TWO

2526 Words
Kiara memilah milih baju yang sudah tidak terpakai lagi dan ingin didonasikan. Ternyata ada satu kantong besar yang akan dia sumbangkan di lembaga sosial milik temannya. Kiara lumayan rutin menyumbangkan baju-bajunya yang sudah tidak terpakai lagi ke lembaga itu. Dan ga cuma baju-baju saja Kiara pun memilih beberapa tas yang masih sangat layak pakai untuk diberikan kepada asisten rumah tangga yang bekerja di rumahnya. Setelah beberapa jam berkutat dengan baju, tas dan juga sepatu-sepatunya. Kiara bersandar di tepian ranjang dan mencoba melihat notification yang muncul di layar smartphonenya. Ia membulatkan matanya dan melihat Dean tiba-tiba muncul di depan kamarnya yang sedari tadi pintunya dibukanya lebar-lebar. “Astaga! Mas Dean!” Katanya sambil membulatkan matanya, menutup mulutnya yang terbuka karna sangat terkejut dengan kemunculan lelaki itu. “Non, Maaf ... Bibi udah larang Mas Dean masuk. Tapi Mas Dean maksa.” Kata Bi Onah gugup. Karna Bi Onah sudah mengurus Kiara sejak kecil jadi Bi Onah sudah tau sejarah percintaan Kiara dan Dean jadi Bi Onah merasa tidak enak dengan Kiara yang sudah dianggapnya seperti anaknya sendiri. “Ga apa-apa Bi. Kamu mau minum apa?” tanyanya pada Dean yang masih belum bersuara namun menatap Kiara dengan tajam. “Apa aja.” Tanpa melepas tatapannya kepada wanita yang dirindukannya itu. “Bi, tolong bikinin Mas Dean coklat hangat ya.” Titahnya pada bi Onah, kemudian membalas tatapan Dean. “Ba-Baik, Non.” Kemudian melenggang pergi. Kiara menatap Dean sebentar dan mengajaknya untuk duduk di sofa two seater yang berada di sudut kamarnya. “Baju kamu basah.” Melangkah meninggalkan Dean sebentar, “nih ganti baju dulu.” Kemudian memberikan sebuah handuk berwarna putih dan kaos hitam polos untuk Dean. “Terima kasih.” Seraya meninggalkan Kiara di kamarnya menuju kamar mandi yang berada di sebelah walking closetnya. Nada dering khas smartphone milik Kiara berdering dengan nyaringnya. Kiara kemudian menjawab telponnya itu setelah melihat id penelpon yang ternyata dari ‘Hito’. “Iya, aku di rumah. Engga kemana-mana kok. Lagi juga di luar hujan kan.” Jawabnya pada kekasihnya yang menelponnya itu, “Oh, Ya udah istirahat ya. Nanti kalo sudah ga ujan aku usahakan ke rumah sakit, nemuin kamu. Kamu mau dibawain apa? Ehmm, Ok sampai ketemu.” Kemudian menutup telponnya. Tanpa Kiara sadari, Dean sudah berdiri di belakangnya dan mendengar semua pembicaraannya dengan Hito barusan. Setelah selesai berbicara di telpon dengan kekasihnya itu, Kiara kemudian menaruh smartphonenya di nakas samping tempat tidurnya. Betapa terkejutnya Kiara ketika merasakan pelukan hangat yang sudah lama tidak dirasakannya dari Dean. Dean memeluknya dari belakang. Kiara berusaha untuk melepaskan pelukannya tapi Dean menahannya dan mengeratkan pelukannya. “Mas! Jangan begini. Aku mohon.” Katanya lirih sambil menahan air matanya agar tak terjatuh. “Sebentar saja, Aikko. Aku mohon!” Kata Dean yang masih tak bergeming dan mengeratkan pelukannya. Tapi Kiara makin memberontak hingga akhirnya Dean melepaskan pelukannya dan memutar tubuh Kiara hingga menghadapnya. “Kenapa kamu seperti ini, menjauhi aku? Hingga kamu tega bertunangan dengan adik angkatku sendiri? Apa ini balasan kamu atas pernikahanku?” katanya meminta penjelasan. “Hito menyayangiku dengan segenap perasaannya. Dia juga teman baikku, Mas. Kamu yang meninggalkan aku dengan menikah dengan perempuan yang dijodohkan ibumu. Apa aku salah jika aku bertunangan dengan laki-laki yang mencintaiku dengan segala kekuranganku? Apa aku salah jika aku juga ingin bahagia?” masih berusaha menahan air mata yang sudah dipelupuk matanya “Sudahlah mas. Lebih baik kamu pergi dan jangan ganggu aku dengan Hito.” “Aku ga akan pergi Aikko!” katanya dengan penuh penegasan. “Lalu, apa maumu Akio?” “Aku ingin kamu menjawab semua pertanyaanku,” Dean menatap Kiara. Matanya sudah berkaca-kaca menahan kerinduan dan ia tak menyangka akan bertemu Kiara dan bisa memeluk tubuhnya bahkan mereka bisa sedekat ini. “Apa kamu mencintai Hito?” katanya kemudian mendekat dengan Kiara dan mencengkram lengannya itu. “Ya!” jawabnya singkat lalu memalingkan tatapan matanya kearah lain. “Tatap mata aku Aikko, dan jawab pertanyaan aku!” mencengkram lengannya lebih keras lagi. “Apa kamu mencintai Hito dengan segenap perasaanmu, Aikko?” lanjutnya. Lalu, Kiara menatap mata Dean dengan air mata yang sudah berdesakan ingin keluar dan menahan kesakitan atas cengkraman di lengannya itu, “Ya! aku sangat mencintainya,” jawabnya penuh penegasan. Begitu mendengar jawabannya Dean langsung melepaskan cengkramannya dan berlalu meninggalkan Kiara sendirian di kamarnya itu. Bi Onah yang melihatnya kemudian segera menghampiri Kiara yang sedang terduduk lemas dengan keadaan menangis. Kemudian Bi Onah memeluk Kiara. Wanita itu sedang menangis sejadi-jadinya dipelukan bi Onah. Begitu berat yang dilalui Kiara dulu setelah putus dengan Dean. Seperti sudah tidak punya arah lagi. Yang Bi Onah tau Kiara sudah berkomitmen dengan serius dengan Dean dan merencakan pernikahan setelah Dean lulus dan menjadi seorang dokter seperti impiannya. Tapi rencana itu hanyalah tinggal rencana. Hubungan Kiara putus dengan Dean, Walaupun dengan baik-baik dan demi kebaikan bersama. Maka mereka menyudahi hubungan mereka. Sebenarnya mereka tidak ingin menyudahi hubungan mereka dan masih saling menyayangi satu sama lainnya. Tapi Dean malah pergi meninggalkannya. Begitu agak tenang, Kiara segera bersiap untuk bertemu dengan Hito yang masuk rumah sakit tadi siang. Kiara juga meminta bi Onah membuatkan makanan untuk Hito. Kiara langsung melajukan mobilnya setelah makanan untuk Hito siap untuk ia bawa. Jalanan lumayan agak padat karna bertepatan dengan weekend juga diguyur oleh hujan yang membuat siapa saja sebenarnya ingin berdiam diri di rumah. Sesampainya di rumah sakit dan masuk ruangan VVIP yang Hito tempati, Kiara terkejut ternyata Dean ada di sana lebih dulu bersama dengan keluarga Hito. Lengkap dengan Astrid yang sekarang tidak pernah ketinggalan dari Ben semenjak lamaran. “Hai, Tante Om!” sapa Kiara lebih dahulu sambil tersenyum ramah. “Hai Ra. Kamu dari mana? Kok baru kesini?” tanya papanya Hito. “Maaf Om Tante, aku tadi abis beres-beres kamar. Sortir baju, tas dan sepatu yang udah ga kepake. Buat donasi.” Jelasnya singkat. “Oh … iya udah ga apa. Tante nanti nitip juga ya Ra. Nanti jangan lupa diambil sekalian kamu anter. Tapi nanti aja kalo Hito udah sembuh dan kamu sudah bisa mampir ke rumah.” “Iya, Tante.” “Ya udah gih ketemu Hito.” Perintah ramah sang calon ibu mertua sambil tersenyum. “Iya, Tan.” Kemudian Kiara menyapa yang lainnya dan bersalaman dengan Dean dan tersenyum seolah tidak terjadi apa-apa hari ini dengan mereka sebelumnya. Dean juga berusaha bersikap biasa saja dan berusaha tersenyum walaupun Kiara sepertinya enggan melihatnya dan membuat lelaki itu sebenarnya ingin menyambar tubuh Kiara dan memeluknya, dan enggan melepaskannya. Kiara kemudian menghampiri Hito yang sedang duduk di ranjangnya dan melihat ke jendela yang sengaja dibuka agar lebih banyak penerangan yang masuk ke kamarnya itu. Bulir-bulir air hujan masih membasahi bumi bahkan beberapa menempel di kaca dan memberikan hiasan tersendiri untuk suasana sore itu. “Udah ketaun hasil labnya, Ay?” tanyanya cemas begitu duduk di samping ranjang tempat Hito kini beristirahat. “Udah. Katanya DBD.” Jawabnya lemas sambil berusaha tersenyum. “Kamu jangan nolak ya kalo aku kasih jus jambu merah. Awas aja kalo nolak.” Katanya galak. “Ga mau ah … aku kan ga suka. Yang lain deh. Jangan Jus jambu. Jus alpuket enakan, Ay.” Protesnya. “Mana ada buat naikin trombosit pake alpuket. Ngacooo!” katanya sambil menanggapi candaan kekasihnya itu. Di satu sisi Dean tak lepas menatap lekat kemesraan Kiara dan Hito sedari tadi di depannya. Kiara mencoba acuh dengan keberadaan mantan kekasihnya itu. Gelanyar aneh dalam d@d@ Dean terasa begitu menyakitkan melihat kedua sejoli yang berada di depannya tak ada lelahnya saling menatap. Ben yang duduk di sebelah Dean tau betul jika sahabatnya itu sedang merasa cemburu langsung menyentuh bahu Dean agar suasana hatinya sedikit lebih reda dan membaik. Dean yang menyadari itu langsung melepas pandangannya dari dua sejoli itu dan berusah turut dalam pembicaraan orang tua angkatnya. ** Kiara tiba di rumah sakit dengan berjalan membawa tas hijau kecil yang ditentengnya dan sesegera mungkin untuk menuju kamar Hito. Langkahnya terhenti dengan melihat sosok yang tak ingin ditemuinya. Namun, sosok laki-laki bertubuh tinggi tegap nan tampan itu selalu hadir di sekitarnya beberapa hari belakangan ini. Dengan memakai jas putih khas dokter, Dean berjalan menuju Kiara yang berjalan berpapasan dengannya. Dean berhenti tepat di depan Kiara yang sedari tadi berjalan di lorong rumah sakit Hospi Hospital dan memandangnya dengan tajam. “Sepertinya kamu bahagia dengannya.” Sindir Dean. “Ya, tentunya.” Jawabnya membalas tatapan Dean. Kiara kemudian berusaha meninggalkan Dean dan melangkahkan kakinya. Namun pergelangan tangannya dicengkram oleh Dean dan membuatnya berhenti melangkah. “Aku sudah bercerai dengan Mischa, Aikko.” Katanya singkat. “Apa? Ga mungkin. Kamu pasti bohong kan?” tanyanya kaget sambil membulatkan matanya. “Untuk apa aku berbohong padamu, Aikko. Jika kamu ada waktu aku butuh berbicara denganmu. Aku kangen kamu.” “Aku ga ada waktu. Jangan kangen aku Akio, aku sudah menjadi milik Hito. Semuanya pun sudah jelas, dan kita ga akan bisa seperti dulu lagi.” Katanya ketus penuh penegasan. “Aku butuh teman, Aikko. Aku benar-benar sendirian saat ini. Apa kamu tidak kasian?” katanya memelas. “Cari saja teman yang lain, Mas. Aku tidak punya waktu. Masih banyak urusan lain! Lagipula Hito lebih membutuhkanku daripada kamu.” Kemudian Kiara melanjutkan langkahnya dan pergi meninggalkan Dean sendirian di lorong itu. Dean merasa sakit hatinya karna penolakan yang baru saja Kiara lakukan. Dean menatap punggung Kiara yang kini benar-benar menghilang di ujung lorong rumah sakit itu. Kiara tau betul jika Dean pasti tidak akan pernah berhenti mengejarnya sebelum ia mendapatkan apa yang diinginkannya. Tapi biarkan sajalah. Toh, sekarang yang menjadi prioritasnya adalah Hito yang menjadi kekasih sekaligus tunangannya. Begitu sampai di ruangan Hito, ternyata sedang ada dokter yang memeriksanya. Dokter bilang kondisi Hito sudah semakin membaik dan sudah diperbolehkan pulang sore ini. Kiara dan Hito senang mendengarnya, kemudian mengurus administrasinya dan kepulangan Hito ke rumahnya. ** Kiara, Hito dan Astrid baru saja sampai dikediaman keluarga Ananda setelah Hito dinyatakan boleh pulang dari Hospi Hospital sore itu. Ben sedang melakukan meeting dengan clientnya tanpa Kiara mendampinginya seperti biasa. Kiara diperbolehkan untuk izin dan menemani Hito untuk beberapa hari. Baru kali ini, Kiara memakai kuasa Ben sebagai calon kaka ipar sekaligus bossnya untuk urusan pribadi. Mengingat Kiara selalu berusaha untuk bersikap professional dikantor. Kali ini, Ben sendiri yang membeitahukan kepada Manager HRDnya untuk memberikan izin untuk adik iparnya itu. Begitu sampai di ruang keluarga, terlihat Dean sudah sampai lebih dulu di sana dan sedang berbincang dengan kedua orang tua Hito dengan sangat akrab. Dean berusaha mendekati Kiara dengan berbagai cara. Salah satunya dengan menemuinya dan berada di sekitarnya. Kiara sangat tidak nyaman sesungguhnya dengan keadaan seperti ini. Dean tau betul, mangkanya ia melakukan ini agar Kiara mau diajaknya untuk berbicara secara baik-baik. Ben datang disambut oleh sang calon istri yang sudah menunggunya di teras rumah sejak 5 menit sebelum kedatangannya. Mereka berdua kemudian melangkahkan kaki menuju ruang makan, karna kedua orangtua, Kiara, Hito dan Dean sedang menyantap makanan yang sudah dibuat oleh mamah Hito begitu mendengar anak bungsunya itu akan pulang ke rumah setelah dirawat beberapa hari di Hospi Hospital. “Bang, nanti malam ketemuan sama WO jam berapa kira-kira?” tanya Kiara memulai pembicaraan begitu Astrid dan Ben duduk di depannya. “Ehmmm … Kemungkinan jam 7an aja ya. Biar enak. Kenapa Ra?” tanya Ben. “Ga, tadi soalnya Pa Nandi, pemilik WOnya telpon aku. Untuk make sure aja takut Abang ada jadwal meeting hari ini. Kalo gitu nanti aku info dia untuk jam meetingnya.” “Ok terima kasih ya, Adik abang yang paling baik.” Puji Ben pada Kiara, “Gimana It? Udah enakan?” tanya Bang Ben kini beralih pada Hito yang duduk di sebelah Kiara. “Udah Bang. Cuma tinggal pusingnya aja dikit. Trus tadi gw tanya sama Bang Dean katanya mau dikasih resep vitamin yang bagus. Biar trombositnya ga turun-turun lagi.” “Ya udah Ean, Lo kasih deh resep tuh buat Ade gw yang bagus. Biar sekalian pulih dia. Kasian nih si Astrid kecapean ngurus hotel sendirian. Mana minggu depan, terakhir dia kerja kan. Kalo sakit gimana?” “Siap, boss!” Dean dan Hito berbarengan “Oiya satu lagi It.” Kata Ben. “Apa?” jawab Hito santai sambil menyuapkan makanan ke mulutnya. “Gw minta 2 minggu ke depan Astrid udah mulai cuti ya. Seminggu sebelum pernikahan sama seminggu setelah pernikahan. Handle kerjaan by phone aja. Tapi setelah pernikahan ga pake ya ada telpon-telpon dari kantor.” Kata Ben memerintah adik satu-satunya itu. “Iya-iya, honeymoon deh sana yang puas. Biar Mama sama Papa punya cucu. Jadi gw ga dikejar-kejar mulu suruh buruan nikah.” Kata Hito bercanda. “Kalian kan udah lama tunangan, trus kapan nikahnya It? Lama banget dah. Nungguin apa lagi sih?” tanya papanya kali ini ikut bicara. Kiara yang mendengar pertanyaan dari calon ayah mertuanya itu langsung tersedak. Sedangkan Dean tak lepas meperhatikan Kiara yang salting ditanya pertanyaanitu. “Tuh kan ati-ati dong, Ay.” Kata Hito sambil memberikan segelas air kepada Kiara “Engga Pah, Bukannya ga mau cepet-cepet. Aku juga sebenernya udah pengen banget. Tapi masih tunggu si Nona ini mengatakan ‘Yes I DO’ . Ya, aku sih nyantai aja. Yang penting kan aku udah tunangan sama Kiara jadi ga ada tuh yang boleh ngedeketin dia lagi. Termasuk mantan-mantannya!” Sambil tersenyum menang, melemparkan sindiran dengan pandangannya ke arah Dean. Dean yang merasa disindir halus oleh pandangan Hito langsung melemparkan senyuman tipisnya. Ben dan yang lainnya hanya bisa terdiam, melanjutkan santapan mereka masing-masing sambil sesekali mengobrol ringan. ** Setelah mengurus keperluan Hito, akhirnya Kiara mohon izin untuk pulang. Taksi online yang dipesannya sudah datang dan menunggunya di luar. Kiarapun akhirnya berpamitan dengan orang tua Hito dan yang lainnya. Mendangar Kiara sudah pamit pulang, Dean juga langsung berpamitan dan berusaha mengejar Kiara. Di perjalanan pulang taksi yang ditumpangi Kiara disalip oleh mobil lainnya yang berjenis sedan berwarna hitam. Sehingga, supir taksi online yang mengendarai mobil yang ditumpangi Kiara harus menginjak rem secara mendadak. Kiara terkejut karna ada seorang lelaki tampan yang sangat ia kenal dan tak ingin ditemuinya itu malah turun dari mobil sedan hitam yang menyalip mobil yang ditumpanginya tadi. Laki-laki itu mengetuk-ngetuk kaca jendela yang tepat berada disamping kiri Kiara. Dengan kesal Kiara membuka kaca tersebut. “Mau apa lagi sih, Mas?” tanya Kiara kesal. “Aku cuma mau ngomong sama kamu. Udah itu aja.” Jawab Dean sambil mencoba membuka pintu taksi yang dinaiki Kiara. Tangannya langsung menarik Kiara keluar dari taksi online itu setelah membuka pintunya. Dean mencengkram sedikit pergelangan tangan Kiara. “Auuu! Sakit Mas!” Kiara memberontak melepaskan cengkraman tangan Dean. “Aku mau bicara Kiara! Tolong, jangan begini.” Katanya sarkas. “Ga bisa. Aku udah ada janji. Please. Jangan ganggu aku.” Kiara terus memberontak. “Ayo, aku yang anter. Kita ngomong di mobilku aja, ya.” Kemudian berjalan ke arah supir dan memberikan sejumlah uang. Setelah dirasa tidak mungkin memberontak lagi dan tak mungkin Dean akan melepaskannya kali ini. Akhirnya Kiara menurut dan mengikuti Dean yang membawanya ke mobil sedan hitam yang dikemudikannya. “Dasar anak muda. Pacaran berantem mainnya kabur-kaburan.” Gerutu supir taksi online sambil senyam senyum setelah Kiara dan Dean pergi dan masuk ke dalam mobil sedan yang dikendarai Dean. **
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD