2. A Promise of A Failed Plan

1083 Words
Langit mendung yang tadinya kelabu kini berganti cerah. Benar-benar cerah, secerah kelopak sakura yang mulai menampakkan diri di permulaan April ini. Sungguh sebuah momen yang sangat tepat untuk mulai keluar rumah dan berjalan-jalan menikmati bunga-bunga cantik yang mulai bermekaran indah. Mungkin benar adanya bahwa musim semi adalah perlambang awal yang baru atau, tidak sedikit menyebutnya sebagai satu musim yang begitu dinanti karena nuansanya yang penuh romansa. Banyak hal yang bisa dilakukan di masa ini. Menikmati keindahan bunga-bunga yang hanya hadir di kuartal pertama. Menghirup oksigen segar yang dihasilkan dari pohon-pohon yang sempat berdiri tanpa daun kala salju menerpa. Atau sebuah rencana penuh niat serupa piknik atau hiking. Yah, semua itu akan terasa kian sempurna jika dilakukan dengan orang-orang terkasih. Seperti yang sedang Sejeong dan Sehun lakukan sekarang. Membiarkan semilir angin menerpa wajah cantiknya, Sejeong menyandarkan dagu di pintu mobil yang kacanya telah turun sempurna. Ban yang berputar dalam kecepatan sedang membuatnya mampu memandangi pinggiran jalan yang dipenuhi pohon dengan daun dan bunga beragam warna. Aktivitasnya mengagumi karya sang pencipta semakin maksimal dengan alunan musik klasik yang terputar dari speaker mobil. “Yeoppo!” (cantik) Mendengar suara dari pangkuannya, Sejeong pun menoleh. Sejun yang sedari tadi duduk di sana, kini mengarahkan telunjuknya ke arah Sejeong. Membuat sang ibu tersenyum riang dan menganggukkan kepala penuh rasa bangga. “Eomma sangat cantik kan? Sejun tidak salah sama sekali!” Tapi alangkah terkejutnya Sejeong kala mendengar kata-kata berikutnya yang keluar dari mulut Sejun. “Anni… bunga-bunga itu, mereka sangat cantik eomma.” Sejeong memutar kepalanya, memandangi pemandangan di balik kepalanya lalu tersadar. Jejeran bunga sakura di sepanjang jalan yang mereka lalui, rupanya, itu yang Sejun maksud cantik di sini. Ah, Sejeong hanya bisa menghela napas. Tidak mungkin ia mengamuk pada bocah lima tahun yang notabene adalah anaknya sendiri. “Hahahaha! Sejun-ah! Kau baru saja membuat eommamu kesal!” Sehun yang sedari tadi fokus menyetir rupanya memerhatikan. Ia kini telah melirik pada sang isteri dengan tawa tertahan. “Yak! Menyetir saja!” Sejeong sewot. “Tapi, eomma juga cantik kok,” polos Sejun. “Keurom! Itulah mengapa dia menjadi eommamu dan kau terlahir ke dunia ini, Sejun-ah.” Sejeong mendelik pada Sehun yang telah sedikit menjauhkan diri darinya. Tapi tak lama setelahnya, Sehun justru terkekeh sendiri. Membuat Sejeong ingin menjambak rambut hitam legamnya, namun sayang, itu tidak mungkin mengingat ini adalah hari yang sudah begitu dinantikan oleh Sejun dan Sejeong tak ingin merusaknya. “Eommamu ini wanita tercantik yang pernah appa temui. Bahkan bunga-bunga yang kau lihat di luar sana tidak ada apa-apanya.” Sehun yang tiba-tiba saja menarik sebelah tangan Sejeong lalu menggenggam jemari lentik itu seraya berkata demikian, sontak membuat Sejeong bergidik dan hendak melepaskan genggamannya. Tapi apalah daya, mendapati tatapan penuh sayang yang Sehun berikan, Sejeong luluh. “Bahkan, cantiknya sudah keterlaluan. Appa sampai pusing kalau beberapa hari saja tidak bertemu ibumu.” Sejeong merinding. “Woah! Appa! Sejun geli.” “Hahahah!” “Jangan mengatakan hal-hal seperti itu lagi, Sejun geli!” “Benar! Apa-apaan itu? kau tampak murahan sekali.” Sejeong menimpali. Padahal tadinya dua pipinya sempat bersemu merah kala mendengar ucapan Sehun tapi lihatlah! Apa yang baru saja dikatakannya? “Keurae keurae! Kalau begitu aku tidak akan mengatakannya lagi.” Sehun melirik Sejeong yang telah membuang pandang ke luar jendela. Meski Sejeong tak mengatakan apapun, Sehun tahu pasti bahwa perempuan yang telah ia nikahi selama tujuh tahun itu sebenarnya menginginkan hal-hal semacam apa yang baru saja dilakukannya. Walau ya, Sejeong mungkin akan bergidik terlebih dahulu, tapi setelahnya ia akan senang. Jadi, dengan alasan itulah Sehun menarik tangan di genggamannya itu lalu mengecupnya pelan. “Appa tidak akan mengatakannya di depan Sejun lagi.” Perkataan Sehun tak hanya membuat Sejun menoleh, tapi juga Sejeong yang kini telah kembali memandangnya, sedikit heran. “Appa akan mengatakannya di depan eommamu saja.” Sehun menatap sepasang mata Sejeong dalam. “Saat kami sedang berdua saja.” Sontak, pipi Sejeong kembali memanas. Membuat perempuan dengan rambut tergerai sedikit bergelombang itu menjadi salah tingkah. Memendarkan pandangannya kemana-mana dengan manik tergagap, lalu tiba-tiba saja ia bertanya. “Ke-kenapa toko kue yang akan kita datangi jauh sekali? Aku sudah sangat ingin makan cheesecake!” Detik berikutnya Sehun hanya tertawa pelan lantas melajukan mobilnya dengan kecepatan lebih. Sekitar lima menitan mereka berjalan dengan Sehun yang fokus menyetir dan Sejeong yang menyibukkan diri bermain bersama Sejun di pangkuan. Tiba-tiba saja, ponsel Sehun berdering. Tanpa mengatakan apapun, Sehun memasangkan earpod ke telinga lalu menekan sesuatu di benda kecil yang telah terhubung dengan ponsel tembus pandangnya yang masih bersemayam di saku celana. “Ne, Jaehyun-ah?” sapanya seusai mendengar suara di seberang sana. “Pak—ah maksud saya, hyeong. Ada sedikit masalah sekarang…” Jaehyun tampak ragu. “Ada apa? Katakan saja.” “Blueprint project OXGee terbaru sepertinya bocor. AMTEx tiba-tiba saja mematenkan ide yang begitu mirip dan mengatakan akan merilis versi terbaru dari software mereka.” “Mwo?!” Sehun mendadak menginjak rem dan menepikan mobilnya begitu saja. Wajahnya berubah pucat. Cukup untuk membuat dua orang di sebelahnya yang sempat terhuyung ke depan kini menatapnya terkejut. “Kau sudah pastikan?!” “Ne hyeong! Tim sudah memastikan dan memang, lewat konferensi yang mereka lakukan setengah jam lalu, AMTEx memaparkan ide-ide yang 95 persen sama persis dengan milik kita.” Sehun meremat setirnya erat, membuat buku-buku jemarinya memutih. “Umumkan kepada seluruh tim bahwa kita akan rapat satu jam lagi.” “Termasuk tim publisher?” “Ne, mereka juga.” “Baiklah.” “Aku akan sampai setengah jam lagi. Siapkan semuanya.” Panggilan tersebut usai setelahnya dan Sehun kini tengah memejamkan mata sebentar. Berperang dengan isi kepalanya yang mendadak kalut akibat kabar buruk yang baru saja ia terima. Perlahan, ia membuka kedua matanya lagi lalu menggeser tatapan. Menoleh pada dua orang yang masih memandangnya dengan sorot mata terkejut dan sedikit kecewa. Terutama Sejeong, isterinya itu paham betul dengan apa yang sedang terjadi sekarang. Jadi sebisa mungkin ia menyembunyikan kekecewaannya. Mengulurkan tangannya pada Sehun lalu mengangguk pelan. Seolah memberi sinyal bahwa perjalanan mereka yang harus dibatalkan adalah hal yang sama sekali tak bisa dielakkan. “Gwaenchanna, kita bisa pergi lain kali.” Sejeong mengelus lembut belakang kepala Sehun. Sementara yang dielus, hanya menampilkan raut bersalah. Terlebih ketika matanya telah turun dan menemui Sejun yang telah berurai air mata. Anak kecil itu selanjutnya membenamkan wajahnya pada d**a sang ibu dan menangis keras di sana. “Mianhae… Aku janji, kita akan pergi setelah ini.” Sejeong mengangguk lemah. Memeluki sang putra yang semakin meraung-raung kecewa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD