Obsesi dan Cinta

1646 Words
Happy Reading. Suasana di ruangan itu hening. Kedua makhluk yang duduk berhadapan itu saling mengadukan pandangan, seolah-olah ingin membuktikan siapa diantara mereka yang paling kuat. Cukup lama mereka tak bersuara, dan sepertinya tidak ada tanda-tanda Lukas untuk menyerah. Dia tetap menantang tatapan tajam Ruth, tidak memperdulikan kemarahan yang tersirat jelas disana. “Aku sudah menuruti semua keinginanmu. Dan sebagai timbal baliknya, kau juga harus menuruti semua aturan yang berlaku di sekolah ini.” Ruth akhirnya bersuara setelah menemukan topik yang tepat. Lukas manggut-manggut, memasang wajah santai. “Bukan masalah besar. Asalkan kau tidak menyentuh Aurora, aku berjanji akan selalu patuh.” “Baguslah.” Ruth tersenyum kecil, cukup puas dengan jawaban Lukas yang diucapkan dengan nada pasti itu. “Tapi kau juga harus ingat, aku tetap tidak melonggarkan kewaspadaan ku pada perempuan itu. Kau tidak boleh memiliki hubungan serius dengan Arabella. Itu sangat berbahaya bagi keluarga kita.” “Oh masalahku dengan Arabella itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan nenek. Ada banyak yang lebih membutuhkan perhatianmu disini. Terutama Mia yang selalu menargetkan Arabella sebagai sasaran empuknya.” Lukas menjawab penuh ironi, menunjukkan sikap pembangkang. “Tapi akhir-akhir ini aku tidak melihatnya. Apakah kau sudah memberikan hukuman padanya.” Perkataan Lukas menohok langsung ke dalam kerongkongan Ruth. Hal itu membuatnya tak mampu menyahuti untuk memberikan tanggapan. Ruth memilih untuk berdiam, berharap Lukas menyudahi topik sensitif ini. Lukas tampak menipiskan bibir. Ekspresinya menggelap, puas saat melihat Ruth kehilangan kata-kata. “Kau sudah tua. Banyak-banyaklah menabur kebaikan. Supaya ketika kau mati, banyak orang yang akan meneteskan air mata karena kehilanganmu. Aku memang belum lama berada di sekolah ini, namun aku sangat mengenalmu. Caramu memperlakukan semua orang sangatlah berbeda. Sebab itulah sosok monster seperti Mia bisa bertahan disini dengan image yang tetap baik. Meskipun kau tahu sendiri bahwa perempuan itu banyak merundung siswa lainnya. Aku akan melawan ketidakadilan dan memberantas makhluk-makhluk seperti mu.” Mata coklat Lukas tampak bersinar misterius ketika dia berucap kemudian. “Kau tahu? Kemungkinan besar aku telah jatuh hati pada perempuan yang kau pandang sebelah mata itu. Bersamanya aku benar-benar menemukan sebuah rumah yang nyaman. Oleh karena itulah perlu ku ingatkan kembali, jika kau berani mengangkat tanganmu kepadanya, aku pun akan melakukan hal yang serupa untuk mu. Sebelum kau menyingkirkan Arabella, langkahi mayatku dulu. Ingat, jangan pernah berani ikut campur antara aku dengan Arabella.” Perkataan Lukas menggaung di udara, membuat Ruth semakin kesulitan dalam memberikan jawaban. Cucunya ini bukanlah sosok yang bisa digertak atau diancam. Sejak kecil Lukas sudah dirawat dan dibesarkan oleh pengasuh. Jadi, untuk meracuni pikiran Lukas supaya mau berpihak padanya dan menuruti semua kemauannya itu sangatlah sulit. Dia harus memikirkan cara lain untuk memisahkan Lukas dengan Arabella. Biar bagaimana pun perempuan itu tidak layak menjadi bagian dari keluarga Donzelo. Apalagi dengan status Arabella yang hanya sebatang kara. Sungguh memalukan. “Jangan mengancam nenek. Kau tidak punya hak sama sekali.” Ruth mau tak mau melontarkan kalimat pembelaan, hendak menunjukkan pada Lukas bahwa dia tidak akan gentar dengan ancaman lelaki itu. “Aku hanya memperingatkan mu saja. Aku harap kau tidak menganggap kata-kataku sebagai gertakan anak kecil.” Ucap Lukas dengan suara dingin, lalu bersedekap dengan ekspresi tenang. **** "Kau mau saus?" Mayudi menawarkan saus yang berada di tangannya ke arah Arabella. Dia melalukan itu untuk menyadarkan Arabella yang tampak melamun sambil mengaduk-aduk makanannya. Kantin sekolah cukup ramai hari ini. Namun tidak sebanding dengan kantin yang berada di lantai atas. Sayangnya siswa miskin seperti mereka tidak memiliki izin akses untuk menginjakkan kaki disana. Mereka hanya diperbolehkan menikmati makan siang di lantai bawah, yang khusus dibuat bagi siswa menengah ke bawah. Sungguh pengelompokan kasta yang sangat sadis. Arabella mengerjap kemudian. Tersadar dari lamunan panjangnya dan menoleh pada Mayudi. "Tidak. Hari ini aku tidak terlalu berselera makan makanan yang pedas." ujarnya pelan. Mayudi menghela napas kasar, "Apa yang mengganggu pikiran mu. Sejak tadi kau hanya menatap makanan mu tanpa selera." Arabella tersenyum, "Bukan hal terlalu penting. Hanya masalah pekerjaan saja. Jangan dipikirkan, aku baik-baik saja." jawabnya seolah meyakinkan. Mayudi mengamati ekspresi Arabella. Tahu kalau perempuan itu sedang menyimpan sesuatu darinya. Namun Mayudi tidak ingin memaksa, lebih baik dia menunggu sampai Arabella mau memberitahukannya. Mayudi bergerak perlahan dari duduknya, hendak pergi ke kamar mandi. Tetapi ketika dia ingin melangkah, suara Arabella terdengar pelan menghentikannya. "Mau kemana?" Mayudi langsung menolehkan kepala mendengar pertanyaan itu, menyadari kecemasan di nada suara Arabella. "Tenanglah. Aku tidak akan kemana-mana. Aku hanya ingin buang air kecil sebentar." ucapnya dengan perasaan geli, sikap Arabella seolah-olah dia takut ditinggalkan oleh kekasihnya. Arabella mendongak, lalu melempar tawa kecil. "Pergilah. Kau menjijikkan." ujarnya bercanda. Segera setelah Arabella memberikannya izin, Mayudi langsung berbalik, lari dengan gerakan tergopoh-gopoh. Arabella menatap kepergian dengan senyum yang merekah. Dan dia benar-benar tidak menyadari bahwa ada sosok lain yang sudah duduk di belakangnya. "Apa yang sedang kau lihat." Arabella memekik kaget ketika mendengar suara yang sangat dekat dengan telinganya. Dengan cepat dia menolehkan kepala, syok mendapati Lukas sudah berada di sampingnya. Wajah lelaki itu bahkan sangat dekat dengannya, hanya berjarak beberapa senti saja. Mata bulat Arabella mengerjap berulangkali, seolah meyakinkan dirinya yang masih belum sepenuhnya sadar. "Kau... sejak kapan kau datang." gumamnya pelan. Mata Lukas yang bersinar cerah, menyusuri seluruh wajah cantik Arabella dengan tatapan menelisik. Tanpa bisa menambah diri, Lukas langsung mendekatkan bibirnya untuk kemudian menghadiahkan kecupan di pipi Arabella. "Kenapa kau selalu saja terkejut saat melihatku. Apa aku terlihat sangat menakutkan?" ujung jari Lukas bergerak, menyusuri garis wajah Arabella dengan sentuhan lembut. "Bernapaslah. Kau bisa mati jika terus menahannya." sambungnya kemudian, menebak apa yang dilakukan oleh Arabella. Hening sejenak lalu suara Arabella kembali terdengar. "Seharusnya kau tidak disini. Tempat mu berada di lantai atas bersama dengan siswa kaya lainnya. Kami tidak terbiasa dengan kehadiran orang seperti mu." ucap Arabella cepat dan dengan suara ketus. "Kita semua sama-sama tahu bahwa aku adalah salah satu siswa yang tergolong miskin. Aku tidak ada bedanya dengan kalian." Lukas bergumam jengkel, tetapi mau tidak mau dia harus menahan emosinya di hadapan Arabella. "Kau sangat keras kepala. Kau seperti batu." Arabella berucap tanpa pikir panjang dan kemudian tercekat ketika menyadari kalimat yang dilontarkannya sendiri. Ucapan itu membuat Lukas tertegun, menciptakan keheningan canggung diantara mereka. Tetapi semua itu tidak berlangsung lama, sebab Lukas segera mengurai senyum di bibirnya. "Terkadang kekuasaan dibutuhkan untuk mendapatkan apa yang kita inginkan." ujarnya penuh misteri. Arabella mengerut kening, "Memangnya apa yang kau inginkan." sahutnya dengan nada serius, tanpa bisa menyembuhkan rasa penasaran yang kental. "Kau. Kau yang ku inginkan." ujar Lukas kemudian dengan nada serak tak terbaca. "Aku mencintaimu. Beri tahu aku bagaimana caranya supaya kau bisa membalas perasaanku." Hening kembali menyelimuti di udara. Arabella terpaku dengan mata yang menatap lekat di wajah Lukas. Keduanya saling bertatapan, saling mengawasi dalam diam seperti ingin menyelami ke dalam benak masing-masing. Lukas tidak melepaskan mata dari Arabella sedetikpun. Dan segala perubahan-perubahan ekspresi Arabella disimpannya ke dalam otaknya. Perempuan ini sedang kebingungan. Perempuan ini masih belum mempercayai dirinya. "Omong kosong apa yang kau bicarakan." Arabella berujar dengan nada yang sedikit tinggi setelah berhasil menguasai diri. Mata Lukas menyipit, "Kau menghina ketulusanku. Aku sedikit tidak nyaman dengan kata-kata itu." Arabella mengalihkan wajah ke samping sebentar, hendak mengumpulkan kesabaran sebelum berucap. "Jangan mempermainkan ku Lukas. Kita baru bertemu beberapa kali dan kau sudah menggaungkan janji dan juga cinta padaku. Ini sungguh tidak masuk akal, tidak ada yang namanya cinta tanpa melalui proses. Kalau kau memiliki perasaan padaku saat ini, itu murni hanya sebatas rasa mengagumi. Kau terlalu mudah untuk menyimpulkan bahwa itu adalah cinta. Nyatanya kau sendiri pun tidak tahu apa itu cinta." Arabella mengamati raut wajah Lukas dengan dalam lalu melanjutkan kalimatnya. "Sesuatu yang kau dapatkan dengan mudah, Kelak akan lepas dengan mudah pula. Aku percaya kau pasti segera sadar, bahwa sebenarnya kau tidak mencintaiku." "Apa kau pernah jatuh cinta." Lukas mengeram tertahan, menatap Arabella dengan mata membunuh. "Kalau kau tidak pernah merasakan jatuh cinta, kenapa kau begitu pintar menyimpulkan perasaanku. Aku tidak memintamu untuk membalas cinta ku dalam waktu yang dekat. Aku hanya mengungkapkan isi hatiku, karena aku tidak ingin kau dimiliki oleh lelaki lain. Aku ingin menahan mu, mengikat mu sisiku, meskipun kau tidak mencintaiku. Aku sama sekali tidak peduli, sekalipun kau tidak bisa mencintaiku nanti, kau tetap milikku. Kau harus jadi milikku, Arabella." Obsesi Lukas menyeruak tanpa ampun, tiba-tiba perkataan Kenzo terngiang di dalam kepalanya dan membuatnya sesak. Ya, Arabella hanya miliknya. Tidak ada yang bisa merebut Arabella dari genggamannya. Di sisi lain, Kenzo yang hendak menemui Arabella terpaksa mengurungkan niatnya ketika melihat perempuan itu sedang berbicara dengan Lukas. Rasa keingintahuan Kenzo seketika menyerang dan membuatnya melakukan tindakan naif dengan mencuri dengar pembicaraan mereka dari balik tembok. Kenzo memasang indera pendengarannya yang tajam. Dan semua orang yang tampak memperhatikannya dengan tatapan aneh tak lagi dipedulikannya. Kalimat terakhir Lukas terdengar jelas di telinga Kenzo. Lelaki itu rupanya tengah memberi sugesti pada Arabella supaya perempuan itu tidak berniat untuk meninggalkannya. Akan tetapi, obsesi Lukas yang parah malah membawa keuntungan besar bagi Kenzo. Dengan adanya Arabella, dia tidak perlu bersusah-susah lagi mencari cara untuk membalas dendam pada Lukas. Cukup lukai saja wanita itu maka Lukas pasti akan menggila. Kalau Lukas sudah mengklaim Arabella sebagai dunianya, maka secara tidak langsung perempuan itu pun juga nyawanya. Memikirkan semua itu senyum licik terulas di bibir Kenzo. Tidak ku sangka, kau kembali mengulangi kesalahan mu yang dulu. "Apa yang sedang kau lakukan?" Kenzo mengumpat keras akan kedatangan Andre yang tiba-tiba. Ditatapnya lelaki itu dengan tajam, menunjuk keterkejutan yang nyata di wajahnya. "Tidak bisakah kau bersuara terlebih dulu? Aku nyaris memenggal kepala mu itu." ucap Kenzo setengah mengeram Andre tertawa tanpa dosa, memasang ekspresi tenang seolah merasa tak bersalah. "Maaf. Aku hanya bercanda. Jangan bunuh aku. Dosaku masih terlalu banyak, aku masih ingin menikmati hidup ini." Kenzo mengangkat sudut bibirnya, "Dasar gila. Kau mengganggu kesenangan ku saja." "Memangnya apa yang sedang kau lakukan?" sambar Andre tak sabaran. "Kenzo menyeringai, "Anggap saja aku sedang berburu dan mangsa ku ada di depan sana." ujarnya sambil mengedikkan dagu, menunjuk ke arah Lukas dan Arabella
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD