#2

1184 Words
"Mau ke mana Ki?" tanya papa Kia saat melihat anaknya membawa tas ransel, bercelana jins dan berkaos lengan pendek. "Ke kak Pandu," Kia menjawab santai sambil memasukkan cemilan ke dalam tasnya. Mama dan papa Kia terbelalak. "Ngapain kamu ke sana?" tanya mama Kia heran. "Mau ngomong sendiri kamu?" tanya mama lagi. "Lah, kak Pandu yang nyuru tadi, emang ngapain Kia ke sana kalo gak disuru,  sekalian Kia mau nanya-nanya judul skripsi ma, pa,  udah ya Kia ke kak Pandu dulu," Kiara melangkah menuju pintu. "Jangan malam-malam Kia," mama dan papa Kia berteriak hampir bersamaan. Dan Kia menghilang dibalik pintu. *** Kiara dan Pandu sama-sama menekuni laptop masing-masing di ruang tamu,  keduanya duduk di lantai dan laptop berada di meja. Tiba-tiba ponsel Kiara berbunyi dari dalam tasnya, dengan malas Kia mengambil dan mendengus kesal saat nama Felix tertera di sana. "Ngapain masih nelpon aku.." "...... " "Hmmm nggak usah sok mau balik lagi,  selesai sudah, aku kan wanita sok suci katamu, cari sana perempuan yang bisa kamu ciumi dan mungkin bisa kamu tiduri... " Dan Kiara menutup sambungan bicara dari ponselnya, memasukkan secara kasar ke dalam ranselnya. Pandu mengalihkan pandangannya ke wajah Kiara yang terlihat kesal. Kiara menatap Pandu yang menatapnya dengan wajah datar. "Kak, apa emang jamannya ya sekarang kalo pacaran harus kayak gitu, aku dah tiga kali ini sejak sma sampe kuliah, diputusin pacar karena akuuu ... aku nggak mau diapa-apain, kesel deh,  terakhir ini,  aku suka dan cinta banget sama Felix tapi sejak dia bilang aku sok suci, aku jadi lelah dan sakit rasanya, semua cuman gara-gara aku nggak mau dia cium," mata Kiara berkaca-kaca dan suaranya terdengar bergetar. Tangan Pandu memegang tangan Kia sekilas,.menatap wajah memelas Kia dengan wajah datar. "Nggak Kia,  pacaran nggak harus seperti itu, kamu pasti berpikir semua laki-laki seperti itu, seperti pacar-pacarmu,  semua tergantung orangnya, bahkan bisa saja perempuan juga punya pikiran seperti pacarmu itu, menginginkan pacaran yang lebih dari sekedar duduk dan jalan-jalan," Pandu melihat Kia yang mengusap matanya. "Makanya Kia capek kak, Kia nggak mau pacaran lagi, biar aja jomblo yang penting nggak sakit hati," Kia berusaha menatap layar laptop yang ada didepannya dan berkonsentrasi mencari literarur yang berhubungan dengan skripsinya. Pandu masih menatap wajah Kia yang matanya masih menyisakan sedih. "Ngapain kakak liat aku?" tanya Kiara mengalihkan pandangannya ke arah Pandu. "Kia mau nikah sama kakak?" tanya Pandu tiba-tiba dan Kiara terbelalak. Tangannya terulur memegang dahi Pandu, nggak panas, ngigo kali orang ini. "Kakak sadar kan, kok tiba-tiba ngajakin Kia nikah?" tanya Kiara menatap wajah Pandu yang masih menatapnya dengan wajah datarnya. "Jangan bilang mau mewujudkan omongan kakak waktu aku SD,  nikah bukan main-main kak, aku nggak cinta kakak,  kakak juga kan,  ah udah-udah, aku mau konsen nyari judul skripsi,  ah kakak," Kiara kembali menatap laptopnya dan terlihat mengetik dengan cepat. Pandu menutup laptopnya dan kembali menatap Kiara yang masih asik membaca beberapa literatur. Kiara menutup laptopnya juga setelah ia menguap lebar. Terlihat Pandu bangun dan melangkah ke dalam, tak lama duduk di sampingnya,  memberi softdrink yang ia beli tadi sore. "Minumlah,  motormu sudah ada digarasiku,  tadi diantar kesini sama mas yang jaga di mini market tadi," ujar Pandu pelan, meneguk softdrinknya dan kaget saat melihat ke samping, Kiara sudah terlelap meringkuk di lantai. Pandu menggeleng, melihat wajah Kiara yang masih menyisakan sedih. Kita nikah saja Ki, agar kita tidak lelah lagi karena cinta. Pandu mengelus kepala Kiara dan menghembuskan napas dengan berat. *** "Aduuuu Panduu maaf ngerepotin,  si Kia tidur ya,  ayo ayo,  tante antar ke kamar Kia di atas," mama Kiara bingung saat Pandu menggendong Kiara ke rumahnya. Pandu merebahkan Kiara ke kasur dan menyelimutinya. "Makasih Pandu," ujar papa Kia pelan. "Ya om,  Kia hanya kelelahan, saya pamit dulu om,  tante," Pandu ke luar dari kamar Kia dan diantar sampai pintu depan oleh papa dan mama Kia. *** Tengah malam Kiara bangun dan menemukan dirinya di kasur dalam kamarnya. Kiara baru ingat jika terakhir ia menutup laptopnya dan lupa setelah itu. Kia menggetok kepalanya,  berarti Pandu yang telah membawanya ke kamarnya. Dan laptop,  ponsel serta tasnya berada di rumah Pandu. "Aduuuh terpaksa pagi-pagi nih harus ke sana,  ambil laptop sama tasku,  eh ponsel juga sih," ujar Kiara sambil membuka baju dan menggantinya dengan tanktop dan celana pendek, lalu ke kamar mandi dan berwudu,  dia baru ingat jika belum sholat Isyak. *** Pandu tiba-tiba saja terbangun, dan entah mengapa ia meraih ponsel Kiara di meja samping tempat tidurnya. Membuka galeri dan menemukan banyak foto Kia dalam berbagai pose aneh, tanpa sadar Pandu tersenyum, hal yang sudah bertahun-tahun tidak ia lakukan. Lalu ia buka bagian note, bermacam catatan ada di sana,  mulai catatan hutang puasa, tanggal konsultasi judul skripsi dan yang menarik perhatian Pandu, tentang kekecewaan Kiara pada pergeseran pergaulan, yang membuatnya dibuang oleh kekasihnya. Diletakkannnya ponsel Kiara di dadanya. Lebih baik kita nikah Kia, ini salah satu jalan untuk menyembuhkan lukaku dan lukamu. Pandu meletakkan ponsel Kiara dan ia memejamkan matanya. Dan terjaga lagi saat ia mulai mendengar suara hujan yang semakin lama semakin lebat. Pandu bangun dan melangkahkan kakinya ke jendela, menatap tetes hujan yang seolah mengejeknya. Pandu sangat tak suka hujan,  mengingatkannya pada seseorang yang sangat ia cintai dan memberinya luka seminggu sebelum mereka menikah. Tak ada tempat lagi bagi Evelyn untuk kembali meski ia telah memohon di kaki Pandu. Pengkhianatan Evelyn tak akan pernah ia maafkan. Jika ia mengingat apa yang tampak didepan matanya saat melihat Evelyn mengerang puas dengan posisi menungging dan laki-laki afroamerika yang menghentaknya dari belakang. Ia curiga sejak awal melihat kedekatan mereka, Evelyn selalu mengatakan Robert adalah atasannya di tempat kerjanya yang baru. Pandu melangkah lebar dari apartemen Evelyn dan telinganya sempat mendengar Evelyn memanggilnya dengan suara lemah. Dan hujan menyambut Pandu saat ke luar dari apartemen Evelyn. Ia membiarkan badannya terguyur hujan,  agar meluruhkan seluruh kekesalan, kesakitan dan kekecewaannya. Seminggu,  hanya seminggu sebelum mereka menikah. Bertahun-tahun mereka pacaran Pandu benar-benar menjaga kesucian Evelyn meski beberapa kali Evelyn menggodanya. Evelyn adalah adik kelas yang sama-sama berkuliah di Jepang,  mereka dekat karena sama-sama berasal dari Indonesia. Selesai sudah,  dan Pandu tidak ingin memulainya dari awal lagi. Namun entah mengapa saat melihat Kiara, ia jadi ingin menikahi gadis kecil yang dulu selalu memeluknya dan mengatakan jika besar nanti akan menikah dengannya dan dengan gurauan iapun membalas akan menikah dengan kiara kelak saat dewasa,  Kiara saat SD memang sangat menggemaskan dengan rambut dikepang dua dan pipi tembem selalu minta dicium pipinya. Sementara Pandu sering bermain dengan Dani,  kakak Kiara,  teman Pandu saat SMA. *** "Kak Panduuuu,  kemana sih orangnya,  mau ambil hartaku kok ya sulit amat," Kiara melangkahkan kakinya ke ruang tamu,  kosong, ruang makan juga kosong, tumben bu Yani jam segini belum datang. Dan Kiara tertegun melihat Pandu ke luar dari kamarnya hanya melilitkan handuk di pinggangnya dan rambut basahnya masih menetes. Segera Kia membalikkan badannya. "Haduuh kakak ya Allah, Kia tunggu di sofa aja,  cepet pake baju kak, bikin ser ser aja," suara Kia membuat Pandu tersenyum tanpa sadar,  dua kali sudah ia merasa anak kecil itu mulai membangunkannya dari mimpi buruk. "Kiaaa..," terdengar Pandu memanggil dan Kia menoleh saat tanpa sengaja handuk yang melilit pinggangnya hampir lepas. "Astagfirullaaaaah...," dan Kia menutup wajanya dengan kedua tangannya. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD