Pelarian

1283 Words
Palupi berhasil keluar dari ruang rias melalui jendela toilet, sesuatu yang sangat kuno sekali dan jelas membuat harga dirinya terluka parah. Seumur-umur, Palupi selalu membolos pelajaran sekolah, keluar dari pintu langsung penuh harga diri. Kini, ia pergi dari pernikahannya sendiri melalui jendela toilet. Sungguh drama yang sangat pasaran. Tapi apa pun itu, Palupi patut bersyukur. Setidaknya cara ini lebih baik dari pada membuat drama sekarat mendadak saat ijab qobul hanya untuk menghindari akad. Drama yang kedua ini pasti akan membuat geger banyak orang. Salah-salah, jika ada sesepuh keluarga yang punya riwayat sakit jantung, Palupi bisa menjadi tersangka utama pembunuhan tak berencana. Tentu saja ia tak bisa melakukan ini. Palupi mengangkat gaunnya, membuat kakinya bisa sedikit lebih bebas mengambil langkah. Dia menyusuri sisi rumah, menyadari mulai banyak orang yang berlalu lalang. Dari ingatan yang diwariskan tubuh ini, Palupi mendapati bahwa pernikahan pemilik tubuh sebelumnya diadakan di rumahnya sendiri. Menyadari hal ini, membuat Palupi menarik kesimpulan tubuh ini adalah putri sosok yang cukup berpengaruh dan kaya. Lihat saja rumah ini dan hitung luasnya. Berapa kali lapangan saja lahan rumah ini. Palupi berteriak frustasi. Dia benci kenyataan terdampar dalam keluarga kaya. Lagi. Kenapa ia tidak terdampar di tubuh yang memiliki identitas sederhana saja? Anak tukang bubur, kek. Penjual, kek. Petani, kek. Itu lebih baik. Orang kaya selalu memiliki kehidupan rumit dan ia sangat tak suka. Beberapa orang mulai menatap Palupi curiga. Gaun Palupi yang jelas mengenakan gaun pengantin, riasannya yang menonjol, jelas seperti mendeklarasikan pelarian terang-terangan. Ya Tuhan. Kalau dipikir-pikir, adegan ini seperti film novela yang ditonton Bi Nah, pembantunya dulu, setiap jam dua siang. Seorang pengantin melarikan diri di saat pernikahan, meninggalkan pengantin laki-laki demi laki-laki lain yang menjadi cinta sejatinya. Drama kemudian berakhir dengan pelarian penuh resiko dan kematian laki-laki pihak ketiga. Sepertinya momen ini sedikit mirip dengan adegan itu. Hanya saja, Palupi memiliki premis cerita yang berbeda jauh. "Pal! Palupi!" Seorang wanita memanggilnya. Kelihatannya dia adalah tamu undangan yang akan menyaksikan akad. Palupi hanya bisa asal menebak dan tak mau repot-repot menggali ingatannya yang seperti kapal karam. "Ya?" Palupi tersenyum kecil. Untung namanya tidak berubah. Jika namanya berubah, ia pasti akan terlihat seperti orang i***t setiap kali namanya dipanggil dan ia tak menoleh sama sekali. "Kamu mau ke mana?" Wanita itu tampak khawatir. Akad seperempat jam lagi dan pengantin wanita keluyuran dengan gaun dinaikkan setinggi paha ke area halaman. Siapa yang waras di sini? "k****m ketinggalan di mobil. Jadi mau ambil dulu!" jawab Palupi sekenanya. Dia segera berjalan menuju area parkir tamu, membuat mata banyak orang semakin melirik syok. Hah? Apa tadi yang ia katakan? Sejak kapan pengantin perempuan punya tradisi berjalan ke area parkir sebelum menikah? Dan mengambil apa itu tadi … Oh Ya Tuhan. Wanita itu terlalu v****r. Baru saja Palupi tiba di halaman samping yang digunakan sebagai area parkir tamu, ia mendengar seruan-seruan khawatir dari belakangnya. Sekelompok wanita, sebagian besar tukang rias yang tadi memperingatkan Palupi akan pernikahannya, mengejar Palupi secara bersamaan. "Neng! Ijab qobul sebentar lagi! Neng mau ke mana? Kami mulai cemas cariin Neng dari tadi!" wanita yang menjadi perias dirinya menunjukkan raut muka khawatir. Bukannya memelankan langkah, Palupi justru mengangkat gaunnya semakin ke atas dengan tidak sopan, menendang hills yang tingginya dua belas centi, yang benar saja, itu bukan sandal, itu alat penyiksaan yang dikembangkan oleh kaum berkepentingan dengan tujuan konspirasi besar-beasaran. Dengan hills setinggi ini, Palupi bisa menggunakan benda ini untuk melumpuhkan musuh sejauh satu kilo meter saat tawuran. Tanpa hills yang menahan kaki, Palupi bergerak lebih leluasa dan melarikan diri dengan cepat. Gerbang utama terlalu jauh dan Palupi juga sadar mungkin ia akan diburu layaknya nara pidana yang kabur dari penjara jika menuju ke sana. Jadi, Palupi bergerak memasuki area parkir, mencari celah demi celah, berharap ada orang baik yang bersedia memberinya tumpangan untuk kabur. Yah. Harapan ini sedikit terlalu tinggi. Berapa persen di dunia ini ada tamu undangan yang bersedia membantu lari pengantin perempuan? Meski begitu, Palupi patut mencoba. "Tolong! Itu pengantin perempuan mau lari!" Kalimat dari salah satu perias ini membuat banyak orang histeris. Palupi menundukkan kepala, bersembunyi di antara mobil, menenggelamkan diri agar tidak mudah ditemukan. Ya Tuhan. Ini adalah aksi pelarian pertama tanpa perhitungan yang ia lakukan. Bahkan, saat biasanya Palupi lari dari kejaran polisi karena tawuran, setidaknya dia tahu medan dan tahu arah. Kali ini, jangankan arah. Mau lari ke mana saja Palupi bingung. Saat diliputi kebingungan, Palupi menemukan sebuah mobil marcedes hitam yang baru saja terparkir. Mesin mobil itu baru saja dimatikan, dan pengemudinya bersiap untuk turun. Sebelum kesempatan hilang, Palupi membuka pintu penumpang yang kebetulan tidak dikunci, dan luruh ke kursi mobil dengan penampilan acak-acakan. Seorang lelaki yang tadinya bersiap turun, melirik ke arahnya dengan mata disipitkan. Lelaki ini berusia sekitar pertengahan tiga puluh, berwajah maskulin dengan mata hitam yang memiliki sorot mata tajam, rahang persegi, dan rambut gondrong sebahu. Rambut itu ia kucir dengan karet hitam. Meski begitu, hal itu justru menambah kesan macho-nya. Setelan hitamnya menunjukkan kesan dingin dan sombong. Palupi mengerjapkan mata, menatap lelaki ini selama beberapa detik. Wajah ini sangat familier. Palupi memiliki ingatan yang samar-samar. Dia memejamkan mata, menggali ingatan dengan susah payah. Kemudian, sebuah nama muncul dalam benaknya. Samuel Linggar Ganendra. Lelaki ini memiliki hubungan yang tidak baik dengan keluarganya. Sial kuadrat. Palupi jatuh ke tangan tirani. Namun, saat ini ia terdesak. Tak ada pilihan lain selain meminta pertolongan dari satu-satunya kandidat yang ada. "Sam! Bisa minta tolong?" Lelaki itu mengerutkan alis, membuat kedua alisnya saling bertemu di titik pertengahan dahi. Espresi ini cukup menawan. "Minta tolong?" Suara bariton lelaki ini dalam dan menggoda. Ada serak yang menyertainya. "Sejak kapan seorang Palupi butuh pertolongan?" Lelaki itu menatap ekspresi wajah Palupi yang linglung dan tersenyum kecil. Bibir tipisnya tertarik dengan sudut sempurna, menampakkan kesan sinis yang menggoda. Gerombolan orang yang tadinya sedikit, kini berubah banyak untuk mencari keberadaan Palupi yang menghilang dengan tiba-tiba. Teriakan-teriakan orang-orang memanggil namanya ke sepanjang area parkir, mengingatkan Palupi pada misi penyelamatan orang hilang di hutan belantara. Suara-suara mereka sangat nyaring, dengan nada kacau balau. Seperti koor yang bertujuan mengontaminasi indera pendengaran. Gajah saja pasti akan sekarat menikmati koor ini. Lelaki di depannya ini mendengar teriakan massa regu pencari Palupi dan melirik penuh arti pada wanita yang kini duduk di kursi penumpang. "Kabur dari pernikahan?" tanyanya. Di dalam matanya, Palupi bisa melihat nyala yang menari secara sekilas. "Mau bantu gue kabur? Nanti gue bayar!" Palupi mencoba membuka percakapan. Lelaki itu terkekeh geli, tetapi matanya menunjukkan kelicikan. Untuk sejenak, Palupi merasakan ketakutan. Mungkinkah lelaki itu jahat? Tapi terlambat untuk memikirkan hal ini. Suara-suara cempreng yang meneriakkan namanya terdengar lebih jahat lagi dari lelaki ini. "Uang bukan sesuatu yang kurang dalam hidup gue!" Palupi menepuk dahinya. Tentu saja. Dari mobil dan setelan yang Sam gunakan, jelas dia tidak menunjukkan kekurangan. Selain itu, Palupi baru ingat ia tidak membawa uang sama sekali. Bagaimana bisa ia membayar nanti? Tidak mungkin dengan salah satu ginjalnya, bukan? "Kenapa kabur? Bukankah pernikahan ini sempurna? Devano adalah lelaki idaman loe! Seluruh dunia menyaksikan pengejaran loe padanya!" Bukannya menjawab, Sam justru memberikan pernyataan mengerikan. Jadi tubuh ini dengan suka rela mengejar-ngejar lelaki yang bernama Kevano? Wow. Menggelikan. Apa Kevano kriminal sehingga perlu dikejar? Dalam ingatan Palupi, Devano adalah lelaki yang menawan. Sayangnya, Palupi jelas tak ingin terjebak di atas ranjang dengan lelaki asing. Dia bahkan belum mengenal orang itu sama sekali. Dan dia tak ingin melanjutkan pengejaran menggelikan terhadap lelaki itu. "Devano mengingatkan gue sama penjahat perang dunia ke satu!" "Apa?" Sam sepertinya butuh pengulangan. "Dia sepertinya siap melakukan p*********n berdarah. Gue nggak mau jadi istrinya yang akan dipenggal di malam hari?" Sam sama sekali tak siap mendengar setiap jawaban Palupi yang terdengar di luar nalar. Dia sepertinya terkontaminasi dengan film berdarah. "Bantu gue kabur!" Sam menginjak pedal gas mobil, diam-diam menemukan ketertarikan baru pada wanita ini. … 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD