Bab 1

2116 Words
Suara ledakan keras kembali terdengar. Tempat itu pun kembali berguncang hebat. Angela memeluk Erica, keponakannya yang berumur empat tahun erat. Erica sangat ketakutan, Angela tidak tega melihatnya menggigil. Salahnya yang menuruti sang keponakan saat Erica mengajaknya jalan-jalan tanpa memberitahu orang rumah. Pikirnya saat itu mungkin tidak akan apa-apa, sekali-sekali mereka tanpa pengawasan. Tidak tahu kalau ternyata mereka akan tersesat ke zona pertempuran seperti ini. Angel Zone adalah tempat yang harus dihindari, baik itu oleh masyarakat sipil ataupun anggota klan yang masih belum tahu dan belum bisa membangkitkan kekuatan seperti mereka. Sepi. Sepertinya ledakan dahsyat tadi merupakan akhir pertarungan. Angela mengurai pelukan, mengusap pelipis Erica yang dipenuhi keringat. "Mungkin pertempurannya sudah berakhir. Bibi periksa dulu, Erica diam di sini!" Gadis kecil itu mengangguk. Membiarkan Bibinya berjalan ke pintu gua untuk memeriksa keadaan. Tak lama, Angela sudah kembali. Senyum cerah terpancar dari wajah cantiknya. "Sudah aman," ucap Angela senang. "Bibi rasa kita bisa keluar dari sini sekarang." Erica tak menjawab, gadis kecil itu menurut saja saat tangan mungilnya ditarik Angela menuju keluar gua persembunyian mereka. Angela memeriksa sekali lagi keadaan sekitar sebelum mereka benar-benar keluar, ia tak ingin membahayakan nyawa keponakannya yang masih belum tahu apa-apa. Setelah dirasa benar-benar aman, Angela melangkahkan kakinya keluar gua diikuti oleh Erica yang tangannya berada di genggaman tangan Angela. Hati-hati Angela melangkah, ia tidak mau sampai berpapasan dengan musuh. Yang artinya ia dan keponakannya akan dijadikan tahanan mereka. Angela mengembuskan napas lega. Sudah berpuluh-puluh meter mereka keluar dari gua dan semuanya baik-baik saja. Sebentar lagi mereka akan keluar dari Angel Zone, gerbang besar itu sudah terlihat di depan mereka. Tinggal beberapa meter lagi dan mereka akan aman. Aman dalam artian yang sesungguhnya. Karena para anggota klan dilarang pemerintah menggunakan kekuatan mereka di luar area Angel Zone. Mereka yang nekat akan diberi sangsi dan hukuman dari pemerintah, juga dari pemimpin klan mereka. Angela dan Erica adalah keturunan utama dari pemimpin klan Thomas. Kakak Angela, Ruu Thomas, adalah pemimpin klan Thomas. Dan Erica adalah putri Ruu. Sehingga sangat menguntungkan bagi musuh kalau sampai mereka tertangkap. "Bibi..." Erica menarik tangan Angela dan berhenti melangkah, membuat Angela juga menghentikan langkah kakinya. "Iya?" Angela menoleh. "Ada apa? Apa kau lelah, Erica? Mau Bibi gendong?" Si kecil Erica menggeleng. Ia tak ingin digendong, kaki mungilnya masih kuat untuk berjalan. Meskipun tadi ketakutan tetapi sekarang ia baik-baik saja. Ia memang masih empat tahun, tapi sebagai putri dari pemimpin klan ia sudah diajari untuk bersikap berani dan tidak panik dalam keadaan apa pun. Termasuk kalau berhadapan dengan musuh. "Aku mendengar suara seorang perempuan menangis." Angela mengerutkan kening. Ia tidak meragukan pendengaran Erica, keponakannya itu memiliki pendengan yang tajam. Mungkin itu salah satu kekuatannya. Angela menajamkan pendengaran, berusaha mendengar apa yang didengar Erica. Dan benar saja, ia juga mendengarnya. Suara itu terdengar sayup-sayup, tapi Angela yakin kalau itu suara perempuan menangis. "Kau benar." Angela mengangguk. "Apa menurutmu kita harus mencari sumber suara itu?" Erica mengangguk. "Tapi bagaimana kalau ini hanya tipuan? Atau bagaimana kalau seandainya perempuan itu anggota klan musuh?" Sejenak Angela dilanda keraguan. Tapi ketika dilihatnya Erica mengangguk, semua keragunnya hilang. Bagaimana kalau perempuan yang menangis itu benar-benar membutuhkan pertolongan? Mungkin Angela memang tidak memiliki kekuatan, tapi setidaknya ia akan berusaha menolong seseorang yang membutuhkan bantuan. Angel melangkah mantap ke arah datangnya suara. Erica mengekor di belakangnya, tangan gadis kecil itu masih digenggam Angela. Sampai kapan pun Angela tak akan melepaskan genggamannya di tangan keponakannya. Suara tangisan itu terdengar semakin jelas. Angela makin mempercepat langkah. "Ayo, Erica, kita sudah dekat." Erica tak menjawab, gadis kecil menjadi pendiam saat keadaan genting. Erica hanya mengikuti Angela kemana pun Bibinya itu membawanya. "Itu dia!" Erica menunjuk sesosok perempuan berambut merah kecokelatan yang bersembunyi di antara bebatuan. Selain memiliki pendengaran yang tajam, daya lihat Erica juga di atas rata-rata. Angela mengikuti arah uang ditunjuk Erica. Asap yang masih agak tebal menghalangi pandangan Angela. Gadis itu memicing, menajamkan penglihatan. Dan akhirnya Angela menemukannya. Gadis berambut merah itu meringkuk dengan memeluk lututnya. "Ayo, Erica. Sepertinya gadis itu memerlukan bantuan kita." "Iya, Bibi!" Erica mengangguk. Menarik Angela agar mengikutinya. Erica sadar dengan kekuatan lebih pada pendengaran dan penglihatannya. Karenanya si kecil menuntun jalan bagi Bibinya yang kesulitan melihat diantara asap. "Ha-halo. Aku Angela, dan ini keponakanku Erica," sapa Angela ramah pada gadis berambut merah kecokelatan itu. "Apa ada yang bisa kami bantu?" tanyanya. Gadis berambut merah kecokelatan mendongak, menatap Angela yang masih berdiri. Tiba-tiba gadis itu berdiri dan langsung memeluk Angel erat. Bahkan gadis itu menangis melanjutkan tangisnya di bahu Angela. Angela yang terkejut gelapan beberapa saat. Setelah dapat mengendalikan dirinya seperti semula, Angela mengusap punggung gadis itu. "Apa kau juga tersesat?" tanya Angela hati-hati. Tak ada jawaban. Gadis itu masih menangis sesenggukan. Tapi Angela dapat merasakan gerakan mengangguk dari kepala gadis itu yang berada di bahunya. "Kalau begitu kita sama. Kami juga tersesat," ucap Angela berusaha menenangkan gadis itu. Gadis berambut merah kecokelatan mengurai pelukan. Menatap Angela dengan matanya yang memerah sembab. Masih ada sisa air mata di mata ungunya. Eh, ungu? Angela tersentak, meningkatkan kewaspadaan. Mungkinkah mereka salah menolong orang? Gadis ini dari klan Johnson, musuh mereka. Mata ungu itu adalah ciri khas mereka. Dan hanya keturunan utama yang memiliki warna mata itu. Angela mengeratkan genggaman tangannya pada tangan Erica. "Kalian juga tersesat?" tanya gadis berambut merah dengan suaranya yang serak. "A-aku tidak pernah keluar dari Secret Heaven sebelumnya, jadi aku tidak tahu jalan pulang," jelasnya disela isak. Gadis itu mengulurkan tangan pada Angela. "Namaku Nola Johnson. Senang bertemu denganmu." Angela memekik dalam hati. Ia benar, gadis yang mengaku bernama Nola ini memang salah satu keturunan utama dari klan Johnson, musuh mereka. Apa yang harus Angela lakukan sekarang, apakah ia harus lari? Bagaimanapun nyawa Erica dalam bahaya dan harus dilindungi. Karena Angela tak kunjung menyambut uluran tangannya, Nola berinisiatif untuk mengambil tangan kiri Angela yang bebas dan menjabat tangan Angela. "Siapa namamu?" tanya Nola dengan suara yang masih serak, namun tak lagi terisak. "A-Angela Thomas." Mata ungu Nola melebar. Thomas? Berarti dua orang di depannya ini musuhnya? Nola buru-buru melepaskan jabatan tangan mereka. Perasaan takut kembali menyerangnya. Melihat sikap Nola yang melepaskan tangannya cepat, Angela makin bersiaga. Ia siap kalau harus berlari cepat, bahkan sambil menggendong Erica pun ia pasti bisa. Apalagi dalam keadaan terdesak. "K-kau seorang Thomas? Apa kau akan membunuhku?" tanya Nola susah payah. Mendengar suara serak yang terbata itu membuat Angela sedikit menuru kan kewaspadaannya. Alisnya mengernyit, apa Nola juga sepertinya? Anggota inti tapi tidak memiliki kekuatan apa-apa seperti pemimpin klan mereka? Angela menggeleng. "Aku tidak punya kekuatan seperti itu," jawabnya. "Kalaupun aku memilikinya, aku tetap tidak akan membunuhmu." Nola mengembuskan napas lega. Entah kenapa ia merasa gadis berambut pirang dan bermata biru di depannya ini tidak berbahaya. Nalurinya mengatakan seperti itu. Dan selama ini Nola selalu mempercayai nalurinya, karena nalurinya tak pernah salah. "Apa kau sungguh-sungguh?" Nola bertanya meyakinkan. "Kau juga tidak memiliki kekuatan sepertiku?" Angela mengangguk. Napas lega juga terembus dari mulutnya. Dugaannya benar lagi. Nola tidak memiliki kekuatan sama sepertinya. Nola juga tampak bersahabat. Gadis itu tak terlihat berbahaya. Selain itu Erica juga tenang-tenang saja, sehingga Angela benar-benar menurunkan tingkat kewaspadaannya pada level terendah. "Kukira hanya aku yang tidak memiliki kekuatan, ternyata kau juga," Angela tertawa kecil. "Kita sama," ucapnya. Nola mengangguk. Senyum lebar menghiasi wajah cantiknya yang masih dipenuhi jejak-jejak air mata. "Kalau begitu bisakah kita berteman? Temanku sedikit sekali, Paman Arnold melarangku keluar dari Secret Heaven dan itu sangat menyebalkan. Tadi aku pergi diam-diam dan tersesat ke sini. Apa tempat ini yang dinamakan Angel Zone?" tanya Nola penasaran. Ia selalu mendengar mengenai Angel Zone hanya dari sepupu dan para petarung klannya saja. Ia tak pernah melihat langsung tempat yang kata Pamannya sangat berbahaya itu. Angela mengangguk ragu. "Sepertinya begitu," jawabnya. "Aku juga belum pernah ke sini sebelumnya. Kakakku melarangku mendekati tempat ini. Tapi tadi kami juga keluar diam-diam, dan tersesat juga di tempat ini." "Kita sama lagi!" pekik Nola kegirangan. Sepertinya ia menemukan sahabat. "Apa kau mau menjadi sahabatku?" Nola mengulang pertanyaannya. Angela menatap Nola menyelidik. Bersahabat dengan anggota dari klan musuhmu? Angela tak yakin. Tapi ketika melihat Erica mendekati Nola dan tersenyum, sekali lagi Angela menghilangkan keraguannya. Ia selalu mempercayai naluri keponakannya. Kalau Erica mau berteman dengan Nola, berarti Nola bukan orang jahat. "Aku mau menjadi sahabat Bibi." Erica menyentuh ujung jari Nola kemudian menggenggamnya. "Namaku Erica, aku keponakan Bibi Angela." Mata Nola melebar senang. Nola berjongkok menyamakan tingginya dengan Erica. Mengecup pipi chubby kemerahan gadis kecil itu gemas. "Halo, Erica, namaku Nola." Sekali lagi Nola mengecup pipi Erica. Kemudian mengulurkan jari kelingkingnya pada Erica. Pinky promise. "Jadi, kita bersahabat sekarang?" Erica mengangguk. Mengulurkan jari kelingkingnya dan mengait jari kelingking Nola. Senyum menghiasi bibir merah Erica. "Erica sudah menjadi sahabatku. Bagaimana denganmu, Angela? Apa kau juga mau menjadi sahabatku?" tanya Nola sambil berdiri. Matanya mengerling jenaka menggoda Angela. Angela tersenyum menanggapi godaan itu. "Apa boleh memikirkannya terlebih dahulu?" tanyanya bergurau. Kedua gadis itu tertawa kemudian berpelukan. Mereka tentu tak menyangka kalau akan menemukan seorang sahabat di tempat semengerikan Angel Zone. "Apa kalian hanya akan berpelukan berdua saja?" Angela dan Nola mengurai pelukan mereka mendengar pertanyaan dengan nada ketus yang terlontar dari mulut mungil Erica. Mereka kembali tertawa kecil lantas memeluk gadis kecil itu. Kebahagiaan yang hanya sesaat bagi Nola. Karena ketika ingat ia tersesat, Nola kembali ketakutan. Apalagi detektor miliknya hilang, sepertinya terjatuh saat ia berlari untuk bersembunyi tadi. Sementara ia tidak tahu jalan menuju tempat tinggalnya. "Ada apa?" tanya Angela melihat wajah sahabat barunya yang kembali resah. "Kau baik-baik saja kan?" "A-aku.. iya..." Nola gugup. Ia memiliki panic attack yang sering muncul kala ia ketakutan. "Aku.. aku kehilangan detektorku," ucap Nola dengan keringat dingin yang mulai membasahi pelipisnya. Angela menatap Erica dan Nola bergantian. Nola kembali menangis, ketakutan akan tidak bisa pulang menghantuinya. "A-aku takut.. aku..." Perkataan Nola terhenti. Nola melirik ke bawah, tangannya sedang dipegang Erica. Dan perlahan paniknya berkurang, meski takut tetap dirasakannya. "Kami mempunyai detektor." Angela tersenyum. "Tidak, itu detektor milikmu," tolak Nola halus. Gadis itu menggeleng. "Tidak apa-apa." Angela merogoh tasnya. Mengaduk tas itu sebentar mencari detektor miliknya. Memberikan pada Nola begitu ia menemukannya. "Terima kasih, tapi aku tidak mau merepotkanmu." Nola tetap menolak. Ia tak ingin merepotkan sahabatnya. Bukankah mereka sama-sama tersesat? Berarti Angela dan Erica juga memerlukan detektor itu agar ditemukan. "Kau juga memerlukan alat ini, Angela." Angela berdecak. Mengambil tangan Nola dan meletakkan detektor di telapak tangan gadis itu. "Kami memang tersesat, tapi aku masih tahu jalan pulang. Lagipula, aku memiliki Erica yang dapat mengenali jalan." "Kau sungguh-sungguh?" tanya Nola mengusap air matanya. Angela mengangguk. "Iya. Asal bisa keluar dari Angel Zone, kami pasti bisa pulang. Benar kan, Erica?" Erica kecil mengangguk. "Aku masih ingat jalan pulang, Bibi Nola!" seru Erica meyakinkan. Karena terus dipaksa oleh kedua sahabatnya, akhirnya Nola mengangguk. Nola segera memberikan lokasi keberadaannya pada petugas di ruang kendali Secret Heaven. Dan meminta siapa pun untuk menjemputnya. "Nola, apa itu kau?" Sebuah suara besar dan dalam menyapu indra pendengaran Angela. Mungkin itu suara dari salah satu sepupu Nola. Sejauh yang Angela tahu, klan Johnson mempunyai dua orang penerus. Kakak-adik, laki-laki. Berbeda dengan kakaknya yang mempunyai adik perempuan dan anak yang juga perempuan. "Rane, apa itu kau? Iya, ini aku. A-aku tersesat di Angel Zone..." Air mata Nola kembali menetes setelah tadi berhenti karena perdebatan sial detektor bersama Angela. Lega karena akan segera ditemukan membuat Nola kembali menangis. "Kami sudah menemukan koordinatmu. Jangan kemana-mana, aku akan segera menjemputmu!" "Ba-baik!" jawab Nola gembira. Gadis itu mengusap air matanya. "Aku tidak akan kemana-mana. Aku akan menunggumu, Rane!" Tak ada jawaban lagi. Nola segera mematikan sambungan itu dan mengembalikan detektor pada Angela. Tapi Angela masih belum bisa kemana-mana, Nola masih memerlukan detektor sampai gadis itu dijemput. "Nanti kau bersembunyi saja, Angela, agar Rane tidak melihatmu." Kening Angela berkerut. "Kenapa aku harus bersembunyi?" tanyanya bingung. "Karena Rane..." "Nola!" Seruan itu menghentikan perkataan Nola. Serempak ketiga gadis itu menoleh. Seorang pemuda berambut merah kecokelatan seperti rambut Nola berdiri tak jauh dari mereka. Mata ungunya bersinar tajam dan dingin. Diam-diam membuat Angela menggigil. Angela menarik Erica agar berdiri di belakangnya. "R-Rane?" Nola tak percaya kalau Rane bisa secepat ini menemukannya. Bahkan ia belum sempat menjelaskan kepada Angela kenapa gadis itu harus bersembunyi. "Kau sudah menemukanku?" Sungguh pertanyaan yang bodoh, Nola tahu itu. Ia hanya ingin memperpanjang waktu agar Angela dan Erica bisa melarikan diri. Tapi sepertinya terlambat, Rane bahkan sudah tahu kalau Angela anggota klan musuh mereka. "Bagus sekali, Sepupu. Kau membawa tahanan." Nola menggeleng cepat. "Mereka bukan tahanan! Mereka temanku!" Angela gemetar. Sekarang ia tahu kenapa tadi Nola menyuruhnya untuk bersembunyi. Agar ia tidak bertemu dengan orang semengerikan Rane Johnson.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD