Tak Ingin Terulang

1721 Words
“Tuh lihat. Dia ga berani masuk sendiri sekarang. Kamu sabar ya, Lin. Kita pasti selalu lindungin kamu.” Lanjut Tomi sambil menunjuk ke arah Daniyal yang bersandar di dinding luar kelas tapi masih terlihat dari posisi mereka duduk.  Kelima orang yang lain mengikuti arah yang ditunjukkan Tomi. Alin tersenyum terlihat lega. “Makasih ya, teman-teman. Kalian memang yang terbaik.” Teman-teman Alin pun ikut tersenyum menguatkan. Salma dan Kiki bahkan memeluk Alin dari samping.  Lagi, Alin bersorak dalam hati. ‘Jangan khawatir. Misi masih berlanjut, sayang.’ Daniyal berdiri sambil menyandarkan tubuhnya di dinding luar kelasnya. Saat hendak masuk ke dalam kelas tadi tatapan Daniyal bertemu dengan pandangan Tomi yang masih terlihat sinis kepadanya. Ketika itu juga dirinya teringat lagi akan Hania. Akhirnya pemuda itu memilih untuk berbalik badan dan kembali keluar kelas. Dia tidak ingin kejadian yang menimpa dirinya di hari pertama kuliah saat itu terulang pada Hania. Daniyal hanya ingin memastikan jika Alin memang tidak berbohong seperti apa yang dikatakannya tadi. Atau paling tidak jika gadis itu memang berniat mengerjai Hania, dirinya bisa menjelaskan kepada Bu Santi kondisi sebenarnya. Sekitar sepuluh menit menunggu tampak Bu Santi berjalan menuju ke kelas. Dalam penglihatan Daniyal saat ini Bu Santi berjalan sendirian, dia tidak melihat ada Hania bersama beliau. Daniyal kemudian segera menghampiri Bu Santi untuk melaksanakan niatnya tadi. “Selamat pagi, Bu Santi.” Ucap Daniyal sopan. “Ya?” kata Bu Santi singkat namun sudah membuat Daniyal mengerti jika dosennya itu meminta penjelasan. “Mohon maaf, Bu. Tadi teman saya Hania katanya diminta ke ruangan Ibu. Apa dia sudah menemui Ibu?” tanya Daniyal “Oh, mahasiswi yang pakai kemeja merah muda tadi ya? Sebenarnya saya tidak meminta siapapun menemui saya pagi ini. Tapi kebetulan kami bertemu di depan ruangan administrasi dan dia mengatakan hal yang sama. Sepertinya ada ingin bercanda sama kalian.” Kata Bu Santi sambil tersenyum. Bu Santi ini termasuk dosen yang tegas dan disiplin tetapi tidak kaku. Beliau juga sering bersikap ramah kepada siapa saja meskipun seringkali irit kata. “Karena teman kamu terlanjur bertemu dengan saya, jadi dia saya minta tolong untuk membawakan buku dan laptop saya. Mungkin sebentar lagi dia akan sampai. Kamu sepertinya khawatir sekali?” lanjut Bu Santi dengan sedikit menggoda Daniyal. Pemuda itu menggaruk tengkuk dan tersenyum malu mendengar ucapan dosennya itu. “Mohon maaf, Bu. Saya hanya tidak ingin teman saya itu mengalami kejadian seperti saya dulu.” Daniyal mencoba menjelaskan tujuannya tadi sekaligus menutupi rasa malunya. “Ya, ya baiklah. Saya masuk dulu ya.” Kata Bu Santi melangkah masuk ke kelas yang diikuti oleh Daniyal. Dia sudah merasa lega karena Hania tidak akan mendapatkan masalah pagi ini. Beberapa menit kemudian Hania masuk dengan membawa beberapa barang Bu Santi. Setelah meletakkan di meja dosen, gadis itu permisi dan duduk di kursi terdekat yang masih kosong. Melihat sahabatnya sudah duduk dengan aman Daniyal lantas menoleh ke arah Alin yang berada beberapa baris di belakangnya. Gadis itu ternyata juga sedang melihat ke arahnya, bibirnya dilengkungkan ke atas sehingga membentuk senyuman yang sangat manis untuk Daniyal. Jika kondisi normal mungkin pria itu akan dengan sangat mudah jatuh hati. Sayangnya, hubungan mereka berdua sangat tidak baik. Jangankan jatuh cinta, sekedar berbincang saja sudah membuat Daniyal memasang alarm waspada. Bukan tanpa alasan Daniyal memiliki perasaan demikian. Sejak pertemuan pertama dengan Alin dan hari-hari berikutnya bisa dibilang ada saja yang gadis itu lakukan untuk membuat Daniyal tidak nyaman bahkan tertekan. Entah apa tujuan gadis itu melakukannya, Daniyal merasa tidak pernah membuat masalah dengannya. Seperti kejadian beberapa minggu lalu. Daniyal yang sedang merapikan tas untuk bersiap pulang dihampiri oleh Alin. Gadis itu memberikan dua amplop berwarna pink gold kepadanya.   “Dan, aku bisa minta tolong ya.” Kata Alin sambil mengulurkan amplop-amplop kepada Daniyal. “Kamu nanti pulang lewat ruang UKM kan? Ini aku dua undangan ulang tahun yang belum sempat diantar padahal acaranya udah besok dan aku ga sempat mau kasih sendiri karena masih urus acaranya. Aku minta tolong ke kamu kasih ke mereka berdua ya, biasanya jam segini mereka ada di basecamp UKM. Kamu sekalian lewat juga kan?” lanjut Alin dengan nada memohon. Daniyal terlihat menimbang-nimbang sambil melihat nama yang tertulis di undangan yang sudah ada di tangannya. Karina dan Angel, mereka berdua dua tahun di atas Alin dan Daniyal tetapi masih satu fakultas. Kedua mahasiswi itu adalah ketua UKM teater dan KSR (Korps Sukarela) jadi hampir semua mahasiswa mengenal mereka. “Iya udah deh.” Akhirnya Daniyal mengiyakan dan membuat Alin bahagia. “Thanks banget lho ya. Ya udah aku duluan ya Dan.” Kata Alin sambil beranjak meninggalkan Daniyal yang masih lanjut merapikan tasnya. Sesuai dengan amanah dari Alin, Daniyal mampir dulu ke basecamp UKM teater dan KSR untuk menyerahkan undangan dari Alin. Beruntungnya orang yang dituju ada di tempatnya jadi Daniyal bisa memberikan langsung kepada yang bersangkutan. Setelahnya baru dia menuju ke tempat parkir untuk mengambil motor dan segera pulang. Esok paginya saat Daniyal baru memarkirkan motornya, ada beberapa mahasiswa menghampirinya dengan wajah memerah karena marah. Daniyal yang merasa tidak memiliki masalah dengan santainya melewati mereka untuk menuju ke kelas. Akan tetapi salah satu dari mereka menghalangi Daniyal dan mendorong Daniyal hingga mundur. “Eh, Lu yang namanya Daniyal anak manajemen?” kata mahasiswa lain yang Daniyal kenal bernama Alex. “Kamu ngapain sok-sok kirim surat cinta buat Angel. Lu tau kan kalau dia cewek gue. Lagian apa yang Lu banggain sampai berani nembak cewek sekelas Angel. Cuih.” Kata Alex kasar sambil memindai penampilan Daniyal dari atas ke bawah. Daniyal hanya terdiam dengan wajah datar karena bingung dengan perkataan Alex. “Nembak Angel? Maksudnya apa nih? Kapan aku nembak cewek kamu?” tanya Daniyal akhirnya. Tidak ada rasa takut dari nada bicara Daniyal meskipun di hadapannya sekarang ada lima orang mahasiswa yang menatapnya marah dan merendahkan. “Ga usah pura-pura bego deh Lu. Angel udah cerita ke gue kalau Lu kemarin kasih ini ke dia. Masih mau ngelak Lu?” Kata Alex lantang sambil melempar amplop berwarna pink gold ke arah Daniyal yang berhasil ditangkapnya. “Iya bener, memang aku yang kasih ini ke Angel kemarin. Tapi ini titipan temen, katanya undangan ulang tahun bukan surat cinta seperti yang kamu bilang.” Daniyal berusaha membela diri. “Halahhh, ngeles aja. Coba buka dan baca itu.” Kata Alex masih dengan emosi. Daniyal menuruti ucapan Alex dan seketika matanya melebar membaca isi amplop pink gold itu. Wajahnya memerah karena menahan amarah di dadanya. Akhirnya Daniyal meminta maaf kepada Alex karena tidak ingin memperpanjang masalah. Untungnya Alex bersedia melepaskan Daniyal setelah memperingatkan Daniyal untuk tidak mendekati Angel. Pemuda itu sudah pasti langsung setuju karena memang dari awal tidak pernah sedikitpun ada niat melakukannya. Daniyal segera berlari menuju kelas karena sudah hampir masuk jam kuliahnya. Dia berharap sebelum dosen datang bisa konfirmasi ke Alin tentang surat itu. Akan tetapi hingga jam kuliah sore berakhir Daniyal tidak sempat berbicara dengan Alin. Akhirnya Daniyal memutuskan menemui Karina untuk memastikan isi dari amplop yang diberikannya kemarin. Namun, masih sampai di depan pintu UKM teater tiba-tiba ada bogem mentah mendarat di pipi kanannya menyebabkan Daniyal terjengkang dan ada darah mengalir di ujung bibirnya. Kejadian ini memancing mahasiswa yang ada di sana berkerumun untuk melihat keributan yang terjadi. “Mau ngapain Lu ke sini?! Ga ada muka ya Lu godain cewek orang?!” Kata pemuda yang memukul Daniyal itu keras sambil menunjuk-nunjuk ke arahnya. Tidak ada seorang pun yang bergerak untuk membantu Daniyal karena takut dengan pria yang memukulnya. Ternyata dia adalah kekasih Karina yang juga marah karena ada yang berusaha mendekati wanitanya. Setelah Daniyal berhasil berdiri dia mencoba menjelaskan yang sebenarnya, tetapi kekasih Karina yang bernama Salman itu tidak bersedia menerima. Daniyal dibiarkan pergi oleh Salman setelah dia memberikan pukulan kedua di perut Daniyal. Kejadian ini membuat banyak mahasiswa yang memandang rendah dirinya. Bahkan beberapa dengan terang-terangan melontarkan kata kasar saat bertemu Daniyal. Hal inilah yang membuat Daniyal menjadi waspada jika berurusan dengan Alin. Termasuk apa yang Alin katakan kepada Hania pagi ini. Daniyal tidak ingin sahabatnya itu mengalami hal yang sama dengannya. Ketika dosen terakhir sudah keluar kelas, Daniyal segera menghampiri Hania. Tetapi belum sempat Daniyal bertanya, ternyata Alin juga sudah berada di dekat mereka dan berbicara kepada Hania. “Hania, maaf ya. Kayaknya aku salah. Sepertinya yang dicari Bu Santi bukan kamu tapi mahasiswa kelas lain.” Kata Alin dengan penuh penyesalan. Hania tersenyum menanggapi. “Ga apa-apa Alin. Kebetulan tadi Bu Santi juga butuh bantuan, jadi ga sia-sia tadi menemui beliau.” Kata Hania. Daniyal hanya diam melihat mereka berdua berbicara. Dia tidak akan membuka suara sebelum gadis bermulut sadis itu pergi. Tetapi alih-alih meninggalkannya dan Hania, Alin justru mengajak Hania untuk pergi bersamanya. “Sebagai permintaan maaf gimana kalau aku traktir kamu ke kantin. Daniyal juga boleh ikut.” Ajak Alin. Hania memandang Daniyal meminta persetujuan. Pemuda itu menggeleng tanda penolakan. “Aku masih ada perlu sama Hania. Terima kasih ajakannya.” Kata Daniyal dingin. “Ayolah, Han. Aku bakalan ga bisa tidur kalau kamu nolak ajakan aku. Aku merasa bersalah banget.” Alin masih mencoba merayu Hania. “Dan.” Hania menoleh kepada Daniyal dengan penuh harap. “Han, please.” Daniyal masih tidak bersedia. “Maaf ya, Lin. Makasih banget ajakannya, tapi maaf kayaknya kali ini kita beneran ga bisa ikut sama kamu.” Hania akhirnya menuruti Daniyal. “Yahh. Oke deh ga apa-apa.” Kata Alin dengan nada kecewa. “Tapi aku anggap ini hutangku ke kalian ya. Lain kali kalian harus bersedia. Ya udah aku duluan ya.” Alin pun meninggalkan mereka. “Kamu kenapa sih, Dan kayak dingin gitu sama Alin? Kamu masih dendam sama dia gara-gara kejadian dulu itu?” Tanya Hania sedikit kesal dengan sikap Daniyal. “Aku bukannya dendam, Han. Cuma waspada. Kalau bisa kamu juga jangan terlalu dekat sama dia.” “Maaf ya, Dan. Bukannya aku ga berempati sama kamu. Tapi yang bermasalah sama Alin kan kamu, jadi aku ga bisa jauhin Alin hanya karena kamu ga akur sama dia.” Hania mencoba melapangkan hati Daniyal. “Oke, aku yang seharusnya minta maaf. Aku cuma khawatir sama kamu. Aku ga mau apa yang terjadi padaku aku terulang sama kamu.” Kata Daniyal. “Makasih ya, Dan sudah perhatian. Aku akan selalu hati-hati kalau berhubungan sama siapapun, termasuk sama Alin. Jadi kamu ga usah khawatir ya.” Kata Hania sambil tersenyum untuk meyakinkan Daniyal. Pemuda itu hanya mengangguk menanggapi sahabatnya itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD