63. Terbidik kamera

1020 Words
Harpa hanya tersenyum sesekali. "Seorang wanita cerdas akan selalu membanggakan suaminya. Saya merasa beruntung bisa berkenalan dengan Anda," puji Catur. "Lalu bagaimana menurut Anda kalau ada seorang wanita yang hanya bisa bergantung pada orang lain dan tak peduli dengan karirnya. Dia suka dengan dunia idol hingga menghabiskan banyak uang untuk itu. Aku heran dengan gadis seperti itu. Walau aku suka karena mereka akan menghabiskan banyak uang untuk Callir," pancing Harpa. "Tentu saja menurut saya itu hal yang tidak tepat. Seseorang harus realistis. Apalagi kalau sampai berteriak memuji ketampanan pria. Sungguh hal yang konyol. Andai kalau saya menikah dengan wanita seperti itu, saya tolak. Ke depannya hanya akan membuang banyak waktu," jawab Catur. "Begitu, ya?" "Bahkan saya tidak yakin mereka pantas dinikahi atau tidak. Menikah saja dengan idolanya kalau mau segila itu," komentar Catur sambil terkekeh. Senyuman Harpa melengkung. Pulang dari restoran, dia langsung mengungkapkan penolakan pada Nyonya Sulivan. "Gimana dia mau jadi suamiku. Dia saja tidak mencari tahu tentangku sebelum bertemu. Bahkan dia berani menghina fangirl! Maaf, ya. Aku juga gak mau nikah sama lelaki yang bisanya cuman menghina tidak menghormati hobi orang lain. Membuang waktu? Apa kabar dengan kalian yang hanya main-main wanita?" Harpa lekas membersihkan tubuhnya di kamar mandi sambil mendumel. Nyonya Sulivan berjanji akan mempertemukan dia dengan pria lainnya besok. Harpa mau saja. Selain agar para petinggi itu menutup mulut, dia juga tak ingin kalah dari Adras. "Bagaimana kencan Anda, Nona? Apa berjalan dengan lancar?" Selalu pertanyaan itu yang Harpa dengar setiap kali diadakan rapat perusahaan. Untung membuat rancangan anggaran ini dibutuhkan beberapa kali pertemuan dalam dua minggu awal dan selama itu Harpa merasa diteror. "Memang belum. Anda jangan khawatir, saya pastikan akan menikah secepatnya dan memberikan keturunan bagi keluarga saya," jawab Harpa sambil tersenyum. "Kalau memang masih sulit menemukan yang cocok, bagaimana kalau Anda ikuti saja saran Tuan Gera. Beliau memiliki banyak relasi dan tentu akan dengan mudah menemukan calon pasangan Anda, Nona," tawar salah satu direktur. "Tidak, terima kasih. Relasiku jauh lebih banyak lagi," tolak Harpa. Kembali gadis itu keluar dari ruang rapat dengan wajah masam. "Lagian Adras kenapa belum juga masuk kerja, sih? Aku jadi gak ada yang bela di sana. Ngeselin lagi orang tua itu! Memang aku anak mereka sampai berani nyuruh aku nikah terus!" Semakin lama itu membuat Harpa semakin stress. Apalagi sudah lima kali dia ikut kencan buta dan semua gagal. Yang pertama seperti sudah diceritakan sebelumnya. Yang kedua, dia banyak menasihati kemudian berujung adu mulut di restoran sampai manager turun tangan. Ketiga, ternyata ibunya sangat protektif sampai anaknya kencan diikuti. Keempat, Harpa sudah suka dan malah kena perasaan. Pas hendak menerima tiba-tiba pacarnya datang melabrak. Jadilah Harpa ikut kesal dan memukuli pria itu. Hal paling gokil terjadi pada pria kelima karena begitu datang langsung membuat Harpa kena mental. Wajahnya lebih cantik dari Harpa. Setelah drama kencan buta yang rumit itu, Harpa akhirnya merasakan migrain dan kehilangan nafsu makan. "Kalau kamu gak makan, nanti langsing. Aku gak suka kalau lihat kamu makin cantik," ajak Narvi. "Gak apa. Aku sudah ikhlas untuk makin cantik. Siapa tahu banyak pria yang mengejarku tanpa perlu dicarikan orang lain," jawab Harpa. "Kamu kenapa lemes begitu, sih? Gak kayak biasanya. Di sini kami jadi khawatir. Lagian jangan dengerin orang lain. Lebih baik mikirin perusahaan," nasihat Narvi. Harpa menatap lemah kedua temannya. "Aku gak mau datang ke pernikahan Adras dan masih jomlo. Apalagi kalau alumni kampus dan SMA datang. Wajahku harus ditaruh di mana?" jelas Harpa. Isla berkacak pinggang. "Belum tentu juga mereka membicarakan kamu." Harpa menepuk lututnya. "Jangan salah, Isla! Mereka suka sekali membicarakan aku. Apalagi soal keburukan," kilah Harpa. Ponsel Harpa mengeluarkan suara. Gadis itu memeriksa apa yang tampil di layar. Pengingat yang membuat senyum Harpa terkembang. "Aku mau ketemu sama Dios dulu!" seru Harpa. Gadis itu berdiri dan mengambil tas serta ponselnya. Kemudian dia pamitan pada Isla dan Narvi. "Hati-hati! Jangan sampai ketangkap basah kalian berdua!" "Kalau soal Dios, dia semangat sekali. Apa jangan-jangan perasaan dia sudah lebih dari ngefans?" komentar Narvi. Isla hanya menatap punggung temannya dari kejauhan. Hatinya sesak meski dia sudah berusaha dengan sekuat hati untuk merelakan. Isla ingin membangun kembali hatinya bersama Levin. Dia tak mau persahabatannya dan Harpa rusak. Apalagi, Dios tak pernah menganggapnya. Bagi Isla, Dios lebih mementingkan karir dan dia nomor ke sekian. Harpa akhirnya tiba di tenda kaki lima. Dios sudah menunggu di sana dan memesankan makanan. "Tumben kamu tepat waktu," sindir Harpa. "Bukannya kamu yang biasa datang terlambat." Keduanya tertawa. Mereka makan sambil berbagi obrolan. Terutama tentang grup baru Callir. "Aku berencana menyebarkan bukti ketika konser di bangku penonton. Buruknya kalau mereka tidak menyadari, mungkin akan terbuang saja. Bukan artinya tak patut dicoba, kan?" ungkap Harpa. "Segala hal akan cepat menjadi pembicaraan kalau tiba di tangan netizen. Lebih baik kirim saja di media sosial dengan menyewa akun anonim," saran Dios. "Benar juga. Kenapa aku gak kepikiran ke sana, ya?" Harpa menggaruk kepalanya. Di saat yang sama, Okna tengah ke minimarket untuk membelikan Adras camilan. Dia turun ke parkiran. Namun, ponselnya berdering karena salah satu temannya menelepon. Tadinya Okna hendak bicara di mobil, tapi matanya terpaku melihat sosok Harpa. Jadilah Okna menolak panggilan. "Jadi dia beneran punya pacar?" batin Okna. Gadis itu merasa lega. Kemudian dia memotret pasangan yang ada di seberang jalan. "Aku akan perlihatkan ini sama Adras supaya dia sakit hati dan benar-benar melupakan Harpa." Okna akan mengirim foto itu. Matanya malah teralih ke grup chat pegawai. Ada yang menyebarkan sebuah foto. "Aku lihat Dios di lobi tadi. Ganteng banget!" tulis keterangan di foto itu. Okna tersenyum sinis. "Wanita-wanita itu kenapa? Apa otak mereka jongkok sampai gak bisa suka sama lelaki sepadan?" Di sana Okna baru menyadari sesuatu. Pakaian Dios di foto sama dengan pria yang bersama dengan Harpa. Kini mata Okna tengah memerhatikan dengan saksama. "Apa itu benar Dios? Empat tahun lalu mereka pernah dirumorkan pacaran. Aku lihat Dios keluar dari lift yang sama dengan Harpa. Kenapa hanya Adras yang tahu siapa pacar Harpa?" Saat itu Dios membayar makanan dan kedunya meninggalkan tenda. Dios sempat mendongak, tak sadar di seberang sana seseorang tengah merekam. "Kalau sampai orang tahu, kamu akan dihujat seperti dulu Harpa. Kalau perlu sampai diusir dari perusahaan!" tawa Okna terlihat puas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD