55. Pengorbanan

1017 Words
Gera resah luar biasa. Pria itu sama sekali tak menyangka kalau sepupunya akan menaklukan dia dengan mudah. Penjualan lightstick baru Diamond laku keras. Hal itu membuat Callir berencana menjual lightstick untuk grup lainnya. Belum lagi Harpa sudah mengajukan strategi penjualan baru, yang Gera tidak ketahui apa isinya. Dia pun tidak dilibatkan dalam proyek tersebut dengan alasan pertanggungjawaban atas kasus sebelumnya. Para direktur dan dewan komisaris terlihat mulai banyak berpaling dari sisi Gera. Mereka melihat masa depan Callir yang lebih cemerlang di tangan gadis itu. "Kenapa juga aku percaya kalau anak itu bodoh? Sekarang dia berhasil mengelabuiku di saat aku tengah terpuruk. Harusnya aku lebih berhati-hati dengannya," batin Gera. Dia memang sudah sangat salah karena berperang tanpa mengetahui kemampuan lawan. Akhirnya dia berjalan tanpa arah hingga tanpa sadar diserang dari belakang. Meski belum menutup kerugian Callir akan perbuatan Gera, tapi proyek Harpa selanjutnya diprediksi akan mendatangkan banyak keuntungan. Gera membuka flashdisk yang dia dapatkan dari Okna. Ada salah satu proyek Harpa yang tersimpan di sana. "Sebelum gadis itu berhasil dengan proyeknya, aku akan jegal jalannya lebih dulu." Gera sama sekali tak tahu kalau apa yang ada di sana merupakan dokumen lama milik Chaldan yang sudah Adras otak-atik. Tentu saja itu seperti proposal yang benar-benar Harpa buat. "Pak Ramlan, aku menelepon ingin memastikan agar Anda menolak pemesanan dari Callir. Kita sudah lama saling bekerja sama. Hanya saja kali ini yang mengurus proyek putri Tuan Chaldan. Anda tentu sudah tahu skandal dan kejelekan apa yang anak itu punya, kan?" pesan Gera. "Tentu saja, Tuan Gera. Mana mungkin saya berani mengambil kerugian ke depannya. Tentu, saya pastikan tidak akan menerima kerja sama dari Callir dulu sampai Anda memberikan konfirmasi," jawab pria itu. Gera tersenyum puas. "Saya sangat berterima kasih atas bantuan Anda. Saya janji ke depannya proyek Callir berjalan dan perusahaan Anda ikut dalam proyek, saya akan berikan kelebihan." Setelah pembicaraan itu, Gera tertawa puas. "Kali ini rencanamu tidak akan berhasil tanpa perusahaan produksi. Kamu pikir sedang bermain dengan siapa, Harpa. Kita akan jatuh bersama. Sama sekali aku tidak akan mengakui kehebatan kamu itu!" tegas Gera. Sedang Adras tertawa mendengar kabar dari Nolan. Bukan hanya bisa mengakses laptop pribadi Gera, Nolan pun menyadap pesan dan telepon pria itu. "Dia benar-benar percaya kalau itu data sesungguhnya? Aneh sekali," ledek Adras. "Karena kamu menyimpannya di tempat ekslusif. Ternyata isinya bodong," timpal Nolan tak kalah puasnya tertawa. Tak lama Nolan dan Adras sama-sama terdiam. "Kamu benar akan melepaskan dia begitu saja?" tanya Nolan. Adras tak menjawab. Dia berpikir keras. "Aku sayang dia. Tapi sudah ada orang lain di hatinya. Aku tak ingin mengecewakan ayahku. Kamu tahu sendiri, aku anak satu-satunya. Menikahi Okna adalah keinginannya," jawab Adras. "Meski kamu tidak bahagia?" tanya Nolan lagi. Tatapan mata Adras menurun. "Aku bahkan lupa seperti apa kebahagiaan, selain saat bersama Harpa. Namun, karena cinta membuat kita ingin berkorban. Membuat ingin melihat dia mendapatkan hal yang pantas. Yang jelas bukan pria seperti aku," jelas Adras. "Bingung sih, Dras. Mau gimana, ya? Soalnya kalian emang beda banget. Dia anak pengusaha. Sedang orang tua kamu, gaji karyawan seadanya. Kamu bilang tanpa bantuan ayahnya Harpa, kamu gak akan bisa dapat fasilitas selama di Cambridge, kan?" Adras terkekeh. "Iya, rasanya seperti menjual cintaku sendiri. Padahal aku tak mengharap itu. Aku juga bingung kenapa Tuan Chaldan membiayai kuliahku dan sekarang memintaku menjadi sekretaris Harpa. Padahal dia ingin aku meninggalkan putrinya," tambah Adras. "Mungkin dia sadar kalau kamu itu pria yang paling tepat untuk Harpa. Namanya orang tua, kadang bisa berubah penilaiannya," komentar Nolan. "Ya sudah, paling penting dia baik-baik saja. Aku memang tak bisa menjadi kekasih yang baik. Paling tidak aku bisa menjadi penjaga terbaiknya." Adras menutup telepon. Matanya menatap langit-langit dengan kosong. Sedang Harpa sudah bersiap untuk pergi diam-diam lagi. Hanya kali ini dia akan bertemu dengan seluruh anggota Diamond. Akhirnya setelah sekian lama merencakan, pertemuan waktu itu tiba juga. Dibonceng oleh Dios, Harpa hendak pergi ke tempat baru. "Memang bukan di alam terbuka, tapi cukup sepi dan hening untuk membicarakan strategi. Jadi di sana sangat aman," jelas Dios. Saat itu kaca helm Harpa terbuka karena suara Dios terhalang oleh angin serta kendaraan di sekitar. Tiba di sebuah gang, Dios masuk dan menyusuri jalan setapak hingga ke tengah sawah dan menurun. Harpa sampai tak percaya kalau tempat ini masih di Bandung. "Indah banget," komentar gadis itu. Akhirnya mereka tiba di sebuah tempat yang ada di pinggiran sawah. Sebuah saung berdiri menghadap padi-padi yang tengah menguning menunggu waktu panen tiba. "Katanya kita gak ke alam terbuka?" tanya Harpa heran. "Gak terlalu terbuka memang. Karena di sisinya ada perkampungan yang melingkari," alasan Dios. Begitu Harpa turun, teman-teman Dios lekas menyambutnya. Mereka bahkan menyiapkan air minum dan camilan. Rupanya baik Harpa pun Diamond sama-sama gugup menghadapi pertemuan ini. "Salam kenal, CEO," sapa seluruh anggota. "Bukannya kita sudah saling mengenal sebelumnya. Aku Harpa, panggil saja begitu," balas Harpa. "Mana mungkin kami berani, Nona. Apalagi Anda memperlakukan kami dengan sangat baik. Terima kasih atas bantuan Anda sebelumnya." Regal menggeser kaleng minuman soda ke dekat Harpa. "Batuan yang mana? Aku bahkan merasa tidak melakukan apa-apa," timpal Harpa sambil terkekeh. "Anda sudah membuatkan official lightstick kami yang baru. Dan cara promosi Anda benar luar biasa," puji Niel. "Itu semua karena bantuan Dios. Kalau dia tidak mau aku ajak melanggar aturan, mungkin aku juga akan gagal," jawab Harpa. Setelah acara ramah tamah, Harpa mengungkapkan alasannya bertemu dengan seluruh anggota. "Aku ingin suatu hari nanti meski Diamond telah kehilangan popularitas, tapi membernya tidak. Kalian bisa melakukan banyak hal yang kalian inginkan selain menyanyi. Aku sangat yakin kalian punya bakat terpendam," jelas Harpa. Dios menatap gadis itu sambil tersenyum. "Pokoknya, kalian jangan menyerah! Aku akan ada di belakang kalian. Aku ini fans kalian, kan?" Harpa berseru. Lengkungan bibirnya yang manis dan mata bulat Harpa yang bercahaya memancing Dios semakin lama menatap. Tanpa disadari pria itu, Neo menangkapnya. Tangan Neo menepuk bahu Dios hingga rekan satu grupnya itu terkejut. "Dia memang baik dan cantik. Paket komplit," ledek Neo. Dios hanya menggelengkan kepala. "Jadi, siapa di antara kalian yang akan memulai karir baru lebih dulu?" tawar Harpa. Para member malah saling tunjuk. "Ayolah! Kalian ini artis! Harusnya penuh percaya diri," tegas Harpa sambil berkacak pinggang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD