Tata, Ara dan Jamal

1402 Words
Kehilangan yang paling menyakitkan adalah kehilangan untuk selama-lamanya, sebab kita tak akan pernah bisa lagi bertemu, bercengkrama, bercanda, tertawa dengan bahagia lagi. Ketika berpisah dengan alam yang berbeda dan kembali bertemu dalam satu momen yang tidak bisa terlupakan, semua rindu akan menjadi satu dan membuncah ingin disampaikan dengan baik. Ketika tangan tak lagi dapat bersentuhan, ketika raga tak lagi dalam menyatu, ketika diri tak lagi bisa memeluk satu sama lain maka doa yang paling tepat untuk menyampaikan sebuah rindu. Jangan pernah menyia-nyiakan seseorang yang paling berharga dalam hidup kita. Siapapun itu, baik orang tua, anak, keluarga, pasangan, sebab paling menyakitkan adalah kehilangan karena kematian. Mawar sudah kembali ke alamnya, tugasnya sudah selesai, rindunya sudah tersampaikan. Saat ini, tak ada lagi ragu dan bimbang dalam hatinya. Keyakinannya untuk melepas sudah tepat pada waktunya. Tak akan ada lagi sakit, kecewa, sedih dan takut akan keadaan Maminya. Sebab, Maminya sudah lebih bahagia sekarang dan adiknya berjanji akan menjaga Maminya seperti menjaga dirinya sendiri. Allah itu adil, ketika kita kehilangan seseorang yang sangat berarti untuk kita maka Allah hadiahkan seseorang yang menjadikan kita berarti di dalam hidup dan hatinya. Sama seperti keadaan Tante Rosa dan Melati, ia kehilangan sosok Mawar karena merasa tak mampu menjaga anaknya tetapi Allah hadirkan Melati untuk menggantikan tugas Mawar menjaga dan merawat Tante Rosa. Semoga setelah kegelapan ini, setelah kesusahan yang dihadapi oleh Tante Rosa dan Melati, setelah kehilangan, setelah kesedihan akan datang pelangi yang indah menghiasi hari-hari mereka semua. Dimulai dari mencoba menerima dan ikhlas merelakan Mawar pergi untuk selama-lamanya tanpa pernah kembali walaupun hanya qorinnya. Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan bahkan satu tahun kemudian Tata dan Rey semakin beranjak usia, saat ini Tata sudah usia delapan tahun dan Rey usianya sudah tiga belas tahun. Rey baru masuk sekolah menengah pertama dan sudah mempunyai teman baik bernama Riko yang hampir sama seperti dirinya. Tata sudah naik kelas dua sekolah dasar dan sudah mempunyai teman baik juga bernama Clara. Tata dan Rey sama-sama mempunyai teman istimewa namun bedanya mereka hanya sebatas bisa merasakan, tak bisa melihat yang tak kasat mata dan tak bisa membantu yang butuh pertolongan. Sudah dua minggu ini Tata terus diikuti oleh salah satu makhluk tak kasat mata yang wajahnya sungguh mengenaskan. Menurut penuturan bocah lelaki itu, ia meninggal karena tabrak lari saat pulang sekolah. Lelaki kecil itu bernama Jamal dan meminta tolong pada Tata untuk bisa bicara sebentar dari hati ke hati. "Tata," panggil Clara. "Kenapa, Ara?" "Sepertinya ada yang datang mendekat ke arah kita," ucapnya saat mereka sedang duduk bersantai tepat bawah pohon rindang di taman. "Iya, ada." "Siapa? Apakah si Jamal?" "Ya seperti biasa, siapa lagi kalau bukan dia yang terus mengikuti kita?" "Kenapa kamu gak bantu aja, sih, Ta? Daripada ia terus-menerus mengejar kita. Berasa di kejar-kejar setan." "Hush! Jangan memanggilnya setan!" tegur Tata. "Lah? Terus apaan, Ta? Jamal 'kan memang setan, haha. Kamu ini ada-ada saja!" "Ya … iya, sih! Tapi, entah kenapa aku gak enak aja dengarnya kalau kamu sebut dia, setan. Maaf ya, Ara." "Iya, gak pa-pa, Sayang. Aku juga bercanda, cuman bingung aja jadinya manggil dia apaan, hi hi hi," kekekhnya. "Kalian membicarakan aku ya?" tanya Jamal saat sudah berada diantara mereka. "Pede banget kamu, Jamal!" "Apa katanya, Ta?" "Kepo banget, sih, Ara!" "Ih … Tata ngeselin banget, sih!!" "Biarin, wle," ledeknya membuat Ara kesal. "Ngeselin banget, sih, Tata! Aku 'kan pengen tahu kalian bicara apa!" sungutnya. "Kamu mau melihat dan berbicara dengan mereka?" "Y-ya, gak juga sih," ucapnya terbata. "Kenapa?" "Aku belum sekuat dan seberani kamu, Tata." "Kamu bisa kok, pasti bisa. Agar aku ada temannya kalau bicara dengan mereka yang tak kasat mata, agar masyarakat sekitar tak menganggap aku gila karena bicara sendiri," lirihnya. "Tata jangan bicara seperti itu, kamu seperti apa juga aku akan tetap jadi teman kamu. Jangan sedih ya, banyak kok yang sayang sama kamu. Kamu gak sendirian, ada aku juga 'kan yang bisa merasakan hadirnya mereka." "Tapi, kamu cuman bisa merasakan tanpa bisa melihat dan berbicara dengan mereka. Termasuk nih si Jamal." "Gak pa-pa, aku 'kan bisa tanya sama kamu," balasnya tersenyum manis. "Malas aku jawabnya!" "Dih … ya jangan begitu, Tata!" "Kenapa kalian jadi berantem sendiri, sih!" sungut Jamal. "Dih, ya biarin aja, Jamal! Mang ngapa, sih!" "Bantu aku, Tata. Jangan malah berantem!" "Aku gak bisa bantu kamu!" "Tata, jangan bicara seperti itu! Kita sebagai manusia harus bisa saling tolong menolong." "Ya sudah, kalau Ara mau, tolonglah si Jamal. Dan lagi, bukan sesama manusia, Ara, tapi manusia dan makhluk tak kasat mata." "Eh … hehe … iya juga ya, lupa aku tuh, haha," tawanya renyah sekali. "Aku mohon," lirihnya menangkupkan kedua tangannya. "Nanti, aku izin Ibun dulu!" "Iya Jamal, hei dimana pun kamu. Dengarkan aku, ya, Tata bisa bantu kamu! Percaya sama aku ya, tapi nanti tunggu waktu yang tepat ya. Tata harus izin Ibun dulu, kamu tenang saja, aku pasti akan bantuin Tata untuk izin ke Ibun, agar Tata bisa membantu kamu." "Hei, Ara! Ngaco deh ya ngomongnya, ya Allah … kalau Ibun gak izinkan gimana! Segala nyuruh si Jamal percaya sama kamu, pula!" "Aku percaya kalau Ibun mau bantu aku, Tata!" seru Jamal. "Tata, kamu tenang saja, Ibun itu baik, malaikat tanpa sayap, Ibun pasti akan bolehin kamu tolong, Jamal. Aku akan bantu kamu bicara sama Ibun." "Kalau begitu, kenapa gak kamu saja yang bantu Jamal?" "Loh! Mana bisa, Tata! Aku lihat dia dan bicara sama dia saja gak bisa!" jawabnya kesal. "Aku akan minta Abang Rey, tolongin kamu biar bisa lihat dan bicara sama Jamal dan yang lainnya." "Ogah! Aku gak mau! Nanti kalau aku takut gimana? Kalau aku nangis gimana? Gak! Gak! Gak! Pokoknya gak, Tata!" "Dasar penakut!" "Kamu juga 'kan penakut sebenarnya!" "Tapi aku gak kayak kamu, pokoknya aku lebih berani! Titik!" "Terserahlah!" "Jadi, gimana Tata?" Tata menghela nafas dan berkata, "Memang kamu mau minta bantuan apa, sih?" "Aku mau, orang yang nabrak aku dipenjara!" "Gimana caranya? Gak ada orang yang tahu 'kan siapa yang nabrak kamu?" "Iya, memang! Tapi, aku punya cara sendiri." "Bagaimana?" "Menakut-nakutinya." "Maksudnya gimana?" Jamal mulai menceritakan apa rencananya dan memang membutuhkan bantuan Tata dan Ara. Jamal akan selalu mengganggu lelaki yang sudah menabraknya dan membuatnya untuk mengakui semua kesalahannya pada polisi tetapi butuh juga bantuan dari Tata dan Ara. Jamal sudah menyelidiki, ternyata lelaki muda yang sudah menabraknya itu dalam keadaan mabuk saat itu dan juga sedang dipengaruhi denga obat-obatan. Maka, Jamal akan melakukan sesuatu yang tak pernah dilakukan oleh setan lainnya. Tata hanya menggelengkan kepala saja mendengar rencana yang akan dijalani oleh Jamal. Ragu. Satu kata yang menari-nari indah di dalam pikiran, Tata. Satu sisi ia ingin sekali membantu, satu sisi ia takut terlibat jauh atau bahkan nantinya akan mengakibatkan bahaya untuk dirinya sendiri, Ara dan keluarga mereka dan sisi lain takut Ibun tak memperbolehkan karena memang terlalu bahaya dan beresiko. Jika tetap membantu tanpa berbicara terlebih dahulu pada Ibun, takut nantinya akan ada masalah besar. Dan Tata berencana akan lebih dulu bicara dengan Abangnya. Abangnya adalah orang yang tepat untuk mencarikan solusi di setiap masalahnya. "Berat, Jamal," lirihnya. "Kenapa?" "Terlalu beresiko! Aku takut Ibun tidak memperbolehkan." "Coba dulu, Tata. Aku mohon." "Tapi, aku gak janji ya. Sungguh, aku tak ingin membuat Ibun terlalu banyak pikiran dan berujung sakit. Aku juga gak mau lihat Ibun nangis." "Ta, kenapa?" tanya Ara kepo. "Nanti, aku ceritakan!" Ara mengangguk setuju. "Tolong Tata, bilang dulu sama Ibun ya. Aku hanya ingin dia dipenjara, sudah tidak lebih, aku tak ingin ada korban lagi karena keegoisannya untuk kesenangan sendiri." "Cukup aku, cukup aku yang menjadi korban tabrak larinya. Setelah ia mendapatkan pelajaran dari perbuatannya, aku akan pergi dengan tenang. Tolong aku! Aku mohon, hanya kamu yang bisa membantuku saat ini." "Kamu percaya takdir? Takdir yang sudah menuntunku untuk bertemu denganmu, bicara denganmu dan minta tolong padamu. Sebab, Allah tahu, kamu adalah orang yang tepat untuk membantuku. Jadi takdirku saat ini bertemu denganmu memang sudah jalan dari Allah." "Nanti, kucoba bicara sama Ibun." "Makasih, Tata. Aku tahu kamu memang orang pilihan Allah yang akan menolong kami untuk menyelesaikan tugas yang belum selesai di dunia ini. Aku pamit ya. Kutunggu kabar baiknya." "Iya. Baik." "Gimana, Ta?" "Nanti, aku coba ngomong sama Abang dulu kali ya, Ara. Biar Abang bantu aku ngomong sama Ibun." "Aku juga bisa kok bantu kamu ngomong sama Ibun." "Iya tahu, tapi kayaknya lebih baik Abang yang bantu. Abang selalu tahu kata yang tepat untuk membujuk Ibun supaya kita boleh tolong makhluk-makhluk itu." "Baiklah. Kalau butuh bantuan aku, bilang ya." "Siap, Ara!" ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD