Part 3

593 Words
    Sesampainya di rumah, Naka sudah disambut oleh Tian yang duduk santai di ruang tv keluarganya.      "Hi sayang, udah lama sampe?" tanya Naka.     "Lumayan baru 20 menit, kamu bawa apa?"     "Oh, ini mie ayam pasar, sudah makan blm?" Tian menjawab dengan menggelengkan kepalanya dan segera ke dapur mengambil dua mangkok lalu menyantapnya bersama.      "Alhamdulillah, kenyang, heeee" Sambil mengelus perut dan senyum lebar yang membuat taring Tian terpampang nyata dan aga menyeramkan.     "Iyah, cuci piring yah, kan aku yang udah jalan beliin mie ayamnya" Seru Naka sambil menumpuk mangkok kotor di atas meja.     "Dih jalan beli, kan km sekalian jalan pulang dari kantor krn searah bukannya sengaja jalan gitu dari rumah ke pasar trus balik lagi ke rumah" Protes Tian.     Naka tidak perlu menjawabnya, dia hanya perlu membalas dengan tatapan mata bengisnya dan memperlihatkan senyum kecut yang dapat dipahami oleh Tian kalau Naka tidak suka bentuk protesnya. Dengan berat Tian mengangkat mangkok kotor tersebut dan segera menuju tempat cucian piring. Tian sudah terbiasa dengan tatapan Naka yang tajam dan senyum kecutnya yang menandakan dia tidak menyukai apa pun yang dikatakan oleh lawan bicaranya.     "Kamu g kerja malam ini" Tanya Naka setelah Tian menghampirinya dari dapur.     "Tidak, ak dapet shift pagi besok, kita berangkat bareng yah biar besok sore ak jemput"     "Okay, berangkat jam brp?"     "Jam 8 ajah yah, aku mulai jam 10 soalnya"     "Ok, pass kalau gitu, aku juga udah ijin ke mba Meiji kl besok datang aga siang"     "Tumben kamu siang?"     "Gpp pengen cobain kya yang lain sekali-sekali".     Tanpa disadari sudah jam 11.00  malam, Tian mau ijin pamit pulang tapi ditahan sama mama Nida dan papa Nino.      "Tian mau kemana?" tanya mama Nida.     "Pulang tante, besok berangkat pagi soalnya"     "Nginep ajah ian, kan kamu besok berangkat bareng Naka juga kan, ngapain kamu bulak balik gitu" Sahut papa Nino.     "iyah ian, nginep ajah, lagi kenapa sih masih kaku aja sama Mama Nida dan om Nino."     "Hmmm, ya sudah kalau gitu Tian g pulang kalau gitu."     "Ya sudah, Naka ajak Tian bebersih sana ke kamar, bajunya juga disiapkan sekalian!" Perintah papa Nino.     Memang terkadang Tian suka menginap di rumah Naka, karena kebetulan Tian tinggal di Jakarta sendirian, mama dan kakak Tian menetap di Belanda karena memang hampir semua keluarga besarnya menetap disana mengikuti oma Tian yang asli orang Belanda. Dari muka Tian terlihat pahatan muka orang Belanda yang bengis seperti mamanya dan hidung yang mancung seperti almarhum papanya yang keturunan orang Portugis. Kalau papa Nino selalu menyebut Tian turunan penjajah Indonesia tapi hal itu hanya menjadi sebuah gurauan bagi Tian. Sementara itu di kamar Naka....     "Ini handuk kamu, sikat gigi kamu selalu ada di kamar mandi dan  masih bagus jadi ak blm ganti" Seru Naka sambil melempar handuk ke muka Tian.     "Sayang, kamu g suka warna lain yah, kenapa kamar kamu jadi hitam semua perabotannya?" Tian terheran karena sudah hampir 2 bulan dia tidak menginap di kamar Naka.     "Suka warna putih dan abu-abu" Jawab Naka dengan santai dan merebahkan badannya di atas kasur.     "Ya Tuhan, hanya sikat gigi ku yang terlihat mencolok di kamar mandi mu sayang!" Jelas karana hanya sikat gigi Tian lah yang berwarna merah sesuai dengan warna kesukaannya. Setelah badan Tian segar, dia langsung merebahkan badannya di atas kasur sebelah Naka yang sudah tertidur lelap, Tian hanya bisa menatap dan sesekali menyingkirkan anak rambut Naka yang aga berantakan di keningnya, kemudian Tian mengecup keningnya dalam dan setelah itu menyusul Naka tidur sambil memeluknya dengan hangat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD