"Intinya, ketika Anda membuat seluruh petaka ini, Anda tidak membuat jalan keluarnya?" tanya komisaris tertinggi.
"Maaf, Pak. Harusnya Anda menanyakan itu sebelum proposal disetujui," komentar Harpa. Gadis itu duduk dengan santai sambil menggerak-gerakan kursinya ke sisi kanan dan kiri memutar.
Gera hanya bisa diam seribu bahasa. Dia diserang dari berbagai tempat. Dan sedihnya saat itu tak seorang pun orang di belakangnya yang memberikan pembelaan. Hanya saja Harpa memperhatikan dengan saksama, siapa saja yang tidak menyudutkan Gera. Sudah pasti mereka mendukung pria itu.
"Nona Kariswana. Sebagai CEO harusnya Anda menyusun strategi untuk menuntaskan masalah ini," pinta salah satu direktur.
Harpa mengambil pulpen. Dia mengigit bagian ujung benda itu dan menatap tajam pria yang bicara dengannya tadi. "Anda memerintah saya?" tegur Harpa. Pria itu berdeham. "Saat rapat penentuan, aku sedang di rumah sakit. Aku dalam keadaan tidak berdaya. Bahkan kalian semua di sini tidak ada yang menjengukku. Maaf, hanya Kakak Gera saja. Lalu setelah kacau begini, kenapa aku tiba-tiba masuk dalam grup? Halo! Apa masih waras?" sindir Harpa.
"Bukan begitu maksud Tuan Tono, beliau hanya ingin mengingatkan tugas Anda di perusahaan ini."
"Kalau begitu, aku juga ingin mengingatkan tentang wewenangku di perusahaan ini! Termasuk wewenang untuk menolak proposal Gera sejak awal! Kalian menarik wewenang itu hanya karena suara tertinggi! Lucu sekali!" tegas Harpa sambil menggebrak meja hingga bapak-bapak tua di sana kaget luar biasa.
Harpa membawa buku catatan dari atas meja. Dia melempar buku itu ke tengah. "Aku yakin kalian juga hari ini akan mengomeliku karena masalah Dios, kan?"
"Itu sebuah kesalahan besar, Nona. Bahkan kita belum membicarakan masalah itu," timpal salah seorang direktur.
"Tapi fans Diamond sudah tahu, loh! Mereka bahkan bahkan terlihat antusias. Kalau misal ini tidak kalian setujui, bukannya sangat memalukan, ya? Callir tidak hanya gagal dengan proyek barunya, tapi juga mengungkap barang haluan." Ada saja cara Harpa memanasi orang sekitar.
"Begini Nona, proyek Tuan Gera yang jelas direncakan dengan matang saja gagal, apalagi ini." Komisaris tertinggi mengeluarkan komentar.
"Karena itu, untuk masalah zaman sekarang tidak harus diberikan pada anak zaman sekarang. Buktinya apa? Timnya Gera banyak makan, tidak ada kerjanya. Padahal mereka rata-rata masih muda. Lain dengan timku meskipun tak seluruhnya anak milenial, setidaknya mereka orang-orang berpengalaman tentang idol sejak generasi satu. Tentu bukan abal-abal."
Harpa menggerakkan jemarinya memberi tanda pada Harpa agar datang menghampiri. Pria itu maju. "Panggilkan Isla dan Narvi," pinta Harpa. Adras mengangguk.
Tak lama kedua teman Harpa itu langsung datang. Mereka mempersiapkan presentasi. Narvi fokus pada bagian IT, sedang Isla menjelaskan program mereka.
"Sesuai dengan ide CEO, hal ini sudah pernah dilakukan banyak agensi di luar negeri. Tercatat angka penjualan mereka naik drastis. Lightstick tidak hanya menjadi merchandise biasa. Bahkan fans memilikinya untuk keperluan koleksi pribadi serta investasi," jelas Isla.
Para Direktur dan komisaris saling tatap. Mereka berbisik satu sama lain. "Jadi, yakin kalau ini hanya rencana mentah? Aku sudah membicarakan ini dengan Hipe dan mereka setuju untuk mempromosikannya lebih luas ke negeri tetangga," tambah Harpa.
"Anda sudah mencari perusahaan yang akan memproduksinya?" tanya salah satu direktur ketika membaca salinan proposal.
"Tentu. Bukannya saya sudah menuliskan di sana, produsen benda itu hingga penjualan dan pendistribusiannya," jawab Harpa dengan percaya diri.
Proposal itu langsung disetujui kedua lembaga perusahaan itu. Harpa berdiri dan membungkuk serta mengucapkan rasa syukurnya. Dia melangkah ke luar ruangan rapat. Begitu pintu ruang rapat tertutup, ketiga gadis itu saling memeluk dan berseru senang.
"Kita akan jadi orang terkenal!" Narvi mengedipkan sebelah alis.
"Terkenal bagaimana?" tanya Isla bingung.
"Kamu lupa siapa yang memberikan ide desain lightstick itu? Aku yakin pasti banyak wartawan yang meliput," jelas Narvi.
"Seingatku selama menjadi fans idol KPOP, aku tak tahu siapa yang mendesainnya dan tak ada yang membahas." Isla dengan mudahnya mematahkan harapan Narvi.
"Kamu punya hati gak, sih? Kalau mau ngomong gitu, lebih baik menunggu nanti setelah euforianya hilang! Beraninya kamu mematahkan hatiku sekarang!" omel Narvi.
Masalah itu terdengar oleh Fatur dan juga Okna. Jelas musuh Harpa itu tak terima. Dia sampai meremas kertas hingga kusut. "Ini tak bisa dibiarkan! Kita harus menggagalkan proyek itu! Harpa tak boleh mendapat pujian dari orang lain!" ucap Okna dengan dengki.
"Kalau sampai ini gagal, perusahaan ini bangkrut, kamu mau kerja di mana?" tanya seseorang hingga membuat Okna kaget. Dia berbalik dan melihat Harpa sudah ada di sana.
Gadis itu dengan lancangnya duduk di meja Okna. "Aku sudah bisa menebak kamu akan kesal banget sama aku. Bahkan sekarang wajah kamu sudah ngalahin udang rebus. Aku lupa otak kamu sama udang juga serupa," ledek Harpa.
Okna berkacak pinggang. "Aku pikir Anda sudah move on dari Adras. Nyatanya Anda masih begini pada saya karena hanya hitungan dua bulan aku akan menikah dengan Adras, kan?" balas Okna.
"Dua bulan? Lama banget! Kenapa gak minggu depan? Oh, Adras masih mikir-mikir kayaknya," ledek Harpa.
Okna tertawa sinis. "Yang jelas ucapan Anda tidak akan pernah terjadi. Tahu kenapa? Karena pernikahanku dan Adras akan terjadi, tak seperti ancaman Anda dua tahun lalu!" tunjuk Okna.
"Tiga tahun! Kamu gak bisa ngitung dengan benar, ya? Tapi gimana, ya? Sayang aku gak ada keinginan sama Adras lagi. Aku tahu kamu pasti kecewa gak bisa saingan sama aku. Tapi pacar aku yang sekarang itu populer, kaya, ganteng, perhatian. Bukan papan beku kayak calon suami kamu." Harpa mengusap bahu Okna.
Adras saat itu hendak ke ruangan Okna untuk mengajak calon istrinya ke kantin. Dia bisa dengan jelas mendengar apa yang dikatakan oleh CEOnya itu. Adras hanya bisa menenangkan perasaan meski dalam hati sudah terbakar.
"CEO," panggil Adras. Harpa yang kini kaget oleh Adras.
Dia berbalik dan melotot. "Kamu mau bikin aku jantungan? Kalau mau ngomong, liatin dulu muka kamu di depan wajahku!" omel Harpa.
"Jangan bentak calon suamiku!" Okna menegur Harpa dengan suara tinggi. Namun, Harpa malah memeletkan lidah.
"Makanan Anda sudah saya siapkan di kantor. Akan lebih baik Anda lekas makan karena banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Saya tidak bisa menemani karena ada janji dengan calon istri saya," jelas Adras.
Harpa turun dari meja. "Baiklah! Aku sudah bosan main dengan Okna. Mungkin karena kami sudah tidak satu frekuensi." Harpa melambaikan tangan.
"Satu lagi CEO, saya mohon dengan sangat. Saya tahu Okna banyak salah. Namun, bukan artinya Anda terus menyudutkan dia begitu, termasuk teman Anda. Biar saya yang menegurnya sendiri. Untuk masalah saat itu, saya minta maaf," Adras menunduk di depan Harpa.