1. Sugar Baby

1129 Words
"Ngapain om suruh saya buat pegang-pegang itunya om?" "Saya gak sengaja!" "Awas aja kalau otaknya piktor!" "Kamu yang piktor, gitu aja kegeeran." "Geer gimana, lah itu kenapa bisa tiba-tiba bangun?" "Mana saya diarahin buat pegang!" lanjut gadis itu mencicit pelan sambil bergidik geli. "Artinya saya pria normal, tiap pagi itunya memang selalu bangun!" "Serius?" "Iya, makanya jangan cuma bisa ngomel doang, sekali-sekali peratiin punya saya!" "Hah... Perhatiin????" ia bergeleng kepala cepat seolah tak sudi. Entah apa yang dipikirkannya, gadis berhijab bernama Agnia Hanindina itu itu menatap Anggara takut-takut, iapun langsung bersedekap seolah sedang melindungi diri tatapan sang suami. Lima menit sebelumnya. "Om!" Sepasang tangan halus yang lentik dan mungil menggoyang-goyang kasar tubuh Anggara yang masih tertidur pulas dibawah selimut. "Hemm!" Anggara menjawab dengan gumaman serak khas bangun tidur. "Bangun!" "Hemm, oke beib!" 'Beib'?? Wajah Agnia memerah panas dan bibirnya maju beberapa centi, suara gemertak gigipun tak terelakkan saat mendengar sebutan itu. "Bangun Om!" "Aku sudah bangun beib, kemarilah!" Pria dewasa yang masih dalam keadaan setengah sadar itu tersenyum lembut tanpa membuka matanya, ia menyadari gadis itu menginginkan dirinya terjaga, tapi Anggara masih dalam mode malas dan seperti anak kucing yang manja. "Om bangun!!!" sentak Agnia lebih tegas. "Aku udah bangun dari tadi kok!" dengan jahilnya Anggara meraih tangan lentik Agnia untuk ditaruh diatas sebuah benda bulat panjang di sudut bagian depan tubuhnya yang telah nampak berdiri tegak menantang. Sementara itu, Agnia yang lugu dan baru pertama kali menyentuh daging keras tersebut langsung berteriak diimbangi gerakan tangan yang seketika memukul benda mirip sosis jumbo tersebut seperti mengusir seekor tikus got. plak plak "Auuch..." "Om gila!" maki si gadis berhijab kesal bukan main. Baginya tindakan Anggara sudah melanggar kesepakatan dan sangat tidak sopan. Anggara pun sibuk meringis sambil mengusap pelan sesuatu dibalik celananya yang baru saja mendapatkan ultimatum keras. "Sakit Jesika!" teriak Anggara masih meringis. "Siapa Jesika?" tanya Agnia dengan nada murka. Saat itulah, Anggara menyadari jika yang membangunkan tidurnya sejak tadi bukanlah sugar baby, melainkan istri sahnya. "Ni-nia!" Kini, Anggara sudah membuka matanya lebar-lebar dan melihat jelas sosok tersebut. "Agnia, aku Agnia Om, bukan Jesika!" tatapan Agnia pun tajam dan menusuk. "Ya ampun Nia, bisa gak sih jangan panggil saya Om, saya ini suami kamu loh!" kesal Anggara sambil membenarkan posisi, pria bertelanjang d**a itu duduk bersandar dikepala ranjang. "Memangnya cuma Jesika yang boleh panggil Om?" balas Agnia tidak terpengaruh oleh omelan Anggara yang mencoba mengalihkan topik. "Bukan gitu!" Anggara mengelak. Namun sang istri malah tidak menyahut, wajah Agnia tampak datar tanpa ekspresi dan diam seribu bahasa. Dengan hati-hati, Anggara berusaha melihat seluruh wajah sang istri yang masih berdiri dihadapan sambil bersedekap dengan d**a bergejolak naik turun seolah sedang mencoba menahan sesuatu yang ingin meledak. "Om selingkuh?" tanya gadis cantik itu, singkat, padat dan curiga. "En-enggak kok!" jawab Anggara bergeleng-geleng tapi meragukan. Alhasil, terjadilah perdebatan kecil perkara tangan Agnia yang sempat mampir di bagian inti Anggara saat sedang menegang. Setelah mendapatkan jawaban tak sesuai espektasi yang jatuhnya malah membuat suasana jadi canggung dan awkward, Agnia yang masih sebal pun hanya bisa mendengkus dan memandangi sekujur tubuh suaminya penuh arti, lalu segera beranjak turun dari tempat tidur seraya merapikan pakaian. Melihat penampilan sang istri, Anggara sudah bisa memastikan jika Agnia pasti hendak berangkat kuliah. "Mau berangkat sekarang?" tanya pria tampan yang usianya hampir empat puluh tahun itu menunjukkan perhatian. "Iya!" sahut Agnia pelan dengan wajah ditekuk. Tak banyak basa-basi lagi, Anggara meraih dompet brand luar negerinya yang berada didalam laci lalu kemudian memberikan selembar uang berwarna merah kepada gadis berhijab itu. "Ambil aja!" titah Anggara karena tangannya yang terulur dengan uang diujung jari tak kunjung diraih. "Kebanyakan Om!" "Biarin, sekali-sekali kamu bawa uang seratus ribu, biar puas jajannya!" ujar Anggara lagi. "Enggak ah, Nia juga gak terlalu suka jajan diluar!" alasan klasik yang membosankan karena sudah berulang kali didengar Anggara. "Sekali-sekali traktir temen-temen!" Anggara kembali memberi saran. "Nia gak punya banyak temen!" gerak cepat Agnia menyahut. Tak ada yang bisa dikatakan lagi oleh Anggara, iapun hanya bisa mengusap wajahnya kasar dan memeriksa sampai ke sela-sela ruang didompet. "Saya gak punya uang kecil, Nia... adanya cuma ini!" jelas Anggara seperti membujuk seorang anak kecil. Sementara, sang istri yang masih berusia sangat belia itu nampak menggigit bibir bawah seperti sedang menimbang suatu kebijakan atau mencari solusi. "Oke, kalau begitu uang sakunya Nia bagi dua sama Caca!" Lembaran uang berwarna merah itu berhasil berpindah tangan, Nia pun segera berlalu kegirangan meninggalkan kamar tidur sang suami. "Eh sebentar!" Akan tetapi, gadis itu tiba-tiba berbalik cepat saat diambang pintu, iapun tak sengaja melihat tubuh athletis Anggara yang sudah berdiri disisi ranjang, hanya mengenakan celana boxer. "Astagfirullah!" Seperti melihat penampakan hantu, Agnia langsung menutup kedua mata dengan telapak tangan. Anggara yang sudah terbiasa melihat kelakuan istrinya, hanya menanggapi dengan membuang napas kasar dan memutar mata. "Apalagi?" tanya Anggara malas. "Nia kesini cuma mau bilang, kaka mau sarapan bareng Om, jadi buruan deh siap-siap, jangan sampai anaknya telat gara-gara bapaknya yang pemalas!" istri Anggara itu berceloteh panjang lebar yang dibarengi dengan sindiran. "Iya iya cerewet!! suruh kaka tunggu dimeja makan!" Anggara melirik Agnia yang mengacung dua jari jempol dengan selembar uang merah yang masih dalam genggaman. Anggara yang kesal jadi terkekeh seketika karena tingkah Agnia yang malah kebingungan sendiri akibat tak sengaja berhenti menutup mata saat mengacungkan jari, gadis itu juga hampir terbentur pintu gara-gara mencoba memutar tubuh dengan mata tertutup. Setibanya dimeja makan, Anggara menyempatkan diri berbincang hangat dengan Hasya, sang putri tunggal yang kini sudah duduk dibangku kelas 6 SD, sementara Agnia sibuk melaksanakan perannya sebagai seorang istri dan ibu sambung dengan memberikan perhatian sebelum memulai aktivitas. Drrt Saat Agnia ingin duduk dikursi samping Anggara, sebuah panggilan masuk diponsel suaminya mendadak menyita perhatian. Service AC is calling Alih-alih menerima panggilan tersebut, Anggara malah terlihat panik dan gelagapan sendiri. "Kok gak diangkat?" tanya Agnia santai sambil melahap sarapannya. "I-ini mau diangkat!" jawab Anggara tergagap kikuk. "Memangnya ada Ac yang rusak?" tanya Agnia lagi. Tangan Anggara yang sudah hampir meraih ponsel tiba-tiba menggantung diudara. "Kayaknya gak ada AC rusak deh pa, gausah diangkat, yuk anterin Caca aja!" Entah baik atau tidak, yang jelas ajakan putrinya membuat Anggara merasa lega dan berhasil keluar dari berondongan Agnia. Meski penasaran dengan si pemanggil, namun Anggara akhirnya mengabaikan suara berisik itu dan memilih menuruti keinginan Caca. Merekapun berangkat dengan satu mobil walau berbeda tujuan. Sesampainya di parkiran, Agnia mengajak Caca untuk pergi jajan sekaligus menukar uang dari Anggara agar bisa dibagi dua. Disaat bersamaan, Anggara akhirnya memiliki ruang untuk menerima panggilan dari si tukang servis yang langsung merengek dengan nada berayun manja. "Mobil aku mogok, om kapan jemput aku?" "Emm Jes, Om kayaknya gak bisa deh!" "Kok gabisa?" "Om lagi disekolah anak Om!" jelas Anggara. "Trus kuliahku gimana?" "Naik ojol aja dulu deh, nanti pulangnya om jemput!" Anggara menyarankan solisi. "Om ngomong sama siapa?" tanya Agnia yang tiba-tiba muncul dibalik jendela mobil.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD