First Kiss

1212 Words
"Aku tidak tahu." Aeris menyingkirkan tangan Leon dari bahunya, lalu meringkuk di depan pintu seperti anak kucing. Leon mengehela napas panjang. Akhirnya dia menekan sembarang angka karena tidak tega membiarkan Aeris tidur di luar. "Satu, empat, delapan, lima." Klik. Leon tercengang karena pintu di hadapannya terbuka saat dia menekan tanggal ketika dia bertemu dengan Alea untuk pertama kalinya. Semua ini mungkin hanya kebetulan. Leon pun berjongkok, tangan kirinya terulur mengguncang bahu Aeris pelan. "Tante, bangun!" Aeris malah meracau tidak jelas. Dia tidak kuat berdiri karena kepalanya semakin terasa berat. Helaan napas panjang kembali lolos dari bibie Leon. Akhirnyaa dia membantu Aeris masuk ke apartemen karena tidak mempunyai pilihan lain. Aroma apel manis seketika menyeruak di indra penciuman Leon saat memasuki apartemen Aeris yang dindingnya didominasi cat berwarna putih. Sebuah rak buku menghiasi bagian tengah ruangan, memisahkan antara ruang santai dan kamar tidur. Satu kata untuk menggambarkan apartemen Aeris. Nyaman. Aeris meringis karena perutnya tiba-tiba terasa sangat mual. Dia ingin muntah. "Ugh!" "Tante jangan muntah di sini!" pekik Leon panik sambil melihat ke kanan kiri mencari kamar mandi Aeris. "Ugh!" Perut Aeris semakin terasa mual. Dia ingin muntah karena sudah tidak tahan lagi menahan mual di perutnya. Leon pun membekap mulut Aeris agar tidak muntah karena dia belum menemukan kamar mandi gadis itu. "Tahan sebentar, Tante." "Hoek ...." Leon bergeming karena Aeris mengeluarkan semua isi di perutnya hingga membuat baju mereka kotor. Lemas. Aeris tergeletak di lantai setelah muntah. Leon lagi-lagi mendesah panjang, rasanya dia ingin sekali memaki Aeris karena sudah membuat pakaiannya kotor. Namun, dia tidak mungkin memaki Aeris karena gadis itu sedang tidak sadarkan diri. Leon pun menggendong Aeris ke kamar lalu membaringkan gadis itu dengan hati-hati di atas tempat tidurnya. Dia ingin pulang untuk membersihkan diri karena sudah membawa Aeris pulang dengan selamat. Namun, dia tiba-tiba berhenti melangkah karena menyadari jika baju Aeris kotor dan bau karena terkena muntahan. Dia tidak mungkin membiarkan Aeris tidur memakai baju kotor. Mau tidak mau dia harus melepas gaun tersebut. "Tenang, Le. Apa yang kamu lakukan ini demi kebaikan tantemu." Tangan Leon terlihat gemetar saat menurunkan resleting gaun Aeris. Jantungnya pun berdetak dua kali lebih cepat. Dengan satu tarikan cepat gaun itu akhirnya terlepas dari tubuh Aeris. Rasa panas sontak menjalari wajah tampan Leon bahkan merambat hingga ke telinga. Dia cepat-cepat meraih selimut yang ada di dekatnya untuk menutupi tubuh polos Aeris lantas beranjak beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah selesai mandi Leon memutuskan untuk berbaring di sofa. Dia ingin beristirahat sebentar sebelum pulang sambil menunggu kemejanya kering. *** "Sshh ...." Aeris meringis sambil memegangi kepalanya. Rasanya seperti ada batu seberat satu ton yang menimpa kepalanya saat pertama kali dia membuka mata. Aeris beranjak ke dapur untuk mengambil minum karena tenggorokannya terasa kering. "Ah!" Aeris berteriak keras karena melihat seorang lelaki yang sedang tidur di sofanya sambil bertelanjang d**a. Sedetik kemudian dia kembali berteriak saat menyadari penampilannya hanya memakai celana dalam. Leon mengerjabkan kedua mata perlahan karena mendengar teriakan Aeris yang sangat nyaring. Aeris pun segera bersembunyi di balik rak buku agar Leon tidak bisa melihatnya. "Tante sudah bangun?" "Stop! Berhenti di situ!" Leon sontak berhenti melangkah dan bertanya-tanya kenapa Aeris tiba-tiba memintanya untuk berhenti. Seringaian kecil muncul di bibirnya karena melihat punggung polos Aeris dari sela rak buku. Sepertinya gadis itu baru menyadari jika tidak memakai baju. "Okay!" Leon pun tidak jadi beranjak menghampiri Aeris. Aeris mengembuskan napas lega lalu segera berlari ke kamar. Dia mondar-mandir tidak jelas di dalam kamarnya karena memikirkan kejadian yang dia alami barusan. Bagaimana mungkin dia bisa tidak memakai baju dan Leon sudah berada di apartemennya? Apa yang sudah Leon lakukan pada dirinya? Apa keponakannya itu sudah berbuat kurang ajar pada dirinya? "Argh!" Aeris menarik rambutnya kuat-kuat untuk melampiaskan kekesalan karena tidak bisa mengingat apa pun yang terjadi semalam. Lebih baik dia segera membersihkan diri dan meminta penjelasan dari Leon. Aroma lezat yang berasal dari dapur memancing Aeris untuk keluar dari kamar. Mulut gadis itu menganga lebar melihat segelas smooties pisang dan sepiring omelete yang tersaji di atas meja makan. "Smooties pisang dan telur dadar baik untuk orang yang habis mabuk seperti Tante." Aeris berjingkat karena suara Leon mengagetkannya. Gadis itu pun segera duduk di meja makan lalu meminum smooties pisang-nya sampai tersisa setengah. "Bisa kamu jelaskan apa yang terjadi semalam?" Leon menarik napas panjang lalu menceritakan apa yang terjadi pada Aeris. Semuanya. Tanpa ada yang dikurangi sedikit pun. "Dasar Kuda Niel kurang ajar!" Aeris mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat setelah mendengar cerita Leon barusan. Amarah terukir jelas di wajah cantiknya. Aeris tidak pernah menyangka jika Daniel memiliki niat buruk pada dirinya. Untung saja semalam ada Leon yang menyelamatkannya. Jika tidak, Aeris tidak bisa membayangkan apa yang akan Daniel lakukan pada dirinya. Leon diam-diam memperhatikan Aeris. Gadis itu memakai kemeja putih yang dipadu dengan celana pendek berwarna cokelat tua. Rambut hitamnya dicepol asal memperlihatkan lehernya yang jenjang. Aeris terlihat sangat manis. Leon tersentak. Manis? Apa dia baru saja memuji Aeris? "Kenapa aku bisa tidak memakai baju?" Pertanyaan yang keluar dari bibir Aeris barusan sontak membuat Leon terkejut. "Karena semalam Tante muntah. Aku tidak mungkin membiarkan Tante tidur dengan baju kotor, kan?" ucap Leon sambil mengalihkan pandang ke arah lain untuk menyembunyikan wajahnya yang memerah. Alasan Leon memang sangat masuk akal. Tetapi bagaimana kalau keponakannya itu melihat tubuhnya? "Duh, Gusti!" Aeris mengusap wajah kasar. Dia malu sekali. "Aku tidak melihat apa pun. Lagi pula aku tidak tertarik dengan tubuh Tante." Ucapan Leon memang terdengar menohok. Namun, entah kenapa Aeris merasa lega setelah mendengarnya. "Terima kasih sudah menyelamatkanku." Leon mengangguk, lalu melihat jam yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Dia harus segera pulang karena nanti ada rapat penting. "Aku pulang dulu," pamitnya sebelum pergi. "Sekali lagi terima kasih." *** "Sahabat macam apa yang tega meninggalkan sahabatnya sendirian di kelab malam? Aku sangat marah padamu, Anne. Jangan menemuiku dulu atau aku akan memutilasi tubuhmu untuk makanan anjing!" Aeris mengembuskan napas panjang setelah meluapkan amarahnya. Dia benar-benar marah karena Anne mengabaikannya di kelab malam semalam hingga nyaris dilecehkan oleh Daniel. Tiba-tiba saja Aeris mendengar dering telepon. Namun, dering tersebut bukan bersal dari ponselnya, melainkan ponsel Leon. Sepertinya ponsel keponakannya itu tertinggal. Aeris pun segera keluar untuk mengembalikan ponsel Leon. Semoga saja keponakannya itu belum pergi terlalu jauh. "Leon, tunggu!" Leon tidak jadi membuka pintu mobilnya karena mendengar suara Aeris. "Ponselmu ketinggalan!" teriak Aeris sambil mengangkat ponsel Leon tinggi-tinggi dan berlari menghampiri lelaki itu. Namun, dia malah terjatuh karena lantai parkir lumayan licin. Aeris refleks memejamkan kedua matanya erat-erat. Namun, dia tidak merasa sakit sama sekali karena jatuh tepat di atas tubuh Leon. "Ma-Maaf," ucap Aeris takut-takut. Kedua pipi gadis itu terlihat bersemu merah karena jarak wajahnya sangat dekat dengan Leon. Dia bahkan bisa merasakan embusan hangat napas Leon yang menerpa kulit wajahnya. Leon tiba-tiba berguling hingga Aeris kini berada di bawah tubuhnya. Kedua matanya menatap Aeris dengan lekat. "Aku minta, hmft—" Kedua mata Aeris sontak membulat. Jantungnya seolah-olah berhenti berdetak karena Leon tiba-tiba menciumnya. Entah setan apa yang sudah merasuki pikiran Leon hingga berani mencium tantenya sendiri. Apa lagi tepat di bibir. Aeris meremas lengan Leon sebagai pelampiasan. Rasanya seperti ada jutaan kupu-kupu yang mengepakkan sayap di dalam perutnya. Rasanya sungguh gila dan mendebarkan. Pikiran Aeris mendadak kosong. Sekadar mendorong Leon agar menjauh pun dia tidak mampu. Tanpa Aeris dan Leon sadari ada dua pasang mata yang melihat mereka berciuman.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD