TW - BG 3

2760 Words
“Akhirnya pengantin baru datang juga.” Kata Carissa menyambut anaknya. Beby tersenyum dan memilih duduk di samping Carissa, sedangkan Evan duduk di samping istrinya itu. Evan menarik kursi untuk Beby agar wanita itu bisa duduk. Kedua orangtua Evan tersenyum melihat anaknya itu. “Bagaimana tidurnya Beby? Nyaman?” Tanya Martha, Mama dari Evan. “Nyaman Tante.” Jawab Beby ramah. “Jangan panggil Tante lagi dong, kamukan udah menikah sama Evan. Jadi kamu panggil Mama juga ya biar sama kayak Evan?” Beby melihat kearah Carissa dan melihat Mamanya itu menganggukkan kepalanya. Lalu Beby akhirnya menganggukkan kepalanya juga. “Iya Ma.” Evan ikut senang mendengar Beby memanggil Mamanya dengan sebutan Mama. “Bagaimana tadi malam? Semua berjalan dengan baik?” Tanya Charlie yang penasaran. Charlie adalah Papa dari Evan. Beby seketika diam ketika ditanya seperti itu, ia paham dengan pertanyaan dari Charlie itu. Evan menggenggam tangan Beby yang ada di atas meja sehingga di lihat yang lainnya termasuk Brandy yang ada di sana. “Kita masih tahap pengenalan Pa, nggak semudah itu untuk bisa tahap sampai sana. Kasih kita waktu untuk saling mengenal satu sama lain ya Pa. Cepat atau lambat kita bakalan bisa belajar untuk menerima semuanya dan Evan yakin kita bisa sampai di tahap sana. Kita masih butuh waktu Pa, semuanya terlalu cepat untuk kita.” Jawab Evan bijak. Di satu sisi Beby bersyukur Evan bisa menjawab Papanya itu, Evan tersenyum pada Beby seolah berkata bahwa semua baik-baik saja saat ada dirinya. “Iya kamu benar, kalian masih di tahap pengenalan. Baiklah, Papa akan mendukung kabar baik dari kalian. Ayo sarapan.” Ajak Charlie. “Kita udah sarapan tadi di kamar Pa.” Jawab Evan lagi. Maka para orangtua yang akhirnya makan, sedangkan Evan dan Beby hanya minum saja. Lagi dan lagi Beby memasang wajah yang seolah terlihat bahagia saat ini demi kedua orangtuanya. Setelah selesai sarapan mereka akhirnya membicarakan beberapa hal yang penting. “Pa, Evan udah putuskan untuk ikut Beby tinggal di Indonesia. Untuk pekerjaan Evan bisa pantau dari sana, Evan juga bisa datang ke pusat atau ke cabang kalau memang di butuhkan. Evan bakalan tetap mengerjakan bagian Evan Pa.” “Kenapa kalian nggak tinggal sama Papa aja?” Beby melihat kearah Evan dan tersenyum pada wanita itu. “Tadi kita udah obrolin ini tadi malam. Evan paham kalau ini masih terlalu terkejut bagi Beby, pasti akan sulit untuk beradaptasi. Apalagi Beby punya pekerjaan di sana, teman-teman di sana, kita juga masih di tahap pengenalan. Kalau langsung ajak Beby tinggal bareng kita pasti akan sulit bagi Beby Pa. Jadi untuk saat ini, Evan mau supaya Beby nyaman dulu. Kita juga sama-sama belajar untuk hidup mandiri. Evan juga mau mengenal Beby lebih lagi di sana, saat ini kenyamanan Beby prioritas Evan Pa. Jadi Evan putuskan untuk tinggal di sana, Papa akan sering datang berkunjung tenang aja.” Beby sedikit kaget dengan pernyataan Evan barusan. Benarkah pria itu memprioritaskan kenyamanannya atau karena perjanjian mereka tadi malam? Kenapa Evan seolah bersikap sebagai suami yang baik dan bijak? Apakah pria itu memang seperti itu atau semuanya hanyalah sebuah sandiwara? Pertanyaan itu memenuhi kepala Beby saat ini. “Terimakasih sudah memprioritaskan Beby.” Ucap Randy dengan tulus pada Evan. “Sama-sama Pa.” Beby kaget dengan Carissa yang tiba-tiba menggenggam tangannya lalu tersenyum. “Baiklah kalau itu memang sudah menjadi keputusan kamu. Papa hanya bisa dukung, kamu sekarang sudah menikah. Kamu menjadi kepala keluarga, Papa harap kamu bisa bertanggungjawab untuk istri kamu dan kelak untuk anak-anak kamu. Papa harap pernikahan kalian baik-baik saja dan bisa saling mencintai. Kamu tahukan Evan, Papa tidak suka dengan adanya perpisahan. Jadi Papa harap kamu bisa menjaga kepercayaan Papa. Jangan sakiti Beby, kamu paham?” Evan menganggukkan kepalanya dengan cepat. “Iya Pa, Evan janji.” Kata pria itu dengan tegas. Sedangkan Beby jadi bertanya, kalau Papa Evan minta agar mereka tidak berpisah kenapa Evan menjanjikan padanya untuk mengiyakan bahwa mereka akan berpisah setelah Kakaknya sadar? Bahkan Evan juga berjanji pada orangtuanya, apakah semudah itu pria itu berjanji? Lalu kepada siapa Evan akan menepatinya. “Kamu tenang aja, jangan terlalu pikirkan apa kata Papa. Aku tetap akan memenuhi janji ke kamu tenang aja.” Bisik Evan seolah tahu apa yang sedang di pikirkan oleh Beby. “Baiklah, kalau begitu Papa sudah siapkan jet pribadi untuk kamu bisa bolak balik dengan mudah. Hari ini juga kalian akan berangkat ke Indonesiakan? Untuk mengenai rumah Papa juga udah siapkan untuk kalian.” “Seperti yang Evan mintakan Pa? Karena kita masih di tahap pengenalan kita hanya mau berdua aja tinggal di apartement tanpa siapa-siapa, biar mudah untuk bisa saling mengenal.” Jelas Evan. “Iya sesuai dengan permintaan kamu.” Kata Charlie dengan tegas, padahal itu semua permintaan Beby. Pria itu benar-benar mengabulkan semua hal yang di minta oleh Beby. Setelah semuanya selesai, mereka bersiap untuk pulang ke Indonesia menggunakan jet pribadi yang keluarga Evan sudah siapkan. Lagi dan lagi Beby harus berpura-pura bahagia di depan orangtuanya. Beby duduk di samping Evan, keduanya hanya diam saja. Mereka seolah sibuk dengan pikiran masing-masing. Sampai akhirnya Beby ketiduran dan bersandar di pundak Evan. Pria itu tidak menggeser malah membiarkan Beby untuk bersandar di pundaknya. Evan melihat bagaimana Beby yang tidur dengan nyaman, maka Evan jadi ikut tertidur di samping Beby. Hingga ke esokkan harinya barulah mereka tiba di Indonesia. ***** “Sebelum pulang ke rumah, Evan mau ketemu sama Alena dulu bisakan Pa?” Randy kaget dengan pertanyaan Evan yang tiba-tiba itu. Randy, Carissa, dan Brandy langsung saja melihat kearah Beby. “Ini bukan salah Beby, malah Evan senang dengan kejujuran Beby. Evan nggak akan marah, semuanya terjadi begitu saja nggak ada yang perlu di salahkan. Evan lihat Alena juga karena ingin tahu seperti apa sosok perempuan yang harusnya Evan nikahi. Walaupun begitu, Evan akan tetap bersama Beby Pa, Ma tenang aja.” Kata Evan dengan bijak. “Apa kamu cerita mengenai ini sama orangtua kamu?” Evan menggelengkan kepalanya. “Papa tenang aja, aku nggak bilang mengenai ini sama mereka. Papa percaya sama Evankan?” Randy menghela napasnya lalu menganggukkan kepalanya. “Ayo kita ke rumah sakit.” Ajak Randy akhirnya sebelum mereka pulang ke rumah. Begitu sampai di rumah sakit mereka langsung saja masuk ke dalam ruangan Alena. Ada istri Brandy di sana yang menemani. Maka Evan di perkenalkan pada istri Brandy itu. Evan melihat dengan lekat bagaimana kondisi Alena yang memang terlihat tidak baik-baik saja. Ia tidak menyangka kalau hal ini bisa terjadi kepada perempuan cantik dan sangat muda. Bahkan tidak tahu apakah bisa selamat atau tidak. Setelah puas melihat keadaan Alena, mereka keluar dari ruangan tersebut. “Selamat siang dokter Beby.” Sapa salah satu suster ketika melihat Beby. “Selamat siang sus.” “Hai dokter Beby.” Sapa seorang dokter perempuan lagi. “Beberapa hari ini ga nampak kemana aja? Tahukan kalau lusa kita ada pertemuan penting para dokter?” Beby tersenyum lalu menganggukkan kepalanya. “Iya tahu, udah baca pesannya. Makasih ya, semua aman terkendalikan?” Tanya Beby ramah. “Aman dok, tapi kemarin dokter Gavin nyariin dokter. Karena emang nggak banyak yang tahu kalau dokter Beby ambil cuti.” Beby jadi ingat dengan sang kekasih yang memang terus menghubunginya beberapa hari ini namun tidak di dijawab sama sekali. “Oh ya? Ada apa ya? Nanti saya akan hubungi dokter Gavin langsung, makasih banyak atas informasinya ya.” Setelah itu rekannya itu pamit pergi dengan perawat yang menyapanya tadi. “Kamu dokter?” Tanya Evan tanpa sadar. “Kamu nggak tahu?” Tanya Carissa membuat Evan jadinya sadar dengan pertanyaannya itu. “Iya belum tahu Pa, tadi malam kita belum ada bahas mengenai pekerjaan. Namanya juga masih tahap pengenalan, jadi banyak hal yang mau di ceritain.” Untung saja Evan bisa menjawab. Padahal komunikasi mereka saja tidak baik, bagaimana mungkin mau mengenal satu dengan yang lain? “Iya aku dokter di sini, nanti aku ceritain sama kamu. Lebih baik kita pulang yuk?” Untung saja Beby bisa mengalihkan juga. “Kamu baik-baik aja ya, kamu sekarang udah jadi istri. Mama nggak bisa nemenin kamu lagi sekarang, tapi Mama yakin Evan bisa nemenin kamu.” Kata Carissa sambil berkaca-kaca. “Mama ngomong apa sih, Mama tetap bisa nemenin aku. Pokoknya sampai kapanpun Mama harus nemenin aku okay? Aku akan sering pulang ke rumah untuk nemenin Mama, kalau Mama ke rumah sakit untuk lihat Kak Alena bilang aku ya?” Carissa menganggukkan kepalanya lalu memeluk anak bungsunya itu dengan erat. Setelah itu mereka pulang ke rumah dan meninggalkan istri dari Brandy lagi untuk menjaga. Karena Brandy harus pulang ke rumah dulu untuk mandi dan bertemu dengan anak-anaknya. Setelah itu akan bergantian dengan istrinya untuk menjaga Alena. ***** Begitu sampai di apartement yang di janjikan orangtua Evan, Beby langsung saja masuk ke dalam kamarnya. Beby langsung saja memilih mana yang menjadi kamarnya, apartement tersebut sudah di bersihkan saat mereka masuk. Sudah pasti masih baru, sangat terasa bagi Beby. Biasanya saat di tempat yang baru kita akan melihat sekitar, namun Beby tidak melakukan hal itu. Karena ia langsung saja mandi dan tidak menyusun barang-barangnya yang entah kenapa sudah ada di sana tanpa ia ambil di rumah orangtuanya. Karena sebelum ia mengambil semua barangnya sudah ada di sana. Sesuai dengan kesepakatan mereka akan tidur terpisah, maka Evan tidur di kamar satu lagi. Untung saja ada dua kamar di dalam apartement tersebut. Begitu selesai mandi, Beby bersiap untuk pergi. “Kamu mau kemana?” Tanya Evan bingung saat melihat Beby sudah rapi dan hendak pergi. “Mau pergi ketemu temen.” Balas Beby cepat sambil memakai sepatunya. “Kamu nggak berniat bantu aku untuk nyusun barang di apartement kita?” Beby mengernyitkan keningnya. “Apartement kita?” Beo Beby, membuat Evan terdiam. “Kamu urus aja sendiri mana yang perlu juga terserah kamu. Aku hanya mikirin barang-barang aku aja nanti. Lagipula kita hanyalah orang asing yang akan coba tinggal bersama. Anggap aja kalau kita lagi berbagi rumah, jangan mengusik kehidupan penghuni lainnya. Bukankah itu kesekpatan kita?” Evan hanya diam. “Udahlah, aku pergi.” “Tunggu.” Cegah Evan lagi lalu memberikan akses masuk apartement pada Beby. “Itu punya kamu. Sekalian mobil kamu juga udah ada di bawah.” Lagi Evan memberikan kunci mobil milik Beby. “Kamu nyuruh orang untuk bawa barang-barang aku ke sini?” Tanya Beby memastikan. Evan menganggukkan kepalanya. “Oke, thank’s.” Kali ini Beby benar-benar berterimakasih. Setidaknya dengan begitu bisa membantunya. Handphone Beby berdering dan tanpa pikir panjang Beby mengangkatnya. “Hallo kamu di mana?” Tanya Beby saat sambungan tersebut tersambung. Yang menghubungi Beby kali ini adalah Gavin. Beby memang mau menemui Gavin saat ini, makanya sangat pas sekali ketika Gavin menghubunginya. “Aku di apartement. Kamu yang kemana, aku hubungi kamu nggak pernah di angkat. Kamu kenapa sih sebenernya? Kamu marah sama aku? Salah aku ke kamu apa? Kenapa kamu ngilang tanpa ada kabar kayak gini? Kamu di mana sekarang? Aku jemput sekarang.” “Eh jangan!” Kata Beby dengan cepat sedikit berteriak membuat Evan yang ada di sana bisa mendengar dan langsung menoleh pada Beby. “Aku aja yang kesana, kamu tunggu di sana dan jangan kemana-mana okay? Aku jalan ke tempat kamu sekarang, tungguin aku. Jangan pergi, aku berangkat. Bye.” Setelah mengatakan itu Beby mematikan sambungannya dan langsung saja pergi tanpa mengatakan apa-apa lagi pada Evan. Pria itu jadi penasaran siapa yang sebenernya ingin di temui Beby sampai harus berlari seperti itu. Bahkan baru sampai sudah langsung pergi tanpa melakukan apa-apa terlebih dahulu. Evan mulai memikirkan apa yang harus dikerjakannya terlebih dahulu. Namun karena bingung Evan mengambil handphonenya dan menghubungi seseorang guna bertanya apa yang harus dia lakukan saat ini. ***** Tidak butuh waktu lama untuk Beby bisa sampai di apartement Gavin dengan cepat. Begitu sampai di parkiran, ia langsung saja menuju tempat Gavin. Beby menekan bel lalu Gavin membuka pintunya. Begitu pandangan keduanya bertemu Beby langsung saja memeluk Gavin dengan erat. Pria itu yang tadinya mau marah tidak jadi karena Beby yang tiba-tiba memeluknya. Maka Gavin langsung saja menangkup wajah Beby dan mencium bibir wanita itu. Keduanya berciuman sambil masuk ke dalam. Kaki Gavin menutup pintu hingga akhirnya keduanya berakhir di sofa dengan napas yang terengah-engah. “Kamu kenapa nggak pake kunci punya kamu?” Beby menepuk jidatnya, bahkan ia lupa membawa kunci akses miliknya yang memang sudah di kasih Gavin. “Aku lupa karena buru-buru kesini.” Lagi pula kalau mau mencari lagi akan memakan waktu. Ia lupa di letak di mana, mungkin nanti saat menyusun barang baru di cari di mana kunci akses apartement Gavin di simpannya. “Kamu sehatkan?” Tanya Gavin lagi dan Beby menganggukkan kepalanya. “Aku kangen banget sama kamu, makanya aku buru-buru kesini.” Kata Beby dengan manja. “Kamu sebenernya habis dari mana? Kenapa kamu nggak bisa aku hubungi sama sekali, bahkan kamu nggak jawab dan balas loh. Aku ada salah sama kamu?” Beby menggelengkan kepalanya. “Kamu nggak ada salah sama sekali, aku aja yang emang nggak sempat buat pegang handphone. Aku pergi ada urusan keluarga, kamu tahu sendirikan gimana keadaan Kak Alena sekarang? Kamu juga tahukan Kak Alena harusnya nikah, jadi aku pergi ke Croasia sama orangtua aku buat urus semuanya. Kita tunda pernikahannya sampai keadaan Kak Alena membaik. Itu mendadak banget sampai aku lupa kabarin akmu, karena aku sibuk banget di sana bantuin mereka. Maaf ya?” Gavin menghela napasnya panjang. “Kamu beneren pergi ke sana buat urus itu?” Beby menganggukkan kepalanya. “Iya emang aku mau kemana lagi? Aku aja cutinya mendadak banget, makanya banyak banget yang nggak tahu kalau aku cuti. Semuanya serba mendadak sayang, maaf ya kalau aku nggak bilang sama kamu. Ini aja aku baru sampai, pulang ke rumah mandi langsung ke tempat kamu. Aku bener-bener minta maaf sama kamu.” Kata Beby dengan manja, Gavin mencium puncak kepala Beby dengan sayang. “Iya gapapa, jadi pernikahan kakak kamu di tunda?” Lagi Beby menganggukkan kepalanya. Ia terpaksa berbohong pada Gavin. Mana mungkin ia mengatakan yang sebenernya bahwa dirinyalah yang menggantikan Kakaknya untuk menikah. Beby tidak tahu apakah ia akan berhasil menyembunyikan semuanya pada Gavin sampai Kakaknya kembali sadar. Ia tidak siap dengan reaksi Gavin nanti kalau saja pria itu tahu dirinya menikah. Beby takut kalau Gavin tak bisa menerima dirinya. “Hey, apa yang sedang kamu pikirkan?” Tanya Gavin sambil mencium pipi Beby dengan bertubi-tubi. “Geli, udah dong.” Kata Beby sambil tertawa membuat Gavin jadi semakin mengganggu wanita itu. Bahkan Gavin malah menggelitiki Beby membuat wanita itu semakin kewalahan. “Gavin udah geli, Gavin!” Teriak Beby sambil tertawa, setelah puas akhirnya Gavin berhenti membuat napas Beby tak beraturan. “Kamu ngeselin banget sih.” Kata Beby sambil memukul d**a pria itu. Gavin mencuri ciuman di bibir Beby langsung membisikkan kata manis. “I love you.” Membuat Beby jadi tersenyum malu-malu, ia tak jadi marah karena Gavin mengatakan itu. “I love you too.” Balas Beby membuat Gavin tersenyum. “Kamu udah makan?” Tanya Gavin, Beby menggelengkan kepalanya. “Kita pesan makanan aja yuk, aku juga belum makan. Mumpung aku juga nggak ke rumah sakit, kamu bakalan sama akukan di sini satu harian?” Beby menganggukkan kepalanya mengiyakan. “Gitu dong, akukan jadi makin cinta sama kamu.” Gavin mengambil handphonenya dan membuka aplikasi untuk memesan makanan. “Kamu mau makan apa?” “Apa aja terserah kamu.” “Bener ya ini terserah aku?” “Iya sayang.” Gavin akhirnya memilih beberapa makanan seafood dan beberapa mie goreng. Pria itu memesan di dua tempat yang berbeda. “Banyak banget.” Protes Beby. “Iya biar kamu makannya banyak, biar jangan terlalu kurus. Kalau kamu agak berisikan makin enak buat di peluk.” Beby mencibir Gavin membuat pria itu tertawa. “Kamu sayang nggak sama aku?” Tanya Beby tiba-tiba membuat Gavin mengernyitkan keningnya bingung karena Beby yang tiba-tiba bertanya seperti itu. “Kenapa kamu nanyanya aneh gitu?” “Emangnya apa yang aneh? Aku nggak boleh nanya kayak gitu?” Balas Beby lagi. “Bukan kayak gitu sayang, aneh aja kamu tiba-tiba nanya kayak gitu. Lagian kamu juga tahukan apa jawabannya? Aku sayang bangetlah sama kamu.” Beby bertanya seperti itu, karena ia takut Gavin akan meninggalkannya kalau tahu. Makanya Beby mau memastikan apakah Gavin benar menyayanginya atau tidak. Kalau ia yakin, maka dirinya akan mengatakan yang sebenernya pada Gavin semuanya. “Makasih ya.” Ucap Beby sambil memeluk Gavin dengan erat. Sebenernya Gavin merasa aneh dengan Beby, hanya saja karena ia tidak mau begitu memusingkan hal itu maka tidak mau bertanya lebih lanjut pada Beby. Ia membalas pelukan Beby dengan tak kalah eratnya. “Sama-sama sayang,” Balas Gavin sambil mencium puncak kepala Beby.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD