ARACA⁵

1121 Words
Semua itu tak luput dari pandangan Gerland dan teman-temannya. "Berani juga si Aca," kata Geo. "Habis keserempet mobil, makin berani aje dia," sahut Vito. "Bener, Ger kayaknya si Aca bener-bener udah nggak suka sama lu lagi deh," ujar Bagas. "HemM," Gerland hanya berdehem, dengan pandangan masih kearah Aca dan teman-temannya. "Gue kira lu sedekat itu sama sahabat kecil lu," kata Geo, Gerland terdiam jika bukan untuk tujuan tertentu Gerland tidak akan seperti ini. Dimeja Aca sendiri mereka masih adu mulut. "Lu tadi bilang apa? narik perhatian Gerland? hahahaha," Aca tertawa garing. "Hey, tapi maap-maap aja nih, gue ngak niat lagi ngejar si Gerland, kalo lu mau, ambil aja si Gerland, gue ngak butuh,"  itulah perkataan Aca yang terakhir sebelum memutuskan pergi dari kantin. Jlebb.... Semua orang mengaga tak percaya, bahkan Gerland dan teman-temannya juga mengaga tak percaya, seorang Aca yang selalu mengejar Gerland selama dua tahun ini, tiba-tiba move on secepat itu, bahkan kemarin-kemarin Aca masih sempat menulis surat untuk Gerland. Baru kali ini Gerland merasa malu, ia seperti habis manis sepah dibuang. "DELLA," teriakan itu membuat semua terlonjak kaget. "Ger ... land," ujar Della takut-takut, ia tak tau jika Gerland berada dikantin. Gerland dengan langkah lebar berjalan kearah Della, Vito dan yang lainnya mengekor mengikuti langkah Gerland. Plakkk.. Semua menatap Gerland tak percaya, bagaimana bisa ia menampar seorang perempuan. "Gue peringatan ke lu, jangan pernah bawa-bawa nama gue, lu ngerti?" tekan Gerland. "M ... maf," Della sangat takut, jika Gerland yang marah maka siap-siap kena konsekuensinya. "Sabar Ger," Bagas, memegang pundak Gerland, memperingatkannya agar tak lepas kendali nanti. "Awas lu," Gerland lalu pergi dari hadapan mereka, sementara Della masih syok seraya memegang pipinya yang sakit akibat tamparan Gerland. Dikoridor sekolah Aca berjalan dengan langkah kesal bagaimana tidak, belum saja dirinya makan nenek lampir itu sudah duluan menghampirinya dan membuat moodnya buruk. "Ca ... Aca," teriak Sera dari belakang. Aca kemudian berbalik. "Apa?" Tanya dengan galak. "Galak bener nih bocah," ujar Yahya, mereka semua menyusul Aca termasuk Romi dan Eva yang masih membawa nampan dikoridor. "Heh lu pada maen ninggalin aja," ucap Romi. "Ngapain lu bawa piringnya Mpok naroh," ujar Mina. "Udah pesen malah disimpen kan sayang Muhajir," kata Romi. "Mubazir mi ... mubazir," ucap Oga membenarkan perkataan Romi. "Ya udah makan dikelas aja yok," ajak Aca. "Nah gue setuju," Mereke semua berjalan menuju kelas dengan membawa nampan, semua yang berada dikoridor menatap mereka aneh. "Ngapain lu pada nyolong piring, nggak punya piring ya," kata Vina dari kelas XII IPS 2. "Heh Juminten mana ada orang nyolong terang-terangan, lagian nih ya kita itu mau makan dikelas," jelas Eva. "Ngapa kagak di kantin aja?" Tanya Vina. "Adoh, Juminten lu itu banyak tanya banget, gue laper pengen makan, kalo gue kesurupan macan, karna laper lu mau tanggung," dumel Aca karna sedari tadi perutnya sudah berbunyi. "Kan gu...." Belum selesai Vina berbicara, Aca dan teman-temannya sudah berjalan menuju kelas. "Woi gue blom selesai ngomong," teriak Vina. "Berisik lu," teriak Mina. Saat sampai dikelas, semua yang berada dikelas juga menatap mereka. "Nape lu pada?" Tanya Alif, ia menghampir mereka. "Ada Mak Lampir tadi," ucap Aca. "Siapa?" Tanyanya. "Si Della," jawab Oga. "Buat ulah lagi?" Tanya Alif. "Duh Lif bentar aja nanyanya, keburu masuk nih kita blom makan kamvret," ujar Yahya. "Ya deh makan Sono sekalian sama piringnya," Alif kemudian berjalan kearah teman-temannya yang berada dipojokan kelas.  Setelah makan, mereka mengembalikan mangkok pada orangnya, dan lanjut masuk ke kelas karena PBM selanjutnya akan segera dimulai. Beberapa jam mengikuti PBM, akhirnya sound bel terdengar membuat para murid bersorak gembira. Semua guru keluar dari masing-masing kelas tempat mereka mengajar tadi disusul oleh para murid. "Eh Ca lu dateng sama siapa tadi?" Tanya Sera, mereka sedang berjalan dikoridor. "Naek angkot gue," jawabnya. "Widiihh, gue anterin gimana," tawar Alif. Aca berfikir sejenak. "Boleh lah," ucap Aca. "Oke," mereka kemudian berjalan keparkiran. Alif menaiki motornya, disusul oleh Aca, ia memasang helem dikepalanya. "Heh lu bawa temen gue hati-hati jangan lecet," ucap Eva. Alif hanya mengacungkan kedua jempolnya, dan belalu meninggalkan mereka. Dijalan Aca menikmati angin sepoi-sepoi, hingga tidak sadar mereka sudah berada didepan rumah Aca. "Makasih ya Lif," ucap Aca seraya turun dari motor Alif. "Yoi sama-sama, gue pulang dulu," setelah berpamitan Alif kemudian melajukan motor sportnya meninggalkan kompleks rumah Aca. Aca kemudian berjalan memasuki pekarangan rumahnya. Ceklek.... Ia membuka pintu rumahnya, sepi sangat sepi, sepertinya orang-orang dirumah sedang keluar, Aca kemudian berjalan menaiki satu persatu anak tangga. Brukkk... Aca membuka pintu kamarnya dengan keras, untung saja kedua orang tua dan ketiga kakaknya tidak berada dirumah. Yaa biasalah kerja, mamanya kebutik, papanya keluar negeri, Dero dan Delon entahlah dia tak melihatnya. Seminggu setelah berada di tubuh ini, banyak masalah yang Aca hadapi, dan seminggu itu pula Aca berolahraga dan perawatan setiap hari. "Capek," gumamnya. Tanpa melepaskan seragam sekolahnya Aca berbaring di ranjangnya. "Aisss ... waduhh temen-temen gue dipanti gimana huhuhu, tubuh gue gimana yaa ampun, gue udah dikuburin apa gimana huwaa," Mengapa Aca melupakan hal itu, ia sendiri bingung dengan kehidupan Aca sebelumnya, kehidupan yang rumit, penuh drama, memikirkannya saja membuat kepalanya pusing. "Heran gue sama kehidupan lu Ca, ngapain ngejar cowok macam Gerland, mana lu jadi fake nerd lagi, di tuduh nyari muka lah entar apa lagi kamvret, kalo lu didepan gue Ca, udah gue tonjok lu," gumamnya, sebelum memasuki alam mimpi. Dikota lain tepatnya dibandung. Seorang pria paruh baya sedang menatap kearah brankar. "Bagaimana keadaannya?"  "Belum ada tanda-tanda tuan," balas perawat wanita itu. Pria paruh baya itu menghela nafasnya, ia kembali menoleh kearah brankar rumah sakit, disana seorang gadis sedang terbaring lemah dengan alat-alat terpasang hampir diseluruh tubuhnya. Dinegara lain, New York. Dua orang pria sedang berada disebuah ruangan. "Apa kau sudah menemukan keberadaannya?" tanya pria berjas hitam. "Belum tuan," balas pria yang umurnya sekitar 30 tahun. "Cari keberadaannya sampai dapat, dan kuberi kalian waktu satu Minggu untuk mencarinya, jika tidak bersiaplah Baron kehilangan kepalamu," ancam Pria itu tidak main-main. Baron ingin rasanya ditenggelamkan dilaut saja, daripada harus berhadapan dengan bosnya ini. "Baik tuan," kemudian pris bernama Baron itu keluar dari ruangan. "Sial, awas kau jika sampai ketemu," geram pria itu. Indonesia? Beberapa orang remaja sedang bersantai di caffe, hari ini sudah menunjukan pukul 19.00 malam. "Bu bos kemana yak, Udah dua Minggu nggak kelihatan," ujar cowok 1. "Apa jangan-jangan Bu bos sakit?" tanya cowok 2. "Kalo sakit Bu bos pasti ngabarin," jawab cowo 3. "Samperin kerumahnya yuk," ajak cowok 1. "Alamatnya emang lu tau?" tanya cowok 4. "Kagak," balas cowok 1. "Ck, coba lu telfon si bos," ujar cowok 5. "Bentar," cowo 1, kemudian mengambil ponselnya dari dalam saku celananya, dan menelfon orang yang mereka maksud. Drrt....Drrtt....Drrtt.... "Kagak di jawab," kata cowo 1. "Sibuk kali si bos," kata cowo 4. "Job kita numpuk, mana si bos ngga ada, uang banyak melayang sekejap," ujar cowok 2 sembari meminum jusnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD