Ten

792 Words
Segera Max pergi keluar dari ruangan tersebut, bergegas memanggil Suster yang terlihat ada di ujung lorong. “Suster, Pasien atas nama Caca sudah bangun.” “Oh iya, saya akan segera datang kesana.” Sebelum akhirnya kembali ke dalam ruang rawat inap, Max memutuskan untuk pergi kantin Rumah Sakit. Memang tadi dia sempat membawa makanan pulang, tapi sebelum sempat makan bersama dengan Kim, ada telepon datang dan ia pun tak jadi makan malam bersama Kim. Selang beberapa saat setelah Max makan, ia kembali naik untuk menemani Caca. Namun saat tiba dikamar Caca, ia tak melihat wanita yang tadinya terbaring disana. Segera ia menemui Suster yang berada tak jauh dari ruangan tersebut. “Sus, Pasien di ruang Camelia 1 dimana? Apa dia pindah ruangan?” “Atas nama Caca?” “Iya,” “Tadi ada walinya yang datang, dan saudara Caca dipindahkan ke Rumah Sakit lain.” “Kenapa Caca gak kasih kabar ke aku ya, aneh. Bukannya dia gak punya wali atau siapapun. Jadi siapa yang datang? Apa Caca bohong ya sama aku,” batin Max. “Apa ada informasi Caca mau dipindahkan kemana, atau siapa wali yang membawa Caca.” “Kalau itu saya kurang paham, Pak. Semua informasi tersebut biasanya ada di bagian resepsionis, kalau memang anda ada hubungan keluarga dengan saudara Caca, silahkan hubungi langsung yang bersangkutan saja, Pak.” “Oh, iya Sus, terima kasih banyak.” “Sama-sama, kalau tidak ada lagi yang bisa saya bantu, saya permisi dulu. Mari, Pak.” “Iya, Sus, silahkan.” Max akhirnya memutuskan untuk pulang. Di satu sisi, ia lega karena akhirnya Caca didatangi oleh walinya. Tapi di sisi lain, ia khawatir kalau Caca akan kembali mengulangi perbuatannya yang dulu. Baru saja Max memesan ojek online, ia ingin segera bisa sampai di apartemen dan menceritakan semua hal pada Kim, ia takut Kim akan berpikir yang macam-macam tentang apa yang terjadi pada dirinya dan juga Caca. Tak disangka, di tengah perjalanan, ada mobil yang melaju dengan aneh. Beberapa kali mobil tersebut seperti kehilangan keseimbangannya. Beruntung, jalanan pada dini hari seperti ini cukup legang, jadi tingkat kemungkinan terjadinya kecelakaan cukup rendah. “Sarap kali orang itu, lagi mabuk malah nyetir mobil. Ketangkap polisi terus dijeburin ke jeruji besi, baru tahu rasa,” Sang ojek yang sedang membonceng Max dengan semangat mengomentari mobil ugal tersebut. “Aish si Akang, pake istilah jeruji besi, bisa aja” “Ahahahaha,” Keduanya tertawa berbarengan.   ***Ddiansaa   “Selamat pagi, bidadari cantikku, Kim sayangku,” itulah ucapan yang Max ucapkan saat Kim baru saja keluar dari kamarnya. “Oh, ada disini. Baru pulang?” “Udah tadi sih, tapi gak bisa tidur,” “Game terooos,” “Aelah Neng, cemburu kok sama Game, ahahaha.” “Idih, sapa yang cemburu, GR. Salat dulu sana, istirahat, jangan Game terus.” “Iya, mau jamaah nih?” “Boleh,” Mereka segera menunaikan ibadah bersama. Berlanjut dengan sarapan bersama. “Hari ini ayo kita cari rumah. Batas waktunya udah tinggal dua hari lagi. Belum juga pindahan dan bawa barang-barang,” Kim berusaha memulai pembicaraan, tak lupa sambil menyendokkan sereal dan s**u. Sarapannya memang terkesan seperti orang luar, tapi lambungnya berkata lain. Ini sudah mangkok keduanya di pagi ini. “Iya Kim, kamu habisin dulu ya sarapannya. Nanti sekitar jam 8 kita keluar, kemarin aku sempet hubungi agen real estate yang dulu urus rumah ini.” “Bagus deh kalo gitu. Tapi, apa Caca hari ini gak butuh bantuan kamu?” “Em, sebenernya ada yang mau aku omongin soal Caca.” “Em, eh, bentar ya. Kayaknya ada yang kelupaan, bentar, aku ke kamar dulu,” kilah Kim. Segera wanita ini berlari ke kamarnya. “Ya ampun, ngapain juga tadi pake tanya soal Caca. Mana kuping ini belum siap lagi denger pengakuan dari Max kalo dia udah jadian sama Caca. Argh!” Tentu saja wanita ini takut, untuk ke sekian kalinya, ia harus mendengar lelaki yang ia taksir harus mengungkapkan perasaanya kalau ia sedang mencintai wanita lain. Bisa-bisa badmood ia seharian, padahal baru saja tadi malam, ia bermipi dirinya dan Max sedang bermesraan. Mungkin itu karena ia kangen dengan lelaki pujaanya itu. “Kim, udah hampir satu jam ini, serealmu udah jadi bubur itu. Lagi apa sih,” Max membuka pintu kamar Kim, untung saja pintunya tidak terkunci. “Yaelah dia malah tidur. Pamit tidur kek, malah ninggal gitu aja. Tau gitu aku cuci dari tadi tuh mangkok, dasar pelor.” Suara grutu yang ditimbulkan Max membuat Kim terbangun. “Astaga maaf, nyari headset di kasur, eh kok rebahan rasanya enak, hahahaha,” kilah Kim, sebenarnya semalam ia tak tidur. Menunggu Max pulang, tapi saat Max pulang ia tak berani menemui Max yang sedang asik main game. Akhirnya ia pun tertidur, meskipun hanya beberapa jam saja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD