"Kamu emang gak bisa balik sama dia lagi?" tanya Harpa. Dios menatap gadis di depannya. Jujur, dia mulai terpesona dengan kebaikan hati Harpa dan sikapnya yang menyenangkan. Hanya setiap kali melihat Isla, Dios tak menampik rasa cintanya masih berbekas dan sulit terbasuh. Dios tak mau apa yang ia alami dengan Isla dulu, terjadi pula pada Harpa. Dengan yakin Dios menggelengkan kepala. "Kenapa? Apalagi kalau kalian saling mencintai."
Terdiam sejenak pria di depan Harpa itu. "Aku terlalu menyakitinya. Akhirnya dia bersama pria lain," jawab Dios.
Harpa memegang tangan pria itu. "Kamu gak boleh mundur! Pokoknya kamu harus perjuangkan kebahagiaan kamu!" paksa Harpa.
Dios hanya tersenyum kecil. "Itu tidak semudah yang Anda katakan, Nona. Aku punya banyak fans dan tidak semua fans seperti Anda. Mereka akan membenci dia. Dan aku tidak ingin dia dibenci," jelas Dios.
Kadang memang hubungan yang sudah lama berakhir dan bertahan dalam rasa menjadi sesuatu paling menakutkan. Ingin memeluk, bukan menjadi milik. Ingin cemburu, bukan menjadi hak lagi. "Aku tahu rasanya. Masih sayang, tapi gak bisa bilang. Merasa bodoh, tapi gak bisa berusaha untuk pintar," ucap Harpa.
Pagi harinya ketika ke teras, Harpa tak lagi melihat Adras. Tidak ada pesan dari pria itu. Harpa melirik ke samping sejenak untuk menarik napas, kemudian masuk ke dalam mobilnya.
"Gak ada teman berantem, Non?" Mang Jaja bisa melihat kesedihan di wajah CEOnya itu.
Harpa menggelengkan kepala. "Biasanya ada yang cerewet gak boleh ini dan itu. Gak apa-apa. Aku malah senang, kok." Harpa berkilah seperti biasanya.
"Saya tadi ke rumah beliau. Katanya masih di rumah sakit. Dirawat inap karena lambungnya masih terasa sakit. Pembantu di rumahnya bilang, Tuan Adras sering bergadang dan kalau makan susah," jelas Mang Jaja.
"Apa aku harus jenguk dia, ya?" tanya Harpa meminta pendapat.
"Waktu Nona sakit, Tuan Adras yang jaga, kan? Kenapa untuk menjenguk saja masih berpikir, Nona," saran Mang Jaja.
Jadilah mereka berhenti dulu untuk membeli buah. Harpa sempat menelepon ke rumah Adras. "Sebaiknya jangan, Nona. Sama saja merepotkan," jawab Berlian.
"Gak apa, Tante. Lagian Adras itu sudah banyak bantu aku. Masa dia sakit, aku gak jenguk. Jadi, minta alamat rumah sakitnya, ya?" pinta Harpa lewat telepon. Setelah Berlian memberikan Harpa alamat, pergilah wanita itu ke sana.
Untung saja itu masih jam besuk. Harpa masuk ke dalam sendiri dan Mang Jaja menunggu di mobil. Gadis itu menenteng keranjang buah masuk ke dalam lift dan di lantai tujuh, keluar menyusuri lorong hingga tiba di kamar nomor sembilan.
Itu adalah bangsal VIP. Di depan ruangan ada sofa untuk keluarga menunggu, tapi tak satu pun orang di sana. Harpa mengetuk pintu. Seseorang membukanya dari dalam. Terlihat seorang wanita tersenyum ke arahnya.
"Selamat pagi, Tante. Maaf ganggu," ucap Harpa.
"Silakan masuk, Nona. Tidak perlu merasa bersalah." Berliana mengajak Harpa ke dalam.
Adras masih tertidur di atas tempat tidur pasien. Pria itu terlihat pucat dan agak kurus. "Om Thyon ke mana, Tante?" tanya Harpa.
"Pergi mancing. Anak satu-satunya sakit, dia malah kelihatan santai. Katanya bisa saja, Adras yang bandel. Terakhir dia pulang malam, makan seblak sama temannya, Nolan itu. Paginya muntah-muntah," jelas Berlian.
"Kalau anak perempuan, sudah dipaksa dinikahin itu! Positif hamil," canda Harpa. Berlian terkekeh. Harpa duduk di kursi tamu berhadapan dengan ibunya Adras. "Ini untuk Adras. Aku beli buah yang aman untuk lambung."
Berlian menerima keranjang itu. "Terima kasih atas kebaikan Nona Kariswana. Bagaimana kabarnya? Adras bilang Nona sekarang sudah punya pacar?" tanya Berlian memulai obrolan.
Harpa tersenyum malu. "Ya, begitu saja Tante. Maaf, ya. Karena aku, pernikahan Adras jadi diundur terus."
"Tidak apa-apa. Lagipula Adrasnya juga santai. Kadang memang lebih baik mengulur waktu hingga semua bisa diterima lebih baik, dibandingkan dipaksakan." Berlian beberapa detik melirik putranya kemudian menatap Harpa.
"Aku sebenarnya merasa bersalah atas keputusan Papaku. Aku juga gak tahu alasan dia melakukan itu untuk apa. Bukan salah Okna kalau karena itu dia benci padaku."
Berlian menarik napas. "Nona, aku ini seorang ibu. Apa yang ada di hati putraku, bisa aku tahu dengan jelas. Dan sungguh, Adras sama sekali tidak merasa keberatan akan keputusan ayah Anda. Aku malah bersyukur, dia bisa melakukan hal yang dia sukai."
Harpa terkekeh. "Suka apanya, Tante. Setiap hari dia hanya mengeluh saja kerjaannya dan protes sama aku. Lama-lama aku mau potong gajinya kalau bikin kesal terus."
"Apa Anda benar sudah melupakan putraku?" tanya Berlian membuat Harpa kaget. "Aku bukan Thyon, Nona. Aku juga bukan ibu yang pemaksa. Tapi kalian berdua sudah dewasa, kalian berhak mengambil keputusan masing-masing. Adras sama kerasnya dengan Papanya. Tapi aku yakin Anda tidak."
"Maksud Tante apa?" Harpa merasakan tangannya gemetar.
"Kalau aku bilang Adras mencintai Anda, apa Anda akan memperjuangkannya?" ungkap Berlian.
Harpa menggeleng. "Dia tidak mencintai aku. Dia mencintai Okna dan aku punya lelaki lain. Sepertinya Tante salah paham," kilah Harpa.
"Hidup hanya sekali, Nona. Jangan sampai menyesal hidup dengan orang lain yang tidak kita kehendaki. Karena akhirnya baik Anda dan Adras akan sama-sama selalu terluka."
Perkataan Berlian terus terngiang di kepala Harpa. Gadis itu melamun hingga tak berkonsentrasi pada pekerjaannya. Dia ingat wajah Adras saat pria itu mengatakan rasa cinta pada Okna. "Dia gak punya perasaan apa pun sama aku. Sudah jelas dia suka sama Okna, karena itu dia ninggalin aku dulu," batin Harpa.
Tiba-tiba pintu diketuk. Harpa izinkan orang di luar sana masuk. Isla datang membawa sebuah dokumen. "Ingat girl grup baru yang akan Gera debutkan? Itu ditanggalkan tak tahu karena alasan apa. Mendadak teaser boy grup baru muncul di internet," ungkap Isla.
"Kenapa tidak minta izinku dulu?" tanya Harpa bingung.
"Dia mencontoh cara yang kamu gunakan. Gera sudah tak sabar ingin mengalahkanmu. Terlihat dia mulai mengesampingkan Diamond. Ini anggaran yang dia ajukan dan rencana yang Narvi retas." Dokumen itu Isla simpan di atas meja.
"Dia gila! Masa kontrak Diamond masih sangat lama. Harusnya kita bisa fokuskan pada ini dan menyiapkan grup baru dengan lebih matang! Gera benar-benar keterlaluan!" Harpa menggebrak meja. Bahkan salah satu line debut adalah trainee kontroversial karena baru latihan dan seorang putra pengusaha.
"Siapkan bukti sisi negatif anggota itu. Grup ini jangan sampai debut, kalau tidak Gera akan mengambil banyak keuntungan!" tegas Harpa.
Narvi menganggukkan kepala. Ponsel Harpa berdering. Dios yang memanggil. Pria itu tengah berdiri di bawah layar raksasa yang memperlihatkan video debut grup baru Callir.