Bab 3

2047 Words
Secret Heaven. Di tempat inilah Angela sekarang berada. Tempat yang hanya pernah didengarnya dari orang-orang yang pernah ditahan tetapi dibebaskan melalui pertukaran tahanan. Sungguh Angela tidak menyangka kalau ia juga akhirnya akan menjejakkan kaki di tempat ini. Secret Heaven tidak semengerikan yang diceritakan orang-orang. Juga tidak seindah Angel Palace. Secret Heaven lebih terlihat kokoh dan gersang dari Angel Palace. Mungkin karena bangunannya didominasi dengan warna hitam dan merah, seperti warna rambut pemimpin tempat ini. Tidak ada kesan lembut yang tercipta saat Angela pertama kali melihat Secret Heaven. Sangat berbeda ketika ia menatap kediamannya yang didominasi dengan putih dan soft blue. Angela menggigit bibir. Baru beberapa jam yang lalu ia masih berada di kamarnya, dan sekarang ia sudah berada di sarang musuh. Angela sangat ingin pulang, yang mana itu tentu saja tidak mungkin. Ia dan keponakannya sekarang berstatus sebagai tahanan. Selain itu ia juga tidak tahu jalan pulang, Rane menutup matanya tadi ketika mereka menuju ke sini. Sementara Erica tertidur di pangkuannya, dan Nola masih pingsan di jok belakang. Angela makin mendekatkan dirinya pada Rane yang menggendong Erica yang masih tidur, melihat tatapan orang-orang di Secret Heaven yang seolah ingin memakannya hidup-hidup. Orang-orang itu tahu dengan pasti, kalau rambut pirang dan mata biru adalah musuh mereka. Dan Angela memiliki keduanya. Sementara Nola tadi sudah dipindahkan ke kamar gadis itu. Rane tadi meminta seorang pelayan untuk membawa Nola ke kamarnya. Angela tidak heran kalau pelayan di sini juga memiliki kekuatan seperti dengan majikan mereka. Di tempat tinggalnya juga seperti itu. Hanya saja pelayan di sini tidak ramah, mereka malah terlihat menyeramkan. Juga sama seperti majikan mereka. Rane membawa Angela ke sebuah bangunan di mana Ayahnya dan beberapa petinggi klan sudah menunggunya. Rane memang mengatakan kalau ia membawa tahanan penting, yaitu penerus utama klan Thomas. Memasuki ruangan itu, Angela yang tadi sangat dekat padanya sedikit menjauh. Mungkin karena tidak adanya pengawal di lorong ini kecuali di pintu depan tadi. Rane tahu kenapa si Nona Thomas mendekat padanya, gadis itu pasti takut dengan para penghuni Secret Heaven yang sudah sangat jelas membenci klan rambut pirang. Mereka memasuki sebuah ruangan yang sangat besar, mirip aula. Angela menyebutnya begitu karena ruangan ini sangat luas, seperti ballroom sebuah hotel berbintang. Beberapa orang terlihat duduk di kursi berwarna merah kecokelatan di depan sana. Angela yakin, orang-orang itu adalah para petinggi klan. Dan pria yang duduk di tengah-tengah, yang berambut merah kecoklatan seperti warna kursi yang didudukinya itu adalah pemimpin klan Johnson, Arnold Johnson. "Ayah!" sapa Rane mengangguk hormat. Angela menahan napas. Tebakannya benar, pria yang masih terlihat tampan diusianya yang tak lagi muda itu adalah pemimpin klan Johnson. Angela merapatkan tubuhnya pada tubuh Rane ketika pria itu menatapnya. Rasanya sangat menakutkan. Mata ungunya tampak mengancam. Arnold Johnson menaikkan sebelah alisnya melihat itu. Putra keduanya mengatakan kalau ia membawa tawanan penting, tapi tidak mengatakan kalau tawanan itu seorang gadis muda seusia keponakannya dan seorang balita yang sepertinya tertidur di gendongan putranya itu. Gadis muda berambut pirang itu tampak ketakutan. Gadis itu bahkan menyembunyikan diri di belakang tubuh Rane, seolah Rane akan melindunginya saja kalau mereka menyerangnya. Tapi ia dan para petinggi klan tidak akan menyerang seseorang yang tidak mempunyai kekuatan, seperti gadis itu. Ia mengenalnya, dan tahu sedikit mengenai si pirang. Gadis itu adalah Angela Thomas, adik dari Ruu Thomas, pemimpin klan Thomas. Rane benar, Angela memang tawanan uang sangat penting. Gadis itu keturunan utama klan Thomas. Tapi, siapa anak perempuan dalam gendongan Rane? Apakah gadis kecil yang tampak sangat pulas itu mempunyai hubungan juga dengan klan Thomas? Arnold Johnson turun dari singgasananya. Melangkah ke arah Angela yang semakin merapatkan tubuh pada Rane. Sepertinya gadis itu sangat ketakutan, sampai-sampai memeluk lengan Rane. Arnold ragu kalau Angela sadar melakukan itu. "Angela Thomas. Aku benar bukan?" Angela tidak menjawab. Suara dalam itu semakin membuatnya takut saja. Angela memeluk lengan Rane kuat, menyembunyikan wajahnya di lengan kokoh itu. "Apa kau pikir dengan bersembunyi di lengan putraku kau akan aman?" Deg! Angela tercekat. Pria itu benar. Menyembunyikan dirinya di belakang Rane memang tidak menjamin keamanannya, tapi setidaknya Angela merasa ketakutannya tidak terlalu besar lagi. Ia tidak mengenal siapa-siapa di ruangan ini, hanya Rane yang ia tahu namanya beberapa saat lalu. Tawa Arnold pecah melihat Angela yang semakin menyembunyikan wajah di punggung Rane. Gadis mungil itu terlihat seperti seekor anak kucing yang sedang mencari perlindungan di tubuh induknya. Terlihat lucu di mata tuanya. Alis Rane terangkat sebelah. Ia tak pernah melihat Ayahnya tertawa selepas ini sebelumnya. Ayahnya terkenal tegas dan dingin. Jangankan tertawa, senyum pun sangat jarang terlihat di wajah tuanya. Dan sekarang pria dingin itu tertawa, sungguh pemandangan yang aneh bagi Rane. "Anak kucing ini sekarang tanggung jawabnya, Rane!" ucap Arnold setelah tawanya reda. "Kau harus menjaganya selama ia di sini." Rane mengernyit. "Apa maksudmu, Ayah? Aku tidak mengerti dengan apa yang Ayah katakan." "Berikan sebuah kamar untuknya di paviliunmu!" "Huh?" "Kamar di seberang kamar Nola kosong, bukan?" Rane mengangguk. "Berikan kamar itu untuknya!" "Tapi, Tuan, gadis itu adalah tahanan kita. Apakah Anda serius ingin memberikan kamar di paviliun Tuan muda Rane untuknya yang hanya seorang tahanan?" Pertanyaan bernada protes itu membuat Angela menggigil. Ia sangat takut kalau Ayah Rane mendengarkan protes petinggi klan itu dan mengubah keputusannya. Angela tidak mau tidur di tahanan. Arnold bukan tak melihatnya. Tubuh mungil Angela bergetar hebat, bahkan sepertinya gadis itu sudah menggigil karena ketakutan. Arnold mengagumi gadis ini diam-diam. Angela tidak pingsan atau memohon dan meraung seperti para tahanan dari klan Thomas lainnya. Angela hanya bersembunyi dan memeluk lengan Rane kuat. Angela juga tidak meminta untuk dibebaskan. Atau hanya belum saja, Angela bertingkah bar-bar seperti tahanan lainnya? "Tidak!" jawab Arnold tegas. "Angela akan tinggal di paviliun Rane. Kita harus memperlakukannya dengan baik. Meskipun tahanan tetapi gadis ini adalah adik dari bocah itu! Gadis ini tahanan penting bagi kita." "Iya, Tuan." Si petinggi yang tadi bertanya membungkuk hormat. "Maafkan kelancangan saya karena sudah bertanya." Arnold tidak menjawab, hanya mengangguk. Tatapannya kembali kepada Angela yang masih saja menempel pada Rane. Arnold menggeleng pelan. Gadis itu benar-benar seperti seekor anak kucing. Tubuhnya yang mungil terlihat seperti seorang gadis kecil di belakang tubuh besar Rane. "Jangan takut, Angela. Kami tidak akan menyerang atau melukai seorang gadis, apalagi yang tidak memiliki kekuatan sepertimu." Angela mengangkat kepala mendengar itu. Gadis itu menoleh dan mendongak, memberanikan diri menatap pemimpin klan Johnson yang bersuara tadi. Angela heran, bagaimana Tuan Arnold tahu kalau ia tidak memiliki kekuatan? Angela menatap pria itu bertanya. Arnold menghampiri Angela, menunjukkan kekuasaannya dengan tatapan mendominasi tetapi tetap lembut. Membuat Angela semakin berani membalas tatapannya. Tatapan Ayah Rane sangat berbeda dengan tatapan Ruu yang selalu dingin. Tatapan Ayah Rane lebih hangat, benar-benar tatapan seorang Ayah. "Semuanya terlihat jelas dari gestur tubuhmu yang tampak sangat ketakutan." Perkataan Arnold menjawab pertanyaan dalam kepala Angela. Benarkah ia seterbuka itu? Ataukah hanya pria itu saja yang dapat membaca gerak tubuhnya? Sangat memalukan! Rona merah perlahan menjalari pipi pucat Angela. "Kurasa Nola akan sangat senang berteman denganmu. Kalian sama-sama tidak atau belum memiliki kekuatan. Lagipula, bukankah kau yang tadi menolong keponakanku?" Angela mengangguk pelan. "I-itu bukan apa-apa," jawabnya terbata. "Maafkan atas ketidaksopanan putraku. Seharusnya kami berterima kasih karena kau sudah membantu anggota klan kami, bukannya malah menjadikanmu tahanan seperti sekarang ini." Angela menghela napas napas kuat mendengarnya. Seharusnya memang seperti itu kan? Ucapan terima kasih terdengar bagus. "Sekali lagi maafkan kelancangan putraku. Dan terima kasih atas pertolonganmu pada Nola." Angela mengangguk lagi. Kali ini lebih cepat dari sebelumnya. "Oh ya, sebelum memberikan detektormu pada Nola, apa kau tahu kalau dia anggota klan musuhmu?" tanya Arnold. Ia sangat penasaran dengan gadis ini. Ia menunggu Angela menunjukkan sifat aslinya. "I-iya, aku tahu." Angela mengangguk. Lagi. "Dan kau masih memberikan alat pendeteksi milikmu?" Alis Arnold berkerut tajam. "Iya." Sekali lagi Angela mengangguk. "Kenapa?" Arnold semakin heran. "Apa kau tidak takut Nola akan menangkapmu? Atau bahkan mungkin membunuhmu?" "A-awalnya aku memang takut. Tapi kemudian aku sadar, Nola juga sama ketakutannya denganku. Bahkan kurasa Nola lebih takut daripada aku dan Erica. Lagipula Erica mengatakan kalau Nola bukan orang jahat, makanya aku memberikan alatku padanya." "Erica?" Arnold baru sadar kalau masih ada seorang gadis lagi setelah Angela menyebut nama itu. "Maksudmu gadis kecil yang berada di gendongan putraku?" Sekali lagi Angela mengangguk. "Iya." "Siapa gadis kecil itu?" "Keponakanku," jawab Angela jujur. Kernyitan alis Arnold terlihat lagi. "Maksudmu gadis kecil ini putri Ruu?" Terdengar jelas kebingungan dalam pertanyaan itu. Membuat alis Angela juga mengernyit. Apakah orang-orang ini tidak tahu tentang Erica? Berarti Ruu menyembunyikannya. Tapi kenapa? Sangat aneh kalau Ruu beralasan demi keselanatan Erica. "Apa Anda tidak tahu?" Angela memberanikan diri bertanya. Arnold mengangguk. "Ya, aku baru tahu kalau Ruu mempunyai seorang putri. Yang warna rambutnya berbeda dengan warna rambut kalian." "Kurasa tidak semua klan kami berambut pirang," sangkal Angela. "Seperti juga anggota klan Anda." "Tetapi keluarga inti klan kami memiliki warna rambut yang sama, Nona muda." Angela tampak terkejut sesaat, kemudian mengangkat bahu tak acuh. Ia sekarang sudah tidak terlalu takut lagi. Sambutan hangat dari Arnold Johnson membuat rasa takutnya berangsur menghilang. Bahkan rasanya sangat nyaman berada di dekat pria itu. Angela seolah berada di dekat Ayahnya sendiri. Ayah? Angela menggigit bibir, kepalanya kembali tertunduk. Sejak kecil ia tidak mengenal sosok yang biasa dibanggakan oleh seorang anak itu. Ia hanya mengenal Ruu, kakaknya, sebagai pengganti figur seorang Ayah. Angela tidak tahu bagaimana sifat Ayah itu. Apakah Ayah juga akan menghukumnya bila ia nakal atau hanya menasehatinya? Apakah Ayah akan bersikap hangat dan memuji kalau ia bersikap baik? Entahlah. Yang pasti Angela tidak pernah tahu dan mengenal pria yang bisa dipanggilnya dengan sebutan Ayah. Seolah tahu apa yang dirasakan Angela, Arnold menghampiri dan mengusap pucuk kepalanya. Angela mendongak dengan terkejut. Tak menyangka kalau akan mendapatkan usapan di kepalanya dari pimpinan musuh. Lebih tidak menyangka lagi kalau akan mendapatkan senyuman dari pria itu. "Sekali lagi aku minta maaf, Nak." Arnold mengusap air mata yang jatuh di pipi Angela menggunakan jari telunjuknya. "Kau istirahatlah dulu. Rane akan mengantarkan kalian ke kamar." "Terima kasih, Tuan," ucap Angela sebelum berbalik mengikuti Rane yang tak bersuara sejak tadi. Arnold mengangguk. Ada sedikit sesak di dadanya melihat air mata gadis itu. Ia memang bukan pria yang baik. Sudah puluhan bahkan mungkin ratusan nyawa hilang di tangannya. Tapi ketika melihat gadis itu, seolah ada sesuatu di dalam dirinya yang memberontak. Sesuatu yang telah lama terkubur. Kasih sayang. Sifat Angela sedikit mirip dengan almarhumah istrinya. Terlihat kuat tapi rapuh, dan berani meskipun takut, secara bersamaan. Membuatnya tidak tega untuk memperlakukan gadis itu dengan kasar. Bukan. Perasaannya pada Angela bukan perasaan suka terhadap lawan jenis. Rasa cinta itu sudah lama terkubur bersama jasad sang istri. Perasaannya pada Angela lebih kepada rasa sayang Ayah kepada anaknya. Bukan hanya Arnold yang merasakan hal itu. Curt Johnson, putra tertua Arnold, juga merasakan hal yang sama. Curt merasa kalau Angela sedikit mirip dengan seseorang. Seseorang di masa lalunya yang kini telah tiada. Curt mengembuskan napas. Apa mungkin Angela memiliki hubungan dengan gadis di masa lalunya itu? Curt turun dan menghampiri Ayahnya, menghiraukan para petinggi yang pamit undur diri. "Apa Ayah serius dengan perkataan Ayah?" tanya Curt begitu di depan Ayahnya. "Maksudku memberikan sebuah kamar di paviliun Rane untuk di tempati gadis itu dan meminta Rane untuk menjaganya." Arnold mengangguk tegas. "Tentu saja, Curt. Gadis itu mengingatkan Ayah pada almarhumah Ibumu waktu pertama kali kami bertemu." "Astaga, Ayah!" Curt menepuk dahinya. "Angela terlalu muda untukmu, Ayah. Bahkan juga untukku. Dia lebih cocok bersama Rane." Arnold mendelik tak suka. "Apa maksudmu, huh?" tanyanya keras. "Apa kau pikir Ayahmu sebejat itu? Buang jauh pikiran kotormu itu, Curt!" Curt terhenyak. Pria berusia dua puluh tujuh tahun itu menyadari kesalahannya. Curt merasa bodoh telah mencurigai Ayahnya. "Maafkan aku, Ayah. Aku kira Ayah...." "Tidak!" Arnold kembali menjadi dirinya yang tegas dan dingin. "Gadis itu memang mengingatkanku pada Ibumu, dan yang kurasakan pada Angela adalah perasaan hangat yang lain. Perasaan seperti yang kurasakan pada kalian." Curt tersenyum lega. Rasanya memang sangat aneh kalau Ayahnya yang sudah berusia di kepala lima menyukai seorang gadis yang lebih cocok untuk adiknya. "Maaf, Ayah." Arnold menggeleng. "Tidak apa-apa. Yang penting kau juga harus menjaga dan mengawasi gadis itu. Aku khawatir Rafael akan mengapa-apakannya kalau tahu ada seorang Thomas di klan kita." Curt mengangguk patuh. Rafael memang orang yang keras. Pria itu tidak dapat mengontrol emosinya. Seseorang yang sangat berbahaya untuk dipertahankan oleh klan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD