Mandi Tengah Malam

1268 Words
Hidup itu indah. Sangat indah jika dijalani dengan sabar, ikhlas dan tenang. Namun, akan terasa sangat sulit jika kita merasa selalu kurang dan tak menerima setiap keadaan. Hidup akan damai jika setiap langkah kita di hiasi dengan rasa syukur. Terkadang, apa yang ada di hidup kita memang tidak sesuai dengan apa yang di harapkan. Tapi percayalah, apapun itu jika menurut Gusti Allah yang terbaik maka akan menjadi yang terbaik. Berdamailah dengan kehidupan, mulai melangkah pasti dengan rasa sabar dan ikhlas yang menjadi pedoman. Jangan terus-menerus untuk tidak menerima jalan hidup kita. Jangan pernah ada rasa iri ketika melihat kehidupan orang lain. Sebab, Gusti Allah tahu porsi dari setiap umatnya. Tahu yang terbaik untuk kehidupan hambanya dan paham langkah apa yang terbaik untuk hambanya. Sesuatu yang terbaik menurut kita sebagai manusia, belum tentu terbaik menurut Gusti Allah tetapi jika sesuatu yang baik menurut Gusti Allah, maka insya Allah itu juga yang terbaik untuk kita. Sudah cukup melarikan diri dari segala keadaan dan tak menerimakan semuanya. Sekarang, sudah waktunya berbenah diri dengan kedamaian hati yang ikhlas. Waktu yang ditunggu akhirnya datang juga, malam jumat ini akan dilakukan semacam mandi kembang untuk Tata agar terhindar dari segala ramuan racun yang diciptakan oleh dukun durjana itu. Ini adalah kali pertama untuk Tata dan mereka berharap kedepannya tak akan ada lagi racun-racun yang menjalar pada tubuhnya. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas lebih lima puluh, itu artinya sudah hampir tengah malam dan pukul dua belas lebih lima sebentar lagi. Tata sudah lebih dulu bangun, bocah mungil itu seakan paham dengan keadaan yang menimpanya dan akan di lakukan pengobatan. Rey pun sama, abang yang baik itu bangun untuk menemani adiknya. "Apa cara ini benar, Ayah?" "Kita coba saja ya, tidak ada salahnya untuk ikhtiar bukan? Sebab, ini bukan penyakit medis, Sayang. Seminggu ini tak ada perubahan, bahkan kita sudah ganti dokter hampir tiga kali. Dan semua mengatakan bahwa Tata baik-baik saja, bukan?" "Iya, sih, tapi--" "Sudah, jangan terlalu banyak tapi. Anaknya juga slow aja tuh, malah terlihat bahagia karena akan mandi. Paham 'kan kalau Tata itu hobi main air." "Ibun takut nanti adik masuk angin." "Insya Allah gak, tenang ya." Suaminya mencoba menenangkan rasa khawatir yang membara di hati istrinya itu. "Ayah, Ibun! Kapan adik mandi?" tanya bocah polos itu. "Ih, adik! Sabar, dong!" tegur abangnya. "Adik 'kan mau mandi, abang! Sambil main bunga hehe," kekehnya lucu. "Gak boleh! Adik mandi juga dimandiin sama Ayah. Gak boleh lama-lama, Cintaku, nantinya masuk angin. Adik nanti hacim-hacim, begitu," ucapnya lembut memperagakan bahwa adiknya nanti akan bersin-bersin. "Ih, sebal! Abang gak seru!" "Ini bukan mainan, Dik. Nanti abang janji kalau adik sudah sembuh, kita mainan air lagi ya. Kita berenang deh." Seutas janji terucap penuh keyakinan dari bibir mungil lelaki yang sangat di cintainya. "Abang janji?" "Iya janji, Tuan Putri!" "Ye! Asik! Kita berenang, tapi …," ucapnya lirih. "Kenapa, Dik?" "Ibun marah gak, Bang," bisiknya namun masih terdengar oleh kedua orang tuanya itu. "Tenang, ada Abang! Nanti Ibun itu menjadi urusan Abang. Yang penting, sekarang Adik sembuh dulu ya," bisiknya lagi. "Siap, Abang!" "Tuan, Nyonya, mohon maaf ini handuk dan pakaian Non." "Iya, Mbok. Makasih ya. Simpan saja di meja itu." "Mbok," panggil bocah itu. "Iya, Non?" "Adik mau mandi loh," ucapnya tersenyum. Mbok menatapnya nanar, merasa kasihan anak polos di hadapannya sudah mendapatkan ujian seperti ini. "Iya, Non. Ini makanya Mbok siapkan handuk dan bajunya. Non mau apalagi?" "Apa ya? Hm … kalau makan ada?" "Non laper?" "Hehe, sedikit, Mbok." "Ada. Ya sudah nanti Mbok buatkan nasi goreng spesial ya." "Makasih, Mbok. Baik sekali." "Mbok, Abang juga!" seru Rey tak mau kalah. "Siap! Buat Non dan Aden, Mbok buatkan nasi goreng spesial!" "Asik! Hore!" serunya berdua. Fitri dan Fauzi hanya menggelengkan kepala saja. "Abang, Adik. Ayo!" panggil Fauzi. "Sekarang, Yah?" "Iya, Ibun. Tolong lepaskan semua pakaian Adik, pakaikan kain yang sudah disiapkan." "Iya, Ayah." "Dik, sini, ganti baju dulu sama Ibunnya," panggilnya. Tata berjalan ke arah Ibunnya dan menurut untuk berganti baju. Tepat pukul dua belas lebih lima, Tata sudah berdiri di atas rumput taman belakang, kepala tepat mengarah ke langit. Fauzi langsung mengguyurkan satu gayung air dengan doa dan harapan yang baik. Dilanjut terus hingga guruyan air ke tujuh, nampaknya Tata merasa kedinginan ketika guyuran keempat hingga ketujuh. Dan mereka semua terkejut, saat guyuran ke tujuh, langit seperti ada cahaya benderang dan ada dua s*****a kecil macam kujang yang melewati Tata. Ini kejadian kedua, sama seperti saat dirinya lahir. "Wah!" Rey membelalakan matanya takjub dengan apa yang dilihat olehnya. "Subhanallah, apa itu?" ucap Fitri bingung dengan bibir bergetar. "Nyonya!" seru Mbok menahan tubuh Fitri yang hampir limbung ke belakang. "Gak pa-pa, Mbok!" "Benar? Nyonya pusing?" "Tidak, Mbok." "Duduk dulu ayo disana, Nyonya," ajaknya. Fitri di papah menuju salah satu bangku taman yang tidak jauh dari pintu masuk dapur. "Nyonya yakin baik-baik saja?" "Iya, Mbok. Fitri hanya kaget," ucapnya lirih. "Tenangkan diri Nyonya." "Pasti, Mbok. Tadi hanya merasa terkejut." "Ya sudah disini dulu saja ya, Mbok mau urus Non dulu. Kayaknya sudah selesai mandinya itu." "Ya, Mbok. Tolong ya." Mbok meninggalkan Fitri sendirian dan berjalan ke arah tempat pemandian. Tata sudah beralih ke Mbok untuk dikeringkan badannya dan di pakaian baju. "Mbok, Fitri baik-baik saja?" tanya Fauzi. "Baik, Tuan. Nyonya hanya terkejut." "Ibun gak pa-pa tapi 'kan, Mbok?" "Gak pa-pa, Aden." "Alhamdulillah." "Ibun sakit ya karena adik, Ayah?" "Gak, Nak. Ibun cuman lelah kok. Nanti juga baikan, gak pa-pa, Sayang." Tata mengangguk. Suasana malam jadi mencekam, embusan angin malam mulai terasa dingin bahkan hingga menusuk tulang. Tata dan Rey mulai gelisah, Fauzi melihat itu namun tetap diam. Kedua mata anaknya itu mulai meneliti setiap sudut taman belakang. Sepertinya mereka merasakan ada sesuatu yang tidak beres disitu. Tatapan mata keduanya bertemu, saling memberikan kode. Tatapan benar-benar bringas dan membunuh. Keduanya akan berubah menjadi seseorang yang lain ketika merasa ada bahaya yang mengintai. Sekarang, tatapan keduanya beralih pada sang Ibunnya. "Ibun, awas!" teriak mereka berbarengan membuat Fauzi terkejut. "Aaahhhh!" teriak Fitri berbarengan dengan peringatan dari kedua anaknya. Tata dan Rey berlari mendekati Fitri yang sudah melayang dan berputar di udara. "Ayaaaahhh! Toloooonng!" teriaknya dengan suara yang bergetar. "Allahuakbar, astaghfirullah, Nyonya!" teriak Mbok histeris. "Toloooonngg!" teriaknya lagi. Tata dan Rey bergandengan tangan seraya menyatukan kekuatan mereka. Mulai menatap tajam sekitar tempat Ibunnya berputar. Lalu, Rey berkata, "Sepertinya ada yang ajak kita main malam-malam begini, Dik!" "Iya, Bang. Berani sekali menyakiti Ibun!" sentak Tata dengan suara datar namun terdengar sangat mengerikan. "Ayah!" teriak Rey mengejutkannya. "I-iya, Bang!" ucapnya terbata-bata. "Sini, ih! Jagain Ibun! Malah melongo aja." "I-iya, Nak." Fauzi berlari dan berjaga-jaga tepat di bawah Fitri berputar. Rey dan Tata langsung mengarahkan telapak tangannya pada sekitar Fitri. Duar. Duar. Duar. Duar. Bunyi ledakan empat kali berhasil mengejutkan mereka dan Fitri semakin berputar tak tentu arah. Teriakan histeris semakin terdengar, Fauzi bingung harus melakukan apa. Kedua anaknya masih terus saja mengarahkan telapak tangannya dan menimbulkan ledakan lagi dan lagi hingga tiba-tiba Fitri limbung. Hap. Tubuhnya berhasil di tangkap oleh Fauzi, digendongnya masuk ke dalam rumah meninggalkan Rey dan Tata yang masih asik di luar bertarung entah dengan siapa. "Jangan ganggu, Ibun!" teriak Tata lantang dengan suara khas anak kecilnya. "Berani ganggu Ibun, akan kulenyapkan kau seperti abu dan kupastikan tak akan hidup lagi!" teriak Rey. Kata-katanya berhasil menggetarkan hati Fauzi. Ia merasa khawatir dengan kedua anaknya dan hendak menyusul. "Ini rasakan!" ucap keduanya dan ada suara seperti teriakan dan minta ampun. Fauzi semakin gelisah dan meminta izin pada istrinya untuk melihat kedua anak mereka. Sesampainya di taman belakang, matanya terbelalak saat melihat beberapa sudut mengeluarkan asap. "Adik, Abang," ucapnya lirih. Keduanya hanya tersenyum dan nyengir menampilkan deretan giginya lalu berlari masuk ke dalam rumah meninggalkan sang ayah yang masih kebingungan. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD