat kali” Rendi ingat betul tidak ada karyawan disini yang bernama Nana, karena dia selalu terlibat dalam setiap wawancara proses perekrutan karyawan. “Gak mungkin gue salah liat. Meski udah lama gak ketemu gue dia, Tapi wajahnya dan semua tentang dia masih melekat baik di otak gue”.     “Namanya Reina Agnella, Nana itu panggilan khusus gue” jelasnya lagi. Mendengar itu Rendipun tampak menepuk jidatnya dan berkata “OMG…. bego banget gue”, Kay yang melihat respon aneh Rendi pun bertanya “Kenapa?”     “Lo inget cewek yang gue ceritain waktu di Sydney? Cewek cantik, anggun, dan pinter”        “iya terus?”. Saat pulang dari Indonesia untuk mengecek AMAI beberapa bulan lalu, Rendi memang sempat bercerita kalau ada salah satu karyawannya yang menurutnya sangat cocok dengan Kayhan.     “Cewek itu Reina” ucapnya frustasi, “begonya gue gak sadar kalau Reina itu Nana. Pantes aja mukanya gak asing banget tapi beneran deh waktu itu gue gak kepikiran itu Nana”. Kay yang melihat nada frustasi dalam kalimat yang diucapkan Rendi pun menenangkannya.     “Santai aja Ren, gue maklum kok kalau Lo gak ngenalin wajah Nana” ia menjeda ucapannya lalu kembali berkata “Lo kan Cuma pernah lihat fotonya sekali. Lagian Nana yang sekarang penampilannya jauh berbeda dengan yang Lo liat di foto”. Ya, Nana sekarang tampil lebih dewasa dengan rok dan blazer ditambah polesan makeup sederhana dan rambut yang diikat rapih. Kalau dulu saat SMA dan kuliah Nana nya lebih sering tampil dengan celana jeans yang dipadukan dengan kaos dan sama sekali tidak suka menggunakan makeup, hanya bedak bayi dan lipbam tipis yang menghiasi wajahnya. Tapi penampilan seperti itu mampu membuat banyak lelaki terpesona. Ditambah lagi dengan sikap friendly nya yang membuat banyak orang nyaman bergaul dengan Nana nya. Ah, masih bolehkah ia menyebut Reina sebagai Nana-nya? Padahal jelas ia tau kalau Nana kini sudah diluar jangkauannya. *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD