Ramuan Racun

1204 Words
"Jadi sebenarnya apa yang terjadi, Nyai?" tanya Rey dengan tatapan menusuk. Aura yang dikeluarkan oleh bocah lelaki itu sungguh menakutkan dan mematikan. Nyai sampai gelisah sendiri untuk menjelaskannya. Lelaki di hadapannya memang anak kecil tetapi sikapnya bisa berubah kapanpun. "Nyai? Aku memanggilmu untuk bicara! Bukan hanya diam saja!" "Ma-maaf, Aden." "Jadi? Ceritakanlah!" "Sebenarnya, anak ambar itu adalah suruhan salah satu dukun durjana. Dan sepertinya Aden sudah mengetahui siapa gerangan dukun tersebut …." Nyai mulai menceritakan bahwa memang dukun durjana tersebut yang paling gencar untuk memiliki Tata. Segala cara dilakukan agar bisa menarik Tata dalam genggamannya, tapi sayang semua usaha yang dilakukannya selalu gagal. Rey, Nyai dan anak buahnya selalu berhasil membuat dukun durjana tersebut tak berkutik. Beberapa kali dimaafkan tetapi sepertinya belum jera juga dan kali ini mulai berulah kembali. Dan kali ini parahnya, ia mengancam salah satu anak ambar untuk kepentingan pribadinya. Anak ambar bernama Jodi itu sangat menyayangi ibunya dan dukun durjana tersebut mengancam apabila Jodi tak menuruti keinginannya maka Ibunya yang akan jadi korban. Dengan berat hati, Jodi menuruti keinginan dukun durjana. Ia berhasil menyembunyikan sebuah ramuan untuk membuat Tata sakit bahkan lumpuh. Entah ramuan apa itu namun efeknya sangat cepat, karena selang seminggu saja sudah berhasil membuat dadanya membiru dan ternyata bukan hanya d**a tetapi beberapa di tubuh lain juga. Nyai meminta maaf karena terlambat mencegah ini semua terjadi. Beliau ragu jika mendekat karena memang hingga saat ini Fitri masih enggan untuk menerima semuanya. Jangankan menerima amanah yang diemban oleh kedua anaknya, amanah untuk dirinya sendiri saja mati-matian ia tolak. "Kenapa Nyai gak kasih tau dari awal? Bukannya Nyai sudah berjanji akan menjaga adik?" "Maafkan Nyai, Aden. Ini semua Nyai lakukan semata-mata demi menjaga Tuan Putri Fitri yang masih tidak bisa menerima keadaan kalian. Ibun kalian takut jika Nyai terlalu dekat dengan kalian sehingga membuatnya merasa was-was tiap waktu." "Perlu Aden ketahui, Ibun sebenarnya tidak ingin Nyai dan Aki berada di sekitar kalian. Ibun ingin kalian hidup normal layaknya anak-anak seumuran kalian. Itu sebabnya, Nyai menjaga jarak sama kalian. Tapi, ini mungkin hanya sementara, lambat laun, Ibun kalian pasti akan bisa menerimanya." "Kalau sudah seperti ini jadi bagaimana? Apa adik akan baik-baik saja? Apa ramuan itu bisa dikendalikan atau dikeluarkan dari dalam tubuhnya?" "Bisa." "Bagaimana caranya?" "Nanti, Nyai akan bicara dengan ayah kalian. Biarkan ayah kalian yang bergerak." "Rey yang lakukan saja," pintanya. "Gak bisa! Kau bukan lawannya, Aden." "Bagaimana jika kita lenyapkan saja?" "Tidak bisa! Lawannya beda, Aden. Tunggu kalian dewasa baru bisa melawannya sebab ilmunya sudah di atas! Sedangkan kalian masih harus meraihnya seiring dengan berjalannya waktu." "Dan lagi, jaga emosimu, Aden. Mohon maaf, jangan sampai banyak makhluk tak kasat mata yang lenyap karena kobaran apimu!" "Kenapa?" "Turuti saja keinginan Ibunmu, Aden. Ibunmu terlalu mengkhawatirkan kalian, lagipula tidak baik juga anak kecil sepertimu sudah bermain kasar seperti itu. Kesalahan mereka masih bisa kita atasi, jika kesalahan dan ulah mereka semakin menjadi, maka Nyai persilahkan Aden untuk menghancurkannya sehancur-hancurnya." "Waaahhh, bisa begitu? Seru juga!" serunya. "Iya Aden," ucapnya tersenyum. Tanpa mereka sadari, ada sepasang mata yang sedang mengawasi mereka dari balik pintu kamar. Dengan telinga yang berusaha di tajamkan untuk bisa mendengarkan apa pembicaraan mereka. Sebenarnya Nyai menyadari bahwa ada yang menguping tapi membiarkan saja. Sengaja agar membuat hati wanita yang sudah melahirkan kedua anak istimewa itu tenang. Ya, seseorang yang sedang menguping pembicaraan mereka adalah Fitri. Ia merasa tak tenang jika membiarkan anak sulungnya berbicara hanya berdua dengan Nyai. Wajar, rasa khawatirnya terlalu besar sekali. *** "Allahuakbar, Nyai!" sentak Fauzi terkejut karena kedatangan Nyai tiba-tiba. "Assalamualaikum, Tuan Muda. Maaf mengagetkan." "Waalaikumsalam, ada apa, sih, datang tiba-tiba!" "Hehe, maaf, Tuan. Ingin memberi kabar keadaan Nona Putri." "Ada apa dengan Tata?" "Keadaannya sepertinya semakin parah dan Tuan harus segera mencari penawar atas ramuan racun yang sudah masuk ke tubuhnya." "Ramuan racun?" Matanya terbelalak saat mendengar kalian yang dilontarkan oleh Nyai. "Ya. Ramuan racun yang diciptakan oleh salah satu dukun durjana dan dibawa oleh salah satu anak ambar dengan menabrakan dirinya pada Nona Putri." "Astaghfirullah. Bagaimana bisa, Nyai?" "Sebenarnya aku sudah tahu dari awal, Tuan. Tapi, bukankah Tuan paham dengan kondisi Tuan Putri." "Ya Allah … ya sudah, sekarang tak ada waktu untuk berbicara hal lain. Bagaimana agar Tata terlepas dari ramuan racun tersebut?" "Ambil air dari tujuh sumur lalu masukan kembang tujuh rupa. Jangan lupa doakan air tersebut, shalawat jangan lewatkan dan minta kesembuhan melalui perantara air tersebut." "Pukul berapa?" "Tepat dua belas malam lebih lima. Sama seperti kelahirannya." "Apakah tidak ada masalah nantinya jika di mandikan jam segitu?" "Insya Allah tidak apa-apa, Tuan." "Baik. Kapan baiknya?" "Malam jumat." "Itu artinya besok malam?" Nyai mengangguk. "Baik. Makasih Nyai." "Sama-sama Tuan." "Hm … Nyai … maafkan Fitri ya." Wanita cantik itu tersenyum dengan sangat indah. "Tak apa, Tuan. Wajar jika seorang Ibun sangat mengkhawatirkan anaknya seperti beliau. Tuan Putri itu sangat baik, ia tak ingin anak-anaknya bernasib sama sepertinya. Dihina, dicemooh, dicaci, dimaki bahkan dijauhi oleh teman-temannya, dulu. Mungkin, nantinya Aden dan Nona Putri juga akan melewati semuanya sama seperti Ibunnya tapi percayalah mental mereka lebih kuat." "Bagaimana bisa?" "Karena, darah yang mengalir dalam tubuh mereka adalah darah percampuran antara ayah dan ibunnya. Mereka memang mewarisi kelebihan ibunnya tapi mereka juga mempunyai keberanian seperti ayahnya. Kalian harus menjaga mereka dengan baik. Mereka adalah satu kesatuan yang sangat kuat jika di gabungkan. Bahkan, kelak bisa seperti kisah jaman dahulu, dimana mereka akan bertemu dengan beberapa orang yang sama dengan mereka dan bersatu untuk membantu makhluk yang membutuhkan." "Percayalah, mereka akan menjadi orang hebat kelak! Kalian pasti akan bangga memilikinya! Dan pastinya akan ekstra juga penjagaannya apalagi terhadap Nona Putri. Tuan paham bukan?" "Ya, aku paham." "Sungguh, aku merasa istimewa mendapatkan Fitri dan menjadikannya sebagai istri. Dan ternyata, aku semakin merasa istimewa dengan kehadiran putra dan putri yang lebih istimewa. Aku memang bisa lebih tenang, tapi terkadang aku juga bingung untuk memberikan pengertian pada Rey yang masih mempunyai rasa menggebu--" ucapannya terpotong, ia menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. "Anak itu, tak segan-segan melenyapkan jika tak sesuai dengan keinginannya apalagi ia akan semakin membara ketika melihat Ibun dan adiknya tersakiti, ketakutan dan menangis." "Dengan seiring berjalannya waktu, Aden pasti akan bisa mengendalikan dirinya. Wajar, jika saat ini dirinya masih belum bisa mengendalikan diri." "Semoga saja sesuai dengan keinginan kita semua, Nyai." "Tapi, aku bisa membayangkan bahwa kehidupan mereka pasti akan menyenangkan kelak, haha. Ketika kakak beradik bersatu untuk membantu orang lain. Apa mungkin nantinya mereka bisa seperti pemburu-pemburu hantu begitu, Nyai? Haha," kekehnya geli sendiri. Ia membayangkan kedua anaknya itu seperti pemburu hantu. "Nah, itu dia. Itu yang sering kali Nyai pikirkan, mungkin kelak mereka akan seperti itu. Menggemaskan sekali bukan, Tuan? Tapi, Nona Putri akan menjadi yang paling dominan dan Aden akan menjadi pahlawan juga perisai untuk adik kesayangannya itu." "Sungguh, Nyai tak sabar menantikan hal itu, Tuan. Nyai akan ikut serta di dalamnya dan pasti itu sangat menyenangkan sekali!" "Dibalik hal menyenangkan tersebut, mereka pasti akan melewati banyak ujian, hambatan dan juga cobaan di setiap langkahnya. Betul bukan?" "Namanya juga hidup Tuan, sudah pasti akan mendapatkan ujian, hambatan dan juga cobaan. Jika sudah tak mendapatkan ujian, hambatan dan cobaan, itu artinya mereka sudah rata dengan tanah alias meninggal." "Iya, Nyai benar." "Semoga apapun keadaannya, ujiannya, cobaannya dan juga hambatannya, mereka bisa menghadapinya dengan sabar dan ikhlas. Aamiin." "Aamiin, Nyai." ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD