Bab 2

2035 Words
Angela gemetar. Sekarang ia tahu kenapa tadi Nola menyuruhnya untuk bersembunyi. Agar ia tidak bertemu dengan orang semengerikan Rane Johnson. . . . . . . . . . Rane Johnson bukan seorang pria dewasa, melainkan seorang pemuda yang masih berusia delapan belas tahun. Pemuda itu adalah kakak sepupu Nola, putra kedua dari Arnold Johnson. Yang berarti Rane adalah salah satu penerus klan. Tidak seperti Angela yang masih belum mengetahui ataupun tahu apa kekuatannya, Rane mampu mengendalikan api dan angin dengan sangat baik. Pemuda itu merupakan salah satu petarung di klannya. Dan dari Erica yang mencengkeram ujung kaus bagian belakangnya, Angela menyimpulkan kalau Rane orang yang berbahaya. Nola berdiri dengan membentangkan kedua tangannya ketika Rane berjalan mendekat ke arah mereka. Nola bermaksud melindungi Angela dan Erica. Ia memang tidak memiliki kekuatan apa-apa, tetapi ia berharap sepupunya yang dingin mau mendengarkannya. Sungguh, ia tak ingin sesuatu yang buruk terjadi dengan sahabat dan penolongnya. "Rane, diam di tempatmu!" bentak Nola gemetar. "Biarkan aku menjelaskan dulu." Sebelah alis terangkat. "Menjelaskan apa?" tanya Rane tanpa intonasi. Rane berhenti melangkah, memiringkan kepala seolah berpikir. Padahal hanya mengamati gadis yang berada di belakang sepupunya. Keturunan Thomas sangat mudah dikenali. Selain dari rambut mereka yang rata-rata berwarna pirang keperakan, juga mata biru safir mereka. Dan gadis itu memiliki keduanya, yang artinya gadis itu adalah keturunan utama klan. Tapi siapa? Apa hubungan gadis itu dengan si b******k Ruu? Apa gadis itu juga seorang petarung sepertinya? Tapi ia tak pernah melihatnya di Angel Zone sebelumnya. Dilihat dari wajahnya yang pucat dan ketakutan, sepertinya gadis itu seperti Nola. Tidak atau belum memiliki kekuatan apa-apa. "Bibi, dia orang jahat!" Suara mungil itu membuat sepasang alis Rane mengernyit. Ternyata gadis itu tidak sendirian. Ia bersama seorang gadis kecil yang sangat... Lucu dan menggemaskan? Gadis kecil itu memanggil si pirang Bibi, apa mungkin gadis kecil itu keponakan si pirang? Tapi kenapa warna rambut dan matanya berbeda. Rambut berwarna cokelat terang, seolah perpaduan pirang dan merah kecokelatan. Warna matanya juga unik, Rane tak pernah melihat mata berwarna biru keunguan seperti milik di gadis kecil sebelumnya. Dan apa kata gadis kecil itu tadi, ia orang jahat? Entah kenapa rasanya Rane ingin tertawa mendengarnya. Menghiraukan Nola yang tetap berdiri dengan merentangkan kedua tangan, Rane meneruskan langkah. Ia berniat menghampiri si gadis kecil. Tak dapat dipungkiri, Rane tertarik dengan gadis kecil pemberani itu. Dengan mudah Rane menyingkirkan Nola yang gemetar. Lagipula, kecepatannya tak sebanding dengan sepupunya yang cengeng itu. "Hai!" Rane berjongkok di depan gadis kecil berkuncir dua. Poni tebal menutupi dahinya. Sekilas gadis ini mirip seseorang yang dikenalnya, tapi siapa ia masih belum tahu. Tak seperti gadis pirang yang dipanggil si gadis kecil Bibi, si kecil yang sangat menggemaskan ini tidak gemetar. Sinar ketakutan juga tidak tampak di mata bulatnya, yang ada hanya waspada. Benar-benar keren! "Namaku Rane. Boleh aku tahu namamu?" Pertanyaan Rane membuat Erica kecil mengernyit. Erica mungkin masih empat tahun, tapi ia sudah diajarkan untuk tidak berbicara dengan orang asing. Selain itu, kemampuannya yang seolah dapat menilai seseorang dalam sekali tatap membuatnya selalu waspada. Ayahnya selalu mengajarkan untuk berani dan kuat. Tidak boleh menunjukkan kelemahan kita di depan musuh. Tapi, benarkah Paman di depannya ini jahat? Dari luar Paman ini terlihat mengerikan, dan dingin seolah tak tersentuh. Namun hawa di sekelilingnya hangat dan sangat cerah. Erica jadi ragu, gadis kecil itu mendongak menatap Bibinya meminta jawaban. Angela menggelengkan kepala pelan. Sungguh ia sangat takut sekarang. Ia takut kalau pemuda berambut merah kecokelatan itu menyakiti keponakannya. Ketika melihat tangan Rane terangkat, secara refleks Angela menarik Erica semakin mundur ke belakangnya. Rane mengernyit melihatnya. Tangan putih yang gemetar dan berkeringat itu menarik si gadis kecil makin mundur. Rane mendongak kemudian berdiri, tepat di depan gadis pirang yang menatapnya ketakutan. Gadis pirang ini pucat, tapi tidak mengurangi kecantikannya. Eh, cantik? Sedetik Rane mengeras, di detik berikutnya ekspresi pemuda itu sudah seperti semula. Tatapannya kembali tajam dan dingin. Rane memang masih bingung dengan kata cantik yang sempat terlintas di pikirannya. Bingung dari mana ia mendapatkan kata itu. Rasanya ia tak pernah mengucapkan kata itu sebelumnya. Tak memedulikan gadis pirang, Rane kembali berjongkok. Daripada si gadis pirang dan sepupunya yang ketakutan, Rane lebih tertarik pada gadis kecil yang menggemaskan itu. "Kau tidak mau menyebutkan namamu, Nona kecil?" Alis Nola berkerut. Selama ini yang ia tahu, Rane orang yang sangat irit bicara. Sepupunya itu berbicara hanya yang penting saja, itu pun sangat singkat. Rane tipe orang yang lebih senang bertindak daripada berbicara. Sangat mengherankan ketika Nola mendengar Rane banyak bicara seperti sekarang. Erica menggeleng. "Bibi Angela melarangku. Ayah juga. Kata mereka tidak boleh berbicara pada orang asing." Rane mengangguk paham. Gadis kecil yang pintar, dan penurut. "Bukankah aku sudah memberitahumu namaku? Itu artinya aku bukan orang asing lagi." Rane membetulkan posisi lututnya yang menyentuh tanah. "Aku sepupu Nola. Apa kau memanggilnya Bibi Nola? Itu berarti kau harus memanggilku Paman Rane." Tak ada senyum, tapi Erica merasa kalau Paman Rane bukan orang jahat. Erica maju selangkah lebih dekat pada Rane. Hendak melangkah lagi, namun genggaman kuat Angela di tangannya menahan gadis kecil itu. Erica mendongak lagi, menatap Angela sekali lagi. Dan Erica kembali melihat gelengan pelan dari kepala Bibinya. Erica hanya menatap Angela sekilas, tatapannya kembali terfokus pada Rane setelah itu. "Namaku Erica, Paman Rane." Suara kecil itu membuat sudut bibir sedikit Rane terangkat. Sangat sedikit sampai-sampai tak dapat dikategorikan sebagai senyum. Rane berjengit saat tangan mungil Erica menyentuh tangannya. Meskipun tangannya memakai sarung tangan, tetap ia merasakan aliran listrik mengaliri tubuhnya. Bersumber dari tangan yang dipegang Erica. Mungkinkah gadis kecil ini memiliki kekuatan elektrik? Atau itu hanya perasaannya saja. Karena sekarang ia sudah tidak merasakan apa-apa lagi. "Nama yang cantik," komentar Rane. "Secantik orangnya." Tangan kiri Rane terangkat mencubit pipi gembul kemerahan Erica gemas. Erica tersenyum lebar, menampakkan deretan gigi susunya yang rapi dan bersih. Gadis kecil ini pasti sangat dirawat oleh orang tuanya. "Erica, apa kau mau ikut dengan Paman?" tanya Rane. Erica memiringkan kepala dengan jari mengetuk-ngetuk dagu. Gayanya sedang berpikir sudah seperti orang dewasa saja. Angela menarik Erica kembali ke belakang tubuhnya. "Kami tidak akan kemana-mana selain ke rumah kami, Tuan!" Dari suaranya yang bergetar, Rane tahu kalau gadis pirang di depannya ini tengah ketakutan. Gadis ini hanya berusaha agar terlihat berani. Rane berdiri tepat di depan si pirang, benar-benar di depan gadis yang gemetar itu. Dengan jarak hanya beberapa inchi, hingga Rane dapat merasakan napas panas gadis itu yang memburu. "Rane, sudah kubilang kau tidak boleh mengapa-apakan mereka! Mereka sahabatku, mereka yang menolongku dengan memberikan detektor mereka agar kau bisa menemukanku!" jerit Nola histeris. Ia tidak terima kalau Angela dan Erica akan dibawa Rane ke kediaman mereka kalau bukan sebagai tamu. Kalau sampai Angela dan Erica kenapa-kenapa, Nola tidak akan dapat memaafkan dirinya sendiri. "Memangnya apa yang aku lakukan?" tanya Rane tersenyum miring. Nola mengepal melihat senyum itu. Rane tak pernah tersenyum manis, bahkan tak pernah tersenyum selain seringai menyebalkan itu. Nola rasa hidup sepupunya itu sangat suram sampai-sampai Rane tidak pernah tersenyum. "Aku tidak melakukan apa-apa. Benarkan, Erica?" Si gadis pirang semakin menyembunyikan Erica di belakang tubuhnya. "Berhenti mengganggu keponakanku!" Bentakan itu tak membuat Rane takut. Kalau tadi suara itu hanya bergetar, sekarang bercampur serak. Sangat kentara kalau gadis itu hampir menangis. Wajahnya yang tadi pucat sekarang berganti merah padam. Mata safirnya juga terlihat berkaca-kaca. Angela memang sangat ketakutan sampai-sampai ia ingin menangis. Bukan hanya keselamatan nyawanya yang dikhawatirkan, tapi yang utama adalah keselamatan Erica. "Aku tidak mengganggu keponakanku, Nona!" balas Rane dingin. "Aku hanya bertanya padanya!" Nola sudah sangat kesal pada Rane memukul bahu sepupunya itu sekuat tenaga menggunakan kepalan tangannya. Tak ada apa-apa di tempat itu, hanya ada pasir. Memang ada batu, tapi batu-batu itu sangat besar, ia tidak kuat mengangkatnya. "Aku mohon berhenti, Rane!" pinta Nola serak. Gadis itu sudah menangis sekarang. Rane yang seperti ini tak pernah dilihatnya sebelumnya. Ia lebih senang melihat Rane yang dingin dan tak banyak bicara daripada Rane yang banyak bicara dan manipulatif. Rane yang seperti ini terlihat lebih mengerikan. "Seharusnya kau membalas kebaikan mereka dengan mengantarkan mereka pulang, bukan seperti ini!" Rane menoleh tanpa berbalik. Sepupunya tampak kacau. Sebenarnya Rane khawatir kalau panic attack yang diderita Nola kambuh. Tapi menyia-nyiakan kesempatan emas seperti ini sangat bodoh. Gadis berambut pirang itu merupakan keturunan utama dari klan Thomas. Kalau ia bisa membawa mereka ke kediamannya sebagai tawanan, mungkin mereka bisa memenangkan peperangan tak berkesudahan ini, dan mungkin saja peperangan ini berakhir. Sungguh ia sangat muak harus selalu beradu kekuatan dengan klan Thomas. Ia sangat membenci harus selalu verada di tempat p*********n ini hampir setiap hari. "Bersikaplah sebagaimana pria terhormat, Rane. Jangan jadi seorang pengecut!" Rane memutar tubuh, menghampiri Nola dan memeluk sepupunya itu. "Aku hanya ingin mengakhiri peperangan tanpa akhir ini, Nola," bisiknya. "Aku hanya ingin melanjutkan sisa hidupku dalam keadaan damai, tanpa ada perang." Rane mengusap air mata di pipi Nola menggunakan ibu jarinya. "Aku tahu mungkin pengecut menawan seorang gadis tanpa kekuatan seperti gadis itu. Tapi itu satu-satunya cara. Lagipula mereka menawan Marissa, mungkin kita bisa menukar mereka dengan nyawa Marissa." Nola mendengus kasar. Gadis itu membuang muka mendengar nama Marissa disebut Rane. Ia tidak menyukai gadis sombong itu. Marissa seusianya dan selalu membangga-banggakan kekuatan anginnya yang tidak seberapa. "Aku tidak peduli pada Marissa. Aku benci padanya. Apa pun yang terjadi pada Marissa aku sungguh tidak peduli. Aku bersyukur Marissa ditahan!" sahut Nola ketus. "Kau boleh membencinya, tapi itu tidak menghilangkan fakta bahwa Marissa adalah salah satu dari klan kita." "Aku muak dengan semua ini! Aku benci dengan istilah klan dan peperangan ini!" Nola kembali histeris sebelum pingsan dalam pelukan Rane. Entah apa yang dilakukan pemuda itu, Angela tidak melihatnya. Angela semakin ketakutan, kalau dengan sepupunya sendiri Rane sanggup membuatnya pingsan, laku bagaimana dengan mereka. Angela menyalahkan dirinya sendiri kenapa tidak lari saat Rane menenangkan Nola tadi. "Buang jauh-jauh pikiranmu untuk kabur, Nona. Karena aku pasti bisa menemukanmu." Rane berbalik. Nola sudah tidak berada di pelukannya lagi, Rane tubuh gadis itu melayang. "Aku mengenal Angel Zone seperti aku mengenal kamarku sendiri." Rane menggunakan istilah kamar bukan rumah seperti orang kebanyakan untuk menyatakan betapa ia mengenal tempat yang disebutnya tempat p*********n ini. Ruang lingkup kamar jauh lebih kecil daripada sebuah rumah. Rane berusaha memberitahu kalau Nona di depannya tidak akan bisa lepas darinya. Itu saja. Mata biru Angela membesar. Apa pemuda mengerikan itu dapat membaca pikiran? "Aku tidak bisa membaca pikiran. Aku tidak memiliki kekuatan itu. Aku melihat semuanya dari wajahnu." Alis Angela berkerut. Melihat dari wajahnya? Apakah ia seterbuka itu? Rona merah menjalari pipi yang kembali pucat itu. "Kau terlalu polos, hampir sama dengan Erica yang masih sangat kecil." Angela membuang muka. Entah sudah berapa lama ia melamun? Tiba-tiba saja pemuda ini sudah berada di depannya dalam jarak yang cukup dekat. Dan dari sini Angela baru menyadari kalau ia sangat pendek. Tubuh di depannya ini seperti raksasa, sangat tinggi seperti tembok. Ia hanya sampai pertengahan dadanya saja. Angela menggigit bibir. "Kecil," komentar Rane. Tubuh gadis di depannya memang mungil dibandingkan dengannya yang bongsor. Angela mendongak mendengar perkataan yang terdengar seperti ejekan itu. Wajah cantiknya mengerut kesal. "Maaf kalau aku membuatmu kesal, aku hanya mengatakan yang sebenarnya," ucap Rane dengan raut datar. Tak ada rasa bersalah sedikit pun dalam perkataannya. Angela tak menjawab, mulutnya terkatup rapat. Hanya matanya saja yang bersinar mengancam. Rane tak menghiraukannya. Ia tidak takut pada gadis yang tidak memiliki kekuatan seperti gadis pirang sok kuat ini. Rane kembali berjongkok dengan satu lutut menyentuh tanah berpasir. Tangannya terulur pada Erica yang sejak tadi ikut memperhatikannya. "Erica, maafkan Paman. Tapi kalian harus ikut Paman." "Kemana? Apa Paman akan mengantarkan kami pulang?" tanya Erica polos dengan senyum menghiasi wajah menggemaskannya. Rane mengangkat bahu. "Mungkin," jawabnya asal. Rane sama sekali tak berpengalaman dengan anak kecil. Ia selalu menghindari berinteraksi dengan mereka. Jangankan dengan anak kecil, dengan manusia dewasa saja Rane malas. Ia lebih suka sendiri. Temannya hanya Nola. Erica adalah bocah pertama yang diajaknya bicara. "Jangan, Erica!" seru Angela panik. Erica menyambut uluran tangan Rane. Sepertinya keponakannya mulai terpengaruh oleh kata-kata pemuda itu. "Bibi Angela tidak perlu khawatir. Paman Rane orang yang baik." Erica tersenyum manis. Tak berontak saat Rane menggendongnya. Pun ketika pemuda itu berbalik dan membawanya pergi. Erica tetap diam. Seruan Angela tak dihiraukannya. Membuat Angela terpaksa mengejar Rane yang sudah beberapa kali di depannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD