bc

The Conqueror

book_age18+
10
FOLLOW
1K
READ
revenge
love-triangle
billionairess
drama
twisted
sweet
mystery
high-tech world
seductive
wild
like
intro-logo
Blurb

Berhasil menaklukkan Go Sejeong yang terkenal bar-bar, Lee Sehun yang merupakan seorang pewaris Lee’s Group kini berakhir menjadi seorang suami sempurna yang diidamkan banyak wanita. Meski sempat dikenal sebagai kasanova yang gemar main perempuan, Sehun yang sekarang berusia 34 tahun dan beranak satu hanya memiliki Sejeong di hatinya. Ia tak lagi tertarik pada wanita lain dan menjalani rumah tangga harmonisnya dengan tenang. Bahkan, kebahagiaannya kian sempurna ketika karir bisnisnya ikut melejit bak roket. Sungguh sebuah kehidupan tanpa celah yang diidam-idamkan banyak orang.

Namun sayang, kedamaian tersebut tak bertahan lama. Di puncak karir dan hubungan keluarganya yang sedang baik-baik saja, kehidupan Sehun akhirnya terusik oleh kehadiran sosok misterius yang meneror hidupnya. Sosok yang menghancurkannya bahkan sampai ke titik di mana ia tak lagi memiliki siapa-siapa.

Kepercayaan.

Kesuksesan.

Kebahagiaan.

Keluarga.

Semua itu direnggut begitu saja.

“Semua ini adalah harga yang harus kau bayar, untuk dosa masa lalu yang telah kau perbuat.”

chap-preview
Free preview
1. The Conqueror
The Conqueror: Someone who has conquered others “Sang Penakluk” “Menikah bukanlah tentang hidup bersama semata, lebih dari itu… menikah berarti tidak bisa hidup tanpa satu sama lain.” Sebaris ucapan seorang pembawa acara di pesta pernikahan Mingyu dan Chaeyeon seolah menempel dan berputar-putar di kepala Sejeong. Ya, saat ini, dirinya bersama Sehun dan putra semata wayang mereka tengah menghadiri perhelatan akbar yang diselenggarakan di sebuah ballroom megah di Seoul. Bukan hanya mereka, acara tersebut juga dihadiri oleh keluarga-keluarga chaebol lainnya yang memang memiliki hubungan kolega dengan sang pemilik acara. Satu dua pesohor tanah air hingga mancanegara juga terlihat. Benar-benar pernikahan kelas atas. Tak jauh berbeda dengan perayaan cinta Sejeong dan Sehun yang telah berlangsung tujuh tahun silam. Sebuah pesta yang tercatat sebagai royal wedding di tahun itu. “Kenapa melihat mereka seperti itu?” Pertanyaan yang bersumber dari sebelahnya, membuat Sejeong mengalihkan tatapannya yang sedari tadi memandang lamat Mingyu dan Chaeyeon di ujung altar. Ia kemudian tersenyum pada sang suami yang rupanya sedang menatapnya heran. Dua alis di depannya ini sedang menukik naik seperti karakter kartun favorit Sejun, putra mereka. “Aku bahagia…melihat Mingyu oppa dan Chaeyeon-ssi. Mereka sangat serasi.” Sejeong kemudian tersenyum lalu kembali menumpukan pandangan pada sejoli yang tengah berbincang dengan beberapa tamu tersebut. Sementara Sehun, laki-laki tampan bersetelan tuksedo gelap itu masih saja menatap Mingyu penuh nuansa rivalitas. Padahal sudah delapan tahun berlalu. Ia telah memiliki Sejeong sepenuhnya dan mereka hidup bahagia bersama satu putra yang begitu lucu. Mingyu juga sudah menemukan tambatan hatinya yang berhasil membuatnya benar-benar lupa tentang perasaan lamanya pada Sejeong. Masing-masing dari mereka telah hidup bahagia. Lalu apalagi? Yah, istilah ‘rival abadi’ tampaknya benar-benar membuat kedua pria yang saat ini sama-sama telah menjadi pemimpin di bisnis masing-masing tersebut tak serta-merta akrab. Mereka tetaplah berkontak secara dingin, walau Sejeong sangat yakin, jauh di dalam sana, mereka sama-sama telah saling memaafkan. Hanya saja, ego dan gengsi yang dimiliki keduanya masih lah terlalu tinggi. “Benar… itu bukan tatapan sedih karena cinta pertamamu itu menikah hari ini?” Mendengar cicitan sang suami, kontan Sejeong kembali menoleh padanya dan mencebik sebal. “Ya Tuhan! Lee Sehun yang terhormat! Bernarkah yang baru saja kudengar?” Sejeong mencerca suaminya itu dengan tampang tak menyangka. “Jangan bilang kau cemburu hanya karena ini? Ya ampun! Sayang… sudah berapa kali kubilang aku sudah sangat lama menganggap Mingyu seperti kakakku sendiri. Bahkan saat kami masih berstatus sebagai—” “Oke oke baik! jangan diteruskan,” sela Sehun cepat. Ia tak ingin isterinya itu terus berkicau dan mengungkit masa lalu yang hanya membuat rasa cemburunya semakin menguar. “Dasar!” Sejeong melipat tangannya kesal. “Aku hanya bercanda,” gelak Sehun lalu merangkul bahu Sejeong. Sebelah tangannya masih menggendongi Sejun yang sedari tadi anteng, tertidur di d**a sang ayah. “Ngomong-ngomong aku belum melihat Taeyong dan isterinya. Mereka tidak datang?” Mata Sehun berpendar, mencari-cari sepasang pengantin baru yang ia pikir harusnya juga berada di gedung ini. “Mereka masih di Venice. Taeyong mengabariku kalau durasi honeymoon mereka akan diperpanjang sampai minggu depan. Jadi dia hanya menitipkan salamnya pada Mingyu dan Chaeyeon.” Sehun mengangguk-angguk. Lalu tak berapa lama, salah seorang penyanyi laki-laki naik ke pentas utama dan begitulah akhirnya sebuah lagu ballad bertema pernikahan mulai dinyanyikan. Sang pengantin dan beberapa pasang tamu tampak mulai berangkulan, saling berhadapan dan menatap penuh cinta. Denting piano yang menjadi pengiring seolah menambah nuansa romantis yang sengaja dibangun. Belum lagi lampu ruangan yang disetting warm blue dan aroma lavender segar yang semakin menguar, membuat mereka yang hadir mulai bergerak perlahan, memeluki pasangan masing-masing. Berdansa dengan penuh penghayatan dan ada pula yang sekedar berangkulan penuh sayang. Seperti yang dilakukan Sejeong dan Sehun sekarang. kehadiran Sejun membuat keduanya tak mungkin berdansa seperti para pasangan di depan sana. Jadi, mereka memilih hanya menontoni dengan tangan yang saling berangkul. Sejeong menyandarkan kepalanya ke d**a bidang Sehun sementara sang suami yang masih melilitkan sebelah tangannya di pinggang Sejeong, sesekali menciumi puncak kepala sang isteri penuh sayang. Benar-benar penuh perasaan seolah dirinya ingin terus melakukannya. Tak ingin melepaskan rangkulannya dan hanya mau Sejeong berada di dekapannya. Jangan kemana-mana. “Emh…” Sejun yang tiba-tiba terbangun dari tidurnya mendadak membuat Sehun dan Sejeong menaruh atensi mereka padanya. “Kau sudah bangun sayang?” tanya Sejeong. “Musiknya terlalu berisik ya? Masih mau tidur? Kita ke mobil sekarang?” Sejun menggeleng pada sang ayah. “Aku haus… aku mau minum,” katanya seraya mengucek mata. Berikutnya, Sehun menurunkan Sejun karena memang, anak itu yang memintanya. “Biar appa ambilkan minumnya, Sejun di sini saja sama eomma.” Sejun menggeleng lagi. “Aku mau pilih sendiri.” “Ya ampun anak ini.” “Ya sudah, ayo! Biar eomma temani,” ucap Sejeong seraya mengamit lengan Sejun. Si anak mengangguk setuju dan meninggalkan sang kepala keluarga yang hanya bisa menghela napas pasrah. Sepeninggalan mereka, rupanya Sehun langsung ditemui oleh beberapa koleganya yang mulai mengajak berbincang-bincang ria. Sementara Sejeong dan Sejun terus saja berjalan, menyisiri beberapa meja berisi makanan dan minuman beragam jenis. Tadinya, Sejun hanya ingin minum jus jeruk. Tapi begitu sampai ke meja hidangan, ia jadi ingin mengambil beberapa tiramisu dan tentu saja cheesecake kesukaannya. Jadilah sekarang Sejeong memasukkan semua permintaan putranya tersebut ke dalam satu piring kaca berukuran sedang. Tapi memang dasarnya, ia juga yang terlanjur digoda cheesecake, mau tak mau ia juga harus mengambil miliknya sedikit. Ya, cuma sedikit karena Sejeong tak ingin dirinya kelepasan dan berakhir menjadi bahan bicaraan. Bagaimana pun ia sadar betul posisinya sebagai isteri dari seorang Lee Sehun. Pebisnis tersohor yang paling banyak dibahas akhir-akhir ini. Tentu saja, bukan karena hal-hal negatif serupa skandal, melainkan karena prestasi dan keberhasilannya memimpin perusahaan. Sejeong tak ingin merusak semua itu. Apa yang sudah susah-susah Sehun bangun sedari dulu. Sejeong menyaksikan semuanya dan menjadi satu-satunya sosok yang senantiasa ada di saat-saat terendah Sehun. Jauh sebelum hari ini. “Eomma! Aku juga mau itu!” Sejeong mengikuti arah telunjuk Sejun lalu menghela pelan. “Tidak boleh sayang, Sejun belum boleh makan itu.” Sejeong tak mengindahkan permintaan sang putra yang ingin makan pasta. Bukan apa-apa, pasta yang ditunjuk Sejun itu bukanlah pasta dengan saus tomat yang aman untuk anak seusianya. Itu adalah pasta fettuccine yang diolah dengan beberapa bumbu sedikit pedas, olahan laut dan juga sedikit alkohol. Tentu, Sejun tidak boleh memakannya. “Kenapa tidak boleh?” Sejun protes. “Itu khusus untuk orang dewasa. Tidak sama seperti pasta yang biasa eomma buat untuk Sejun. Jadi ayo pilih yang lain.” Anak kecil berambut hitam itu akhirnya mengangguk lemah dengan wajah kecewa. “Nanti, eomma buat pasta paling spesial untukmu deh. Sepulang dari sini, eotte?” Mendengarnya, sontak sepasang mata bening Sejun berbinar. Anak itu kemudian mengangguk antusias dan tersenyum cerah. “Geurrae!” pekiknya senang. Sesaat setelah memilih-milih dan mengambil makanan, mereka akhirnya selesai dan hendak kembali pada Sehun. Laki-laki itu sekarang sudah duduk di salah satu meja tamu dan melambai pada mereka. Sejeong dan Sejun pun mempercepat langkah mereka menuju sang kepala keluarga namun tiba-tiba saja, Sejun berhenti. Ada sesuatu yang menarik atensi anak kecil itu, alhasil berjalanlah ia ke arah berlawanan yang sontak membuat Sejeong sedikit panik. “Sejun! Kenapa pergi ke sana?” Si ibu akhirnya meletakkan bawaannya dengan sedikit kesulitan ke atas meja kosong di dekatnya lalu berlari, menyusuli sang putra yang telah hilang ditelan keramaian. “Ya ampun! Sejun!” Sejeong terus mencari. “Sejun—permisi, ah mianhaeyo. Sejun!” Sejeong berjalan dan mencari-cari tapi tak jua menemukan, sampai akhirnya ia berhasil melihat dari kejauhan, punggul kecil sang putra yang sedang memunggunginya. Anak itu berjongkok dan terlihat seperti memandangi sesuatu tapi Sejeong tidak tahu apa itu. Alhasil berjalan lah ia mendekati anak yang sedang berada di balkon luar gedung tersebut. Namun belum juga ia berhasil meninggalkan ballroom yang begitu ramai, tanpa sengaja tubuhnya bertubrukan dengan seseorang yang sontak membuatnya jatuh terduduk. “Awh!” Sejeong meringis. Sebuah tangan terulur ke depannya. “Jjosonghamnida…” Suara lelaki yang tangannya masih terjulur tersebut. Karena terlalu ramai dan juga atensinya yang masih mengarah pada sang putra. Alhasil Sejeong tak sempat menyambut uluran tangan tersebut dan hanya membungkuk maaf sekilas. Ia kemudian berlari ke arah Sejun dan dengan segera menyusulnya. “Sejun! Kenapa berlari—” perkataan Sejeong terhenti begitu ia melihat sang putra sedang memberikan seekor kucing kecil makanan dari tangannya. Sejun memberikan kucing itu kue yang sedari tadi ada di piringnya. “Hacho!” Tapi kemudian anak itu bersin-bersin sendiri yang sontak membuat Sejeong segera mengangkat tubuh kecilnya ke dalam gendongan. “Eomma sudah bilang kan, Sejun tidak bisa dekat-dekat dengan kucing atau anjing. Sejun akan bersin-bersin begini.” “Hacho!” “Tapi Sejun pintar, karena sudah berbaik hati membagi kue itu dengannya.” Seulas senyum manis mengembang di wajah Sejeong kala ia mengusap kening puteranya yang masih sibuk bergumul dengan alerginya sendiri. Mereka baru saja hendak pergi namun kemudian kehadiran Sehun membuat kaki Sejeong tak jadi melangkah. “Wae? Apa yang terjadi?” tanya Sehun panik. Ia seperti baru saja berlari untuk menyusuli anak dan isterinya yang terlihat menghilang tiba-tiba dari pandangannya tadi. Sejeong tersenyum simpul. “Anakmu… dia melihat kucing itu dan memberinya makan.” Sehun menghela napas, lega. “Kupikir ada sesuatu yang serius. Ya ampun. Sejun kenapa tiba-tiba lari begitu?” Sejun mengucek hidungnya pelan. “Tadi aku lihat kucing itu lari ke sini, jadi… hacho!” “Ya ampun, lihat kan? Alergimu kambuh lagi.” Sehun mengambil alih putra semata wayangnya itu masuk ke dalam gendongannya lalu mengusap wajahnya lembut. “Keunde… kenapa di pesta sebesar ini ada kucing liar? Apa para pelayan dan penyelenggara acara ini tidak menyadarinya?” Sehun mengomel sendiri. “Sudah lah sayang, mungkin kucing itu melompat dari luar.” Sehun menghela napas lagi. Ia terlalu takut sesuatu yang buruk menimpa anak dan isterinya. Ia hanya tak ingin itu terjadi maka biarkan ia bersikap cerewet dan konservatif. Ia hanya ingin menjaga keluarganya. “Geurae… ya sudah, ayo kita masuk. Kita harus foto bersama dulu, lalu setelahnya kita bisa pulang.” “Baiklah.” Dua orang dewasa yang telah bergandengan dan seorang anak kecil di gendongan itu pun menderap masuk. Meninggalkan balkon dan seekor kucing yang masih menyantap makanannya dengan begitu rakus. Berselang, seseorang muncul. Berjongkok di dekat kucing kurus berbulu abu-abu itu dan menyodorkan segelas s**u putih ke hadapannya. Jemari panjang-panjang itu kemudian mengelus lembut si kucing, berdiam diri di sana dan hanya menontoni pemandangan di depannya dengan sorot mata tenang. Diam-diam, seulas senyum tipis terlihat di bibir tipis itu. ****

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
190.4K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.9K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.4K
bc

My Secret Little Wife

read
98.2K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook