THE COLLEGE

3311 Words
"Siapa gadis yang tinggal dengan kakakmu, Dean?" Seorang pria setengah baya bertanya pada Dean. Dean Arthur Leandro, adik Ethan kini sedang berbincang dengan seorang laki-laki setengah baya yang masih kelihatan gagah dan berwibawa. Dia adalah Edward Thomas Leandro, sang Ayah. Dean tersenyum. Lalu senyum itu berubah menjadi tawa pelan. "Aku sudah menyelidiki gadis itu, Dad. Namanya Amabel Cherry Diaz, berumur 20 tahun. Dia bekerja di cafe Stars dan telah berhenti kurang lebih 3 bulan lalu. Ethan juga yang berperan dalam pemutusan hubungan kerja sepihak itu dengan kompensasi yang lumayan pada pihak kafe. Dia yatim piatu, Ibunya meninggal 3 bulan lalu. Almarhum ayahnya adalah seorang fire fighter semasa hidup. Dan menurut  Anderson orang kepercayaan kita, gadis itu adalah seorang mahasiswi super cerdas yang harus berhenti kuliah karena keterbatasan dana." Dean menjelaskan penyelidikannya panjang lebar. "Hmm...Tidak biasanya Ethan seperti ini. Apa gadis itu istimewa? Atau cantik luarbiasa."  Edward mengerutkan dahi heran. Dean terkekeh mendengar nada suara Ayahnya yang penasaran. "Cantik menurut ukuran Ethan dengan kita lain, Dad." Dean mengusap dagunya sambil  terkekeh. "Hmm...pasti ada sesuatu yang istimewa pada gadis itu hingga Kakakmu seperti itu. Tindakan Kakakmu tidak dapat dibenarkan Dean...gadis itu punya kebebasan dan kakakmu mengambilnya." Kata-kata Edward tegas bahkan hingga dia mengetukkan jarinya di meja restoran. Dean mengangguk membenarkan. Terakhir kali Dean ke apartemen Ethan, dia masih saja melihat Cherry mengerucutkan bibir dengan wajah tidak sukanya pada Ethan. Entah mengapa Ethan betah dengan keadaan seperti itu. Dean juga heran karena dengan keadaan itu justru Ethan lebih banyak tersenyum. "Apa wanita-wanita masih hilir mudik ke apartemen Kakakmu, Dean?." Dean mengangguk. Prihatin dengan Kakaknya, tapi tidak ada yang bisa diperbuat.  "Urus college gadis itu Dean. Lakukan dengan rapi. Aku harus berterimakasih banyak pada gadis itu karena berkat dia Ethan kembali seperti dulu. Setidaknya...dengan kuliah gadis itu akan melihat dunia luar. Ethan tentu tidak akan keberatan kalau menyangkut pendidikan." Dean mengangguk, bukan perkara sulit buatnya. Universitas tempat Cherry belajar adalah milik Darren Knight, sahabatnya sejak sekolah dasar. Dean selalu kagum dengan wanita cerdas. Menurut Collin Anderson, Cherry seharusnya bisa menyelesaikan kuliahnya dalam waktu tiga setengah tahun atau empat tahun paling lama. Tapi karena terbentur dana dia harus berhenti. Itu artinya Cherry hanya membutuhkan waktu kurang dari setahun lagi untuk menjadi sarjana. Sebuah kehormatan baginya membantu Cherry. Dengan cepat sebuah rencana tersusun rapi di benaknya. Dean tersenyum miring. Melirik ke arah seorang waitress yang baru saja masuk mengantarkan pesanan mereka. Lumayan cantik. Dengan rambut pirang dan senyum ramah. Ayahnya memukul kepala Dean dengan gulungan koran yang tadi dibacanya. Dean hanya bisa tersenyum miring dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Berhentilah bermain-main Dean...Daddy sudah semakin tua. Kalian harusnya paham apa keinginan Daddy." Dean hanya bisa terdiam. Bagaimana bisa dia segera mewujudkan impian sang Ayah untuk segera menimang cucu kalau gadis yang dia cinta bertingkah layaknya merpati yang kelihatan halus namun ternyata galak luar biasa. Ingatan Dean melayang pada Lucia yang biasa di panggil Lucy. Cinta masa kecilnya itu sangat galak kalau dengannya, tapi dia selalu terlihat sangat ramah pada orang lain dan mempunyai banyak teman. Dean sudah kehilangan akal mendekati Lucy. Bagaimana mau mendekat kalau Lucy bahkan tak pernah mau berada di dekatnya. Lucy menyuruh Dean berada paling tidak lima meter dari dia. Bagaimana dia mau bicara kalau belum sempat bicara Lucy sudah mendelik galak ke arahnya? Tapi Dean cinta mati pada Lucy. Teramat cinta. Pintu private room itu terbuka menampakkan sosok Ethan yang datang dengan senyum menghiasi wajahnya. Ethan menghampiri Ayahnya, memeluknya erat. "How are you, Son...?." "Not so bad, Dad." Ethan menjawab  sambil memukul lengan Dean. Dean menyodorkan segelas wine kualitas unggul pada Ethan tapi dengan cepat Ethan menolak, membuat Dean mengernyitkan dahi. Daddynya tersenyum. Akhirnya merekapun larut dalam perbincangan tentang pekerjaan dan bisnis. ------------------------------------ Sementara itu di apartemen, Cherry larut dalam pekerjaannya membereskan baju-baju Ethan. Pagi tadi Cherry  terbangun dalam tenda tanpa sosok Ethan. Cherry bergegas mandi dan memulai hari dengan membersihkan semua ruangan dengan penyedot debu, setelah itu segera menyetrika baju Ethan sambil menunggu Philip. Kini Philip sedang berada di dapur membuat beberapa biskuit kesukaan Ethan. Ethan bahkan tak meninggalkan pesan apapun. Pergi pagi-pagi sekali mungkin, Cherry menduga. Sepagian ini Cherry mati-matian menepis ingatannya pada kejadian semalam. Setidaknya dia sangat tahu posisinya, sangat mengerti batasannya. Dia bukan siapa-siapa. Hanya gadis ceroboh yang tidak sengaja terjerat hutang sejumlah uang pada Ethan demi mengganti biaya perbaikan mobil Ethan. Cherry melangkah ke ruang kerja Ethan. Ruangan yang terlalu besar untuk disebut ruang kerja. Sebuah meja kayu polos tapi sangat bagus berada di samping sebuah jendela yang menyuguhkan pemandangan kota dengan warna-warni cat dinding, juga lampu-lampu gedung dimalam hari. Sebuah rak buku yang tinggi bahkan menyentuh atap penuh dengan berbagai macam buku berada di dinding sebelah kiri. Cherry melangkah ke arah meja kerja Ethan. Dari Philip, Cherry tahu kalau Ethan juga seorang CEO Leandro Corp. Cherry mulai mengelap meja itu dengan lap yang dia bawa. Seperti meja kerja pada umumnya. Terdapat setumpuk map, sekotak pensil, pulpen plus rautan. Cherry tersenyum saat melihat pilihan warna pensil Ethan. Merah seperti warna buah ceri. Mata Cherry memandang sebuah bingkai foto dengan foto Ethan dan Dean serta seorang laki-laki yang Cherry yakin adalah Ayah mereka. Tak ada foto wanita di situ. Cherry memandang lekat wajah mereka. Mereka mirip satu sama lain. Cherry mempertanyakan apa maksud Tuhan mengumpulkan orang-orang dengan ketampanan luar biasa dalam satu garis keturunan? Ah...bukan hanya dalam satu garis keturunan saja, tapi beberapa orang di sekeliling Ethan sangat tampan. Henry contohnya. Tampan, baik hati dan kaya raya. Bibir itu... Cherry menatap Ethan lekat. Terlintas lagi kejadian semalam. Ah...Cherry buru-buru menepis lamunannya. Ada rasa rindu yang menggelitik tak tahu malu menyusup di hatinya karena belum melihat Ethan pagi ini. Mata Cherry tertuju pada kertas-kertas di meja Ethan. Kertas berisi angka-angka. Cherry memicingkan mata mengamati kertas tersebut. Tak sampai lima menit Cherry menemukan ada yang salah hingga hitungan di lajur kiri dan kanan yang seharusnya sinkron menjadi tidak sinkron. Rasa penasaran membuat Cherry duduk dan mengambil kertas kosong yang tersedia di sebelah kiri meja. Mengambil pensil dan mulai menekuri angka-angka di depannya. Menyalin dengan cepat dan menghitung ulang dengan mudah hingga hitungannya benar. Cherry tersenyum puas, dan meletakkan pensil ke tempatnya. Cherry mendongak begitu mendengar Philip berteriak memanggilnya. Cherry bergegas menghampiri Philip yang ternyata sudah menyiapkan secangkir teh dan sepiring biskuit hangat. "Ayo kita minum teh dulu Cherry. Kita butuh santai sejenak. Entah mengapa aku lemas sekali hari ini." "Philip...kau sakit?." Cherry memegang dahi Philip. Tak panas. Cherry mengernyitkan dahi. "Aku mungkin hanya kurang  vitamin, Cherry...bukan sakit." Philip menjawab sambil tertawa. Cherry ikut tertawa. Mereka menikmati teh dan biskuit sambil mengobrol. "Hmm...Philip ini enak sekali." Cherry jujur dari kubuk hatinya. Philip memang sangat pandai memasak, tak menyangka dia juga pandai membuat biskuit. "Terimakasih, dear...itu biskuit kesukaan Ethan." Philip mengacak rambut Cherry. Cherry suka perlakuan Philip barusan. Philip ramah, dan hampir mirip Ayahnya. Mungkin Philip juga seumuran ayahnya. Mengenal Philip selama 3 bulan sudah cukup bagi Cherry memberikan penilaian bahwa Philip pria yang sopan, ramah, dan berdekasi tinggi pada pekerjaannya. Philip juga bercerita bahwa dia masih punya seorang ibu dan adik perempuan, seorang ipar dan dua orang keponakan laki-laki. Philip pernah memperlihatkan foto keluarganya. Cherry pernah bertanya apa Philip menikah. Philip mengangguk, tapi dia bercerita pernikahannya tidak berjalan baik dan mereka bercerai. Hingga kini Philip tidak menikah lagi. Cherry tak lagi bertanya, hanya mendoakan Philip agar bahagia dengan pilihan hidupnya. "Hmm..Philip. Sudah berapa lama kau bekerja pada Ethan?." Cherry menyesap tehnya. "Sudah sejak Ethan berusia 7 tahun dan Dean berusia 4 tahun. Aku bersama mereka dari kecil hingga dewasa." Philip menjawab dengan helaan napas pelan. "Aku melihat foto keluarga di ruang kerja Ethan, tapi tak melihat sosok wanita di sana...hmm...maksudku sosok seorang Ibu." Cherry bertanya lagi dengan lebih hati-hati. "Ibu mereka pergi 2 hari setelah aku mulai bekerja di rumah mereka. Aaaah...bukan kapasitasku bercerita, dear...maafkan aku." Philip tersenyum sambil menatap manik mata Cherry. "Ethan baik, hanya saja masa kecilnya tak seindah milik orang lain, dear...jadi terbentuklah karakternya yang sekarang. Tapi pada dasarnya dia adalah pribadi yang baik dan hangat. Percayalah." Philip menyentil pelan hidung Cherry yang begitu serius menyimak ucapannya. Cherry tertawa... "Aaah...well..baik dan hangat ya?." Cherry tak yakin. Philip mengangguk. "Kau akan tahu seiring berjalannya waktu, dear..." Philip tersenyum penuh arti. "Lalu wanita-wanita yang selalu bersamanya tiap malam itu, Philip?." Cherry berbisik, tak kuasa lagi membendung rasa penasarannya membuat Philip terkekeh. "Seperti yang sudah sering kubilang, Cherry. Itu tidak seperti yang kau pikirkan. Buang jauh-jauh nethink yang terlihat jelas di wajahmu itu." Bagaimana tidak nethink kalau harus melihat wanita silih berganti keluar dari kamar Ethan tiap paginya? Apa yang dilakukan manusia berbeda jenis kelamin berdua dikamar? Main petak umpet? Atau main catur? Aaaah apalagi kalau bukan hohohihe..?. Cherry tersenyum masam. "Ada saatnya nanti kau akan tahu, dari Ethan sendiri atau dari orang lain, yang pasti itu bukan dariku...berbaik sangkalah sayang, maka yang hal terbaik akan menghampirimu. Apapun itu." Philip beranjak meninggalkan Cherry yang termangu mencerna nasehatnya. Cherry masih termenung. "Aku harus ke kedaiku, dear...kalau kau mau makan sudah aku siapkan, panaskan saja, okay?." Philip beranjak membawa tas gendongnya. Cherry mengantarkan Philip sampai ke pintu, lalu menguncinya. Ya..Philip memang mempunyai kedai kopi yang bagus, 2 blok dari apartemen tempatnya tinggal yang berarti 5 blok dari apartemen ini. Kedai kopi yang lebih sering dikunjungi para veteran perang daripada muda-mudi. Philip yang baik hati, bahkan sering menggratiskan kue-kue buatannya, apalagi kalau ada resep baru. Makanya kedainya selalu ramai dengan suasana yang hangat. Cherry pernah diajak oleh Philip ke sana 2 kali, dan Cherry melihat betapa pengunjung rata-rata mengenal Philip dan menyayanginya. Philip memang pria yang baik hati.  Nyatanya Ethan tidak pulang untuk makan siang ataupun malam. Ethan pulang larut malam saat Cherry sudah terlelap. Ethan menengok Cherry sebentar di kamarnya dan membetulkan letak selimutnya, tanpa membangunkan Cherry. Ethan tersenyum menatap wajah Cherry yang begitu damai. Ethan baru saja menyelesaikan sebuah operasi yang amat melelahkan selama hampir 9 jam. Operasi yang sudah terjadwal sejak 2 minggu lalu itu berjalan dengan sukses dan tinggal proses recovery saja. Tubuhnya lelah luar biasa. Ethan teringat ada pekerjaan kantornya yang belum terselesaikan. Ethan melangkah masuk ke ruang kerjanya. Hitungan tentang proyek pengadaan mobil baru untuk bisnis biro perjalanan dalam negerinya menyisakan hitungan yang tidak sinkron di lajur kanan dan kiri. Dari kemarin Ethan sudah mencari di mana letak kesalahannya, tapi tak menemukannya. Dia akan mencoba lagi kali ini. Ini semua karena kepala keuangannya sedang cuti melahirkan. Jika tidak, pasti tidak akan serepot ini. Ethan tidak mau mengganggu. Dia sudah mengirimkan banyak hadiah untuk sang baby dan Mommynya. Dan Mrs Dylan, kepala keuangannya itu tak berhenti mengucapkan terimakasih. Ethan melangkah ke arah mejanya begitu masuk ke ruang kerjanya. Matanya langsung tertuju pada kertas laporan keuangan yang membuatnya pening sedari kemarin. Tunggu....ini....? Ethan menemukan kertas yang berisi salinan laporan keuangannya. Ethan meneliti satu persatu lajur angkanya. Dan kertas salinan ini luar biasa! Hitungannya benar...bahkan pembuatnya memberikan tanda di mana letak kesalahan hitungannya. Siapa yang melakukan ini? Philip?Tidak mungkin. Philip lebih suka berada diantara bahan makanan. Dean? Tidak mungkin juga karena Ethan bersama Dean siang tadi. Henry? Mustahil. Karena terakhir Henry bahkan menelponnya dari apartemen Hyung Moon. Dia berada di sana sesiangan tadi. Cherry.... Ethan tersenyum. Gadis itu satu-satunya tersangka. Dan kalau memang benar gadis itu yang melakukannya, Ethan akan bersulang untuknya. Ethan segera memasukkan data-data baru itu ke dalam salah satu file di laptopnya. Setelah hampir satu jam dia baru menyelesaikan semua. Ethan meregangkan otot-ototnya, sambil melangkah keluar dari ruang kerjanya menuju kamarnya. Ethan butuh mandi lagi dengan air hangat. Begitu masuk ke kamarnya Ethan langsung membuka bajunya. Seluruh bajunya dan melemparkan ke sembarangan arah. Ethan masuk ke kamar mandi dan memenuhi bathtub dengan air hangat. Ethan segera berendam. Limabelas menit kemudian dia selesai dan keluar dari kamar mandi. Melemparkan handuk  ke dekat wastafel dan melangkah ke dalam lemari pakaian dalamnya. Mengambil satu pakaian dalam dan mengenakannya. Dia akan mencoba tidur sendiri kali ini. Tadi dia membatalkan jadwal Tracey Smith menemaninya tidur. Semoga dia bisa. Ethan tak mau lagi Cherry berpikir macam-macam tentang dirinya. Tentang dia yang selalu ditemani wanita yang berbeda setiap malamnya. Apa yang dipikirkan Cherry sekarang adalah penting untuknya. Ethan merebahkan diri, membiarkan hanya lampu tidur di atas nakas yang tetap menyala. Ethan sudah tahu ini akan sangat sulit. Berkali-kali dia membolak-balikkan badannya gelisah hingga tertidur sejam setelahnya karena lelah. Jam 01: 30 ketika Cherry terbangun karena kehausan. Cherry keluar kamar dan melangkah menuju dapur. Menuju kulkas, mengambil sebotol air dingin dan mencari gelas. Agak susah karena minimnya penerangan. Segera menuangkan air begitu menemukan gelas. Cherry lega setelah mengatasi rasa hausnya, dan meletakkan gelas di wastafel, meletakkan kembali botol air dingin ke dalam kulkas. Bodoh sekali sampai lupa membawa air minum ke kamar hingga harus susah-susah ke dapur. Cherry mendengus pelan. Cherry baru saja akan membuka pintu kamarnya ketika terdengar suara-suara aneh dari kamar Ethan. Aaah...mungkin Ethan dan teman wanitanya sedang bersemangat melakukan kegiatan malamnya. Cherry berdeham pelan sambil menepuk d**a kirinya entah untuk tujuan apa. Dia bahkan jengah dengan kelakuannya itu. Cherry berniat masuk ke kamarnya ketika suara teriakan tertahan dari mulut Ethan membawanya berlari menerobos kamar Ethan. Dan..... Terlihatlah Ethan yang bersandar di sandaran tempat tidur dengan muka ketakutan dan keringat yang membanjiri tubuhnya. Kedua tangannya menangkup pipinya sendiri. Ethan tidur sendirian Cherry tak melihat siapa-siapa lagi di ranjang Ethan. Cherry menutup pintu dan segera menghampiri Ethan. "Kau...kenapa, Ethan." Cherry duduk di tepi ranjang. Ethan mendongak menatap wajah Cherry yang duduk di depannya. Ethan langsung saja memeluk Cherry. Cherry kaget sekali tapi akhirnya balas memeluk Ethan. Napas Ethan terdengar memburu sarat ketakutan. Namun berangsur-angsur terdengar napas Ethan lebih teratur dan melembut. "Ethan...sebaiknya aku kembali ke kamar. Kau tidak kenapa-napa bukan? Apa tadi kau mimpi buruk?." Cherry bertanya sambil ingin berdiri. Tapi Ethan mencengkeram lengannya sambil menggeleng. "Temani aku Cher...aku takut". Bisikan keluar dari mulut Ethan tertahan. Haaaaaah...hati Cherry tersentak. Takut? Takut apa? Mimpi? Ethan kan sudah dewasa, apa yang ditakutkan? Hiiiih...tidur dengannya? Kemarin malam saja dia setengah mati menahan gejolak yang datang tanpa permisi ketika Ethan tidur dengan memeluknya di tenda. Rasa yang baru kali ini muncul selama 20 tahun masa hidupnya. Cherry termangu. Apa Ethan tidak tahu? Hatinya berdebar kencang waktu itu? Dia bahkan baru terlelap setelah lelah berpikir. Tiba-tiba Ethan menariknya. Merebahkan Cherry di sampingnya, menarik selimut dan memeluk pinggang Cherry erat. Cherry terdiam. Ini akan butuh perjuangan lebih keras untuk bisa segera tidur. Apalagi sesaat tadi Cherry merasakan bahwa Ethan hanya memakai celana dalam saja untuk tidur. Ya Tuhan...cobaanmu sungguh teramat sangat berat untuk hambamu yang masih polos dan belum terjamah ini... Cherry membatin kata-katanya berulang-ulang. Sementara itu Ethan memicingkan matanya. Merutuk dalam hati. Shittt!, batin Ethan. Ketakutan laknat itu benar-benar membawanya ke dalam ketakutan yang lain yang lebih besar. Sekarang dia tidur memeluk Cherry. Itu sama saja keluar kandang singa masuk ke kandang harimau. Ketakutannya akan tidur sendiri terganti dengan ketakutan akan menerkam Cherry dan mencumbunya. Ethan berjuang mati-matian menahan diri. Pinggang ramping Cherry, aroma tubuhnya, leher mulusnya, bibir ranumnya, semua membuat Ethan gila. Apalagi beberapa kali Cherry bergerak dan tanpa sengaja...oh God!! Ini menyiksa. Sungguh! "Kau kenapa?." Cherry bertanya sangat pelan. "Ssst..tidurlah, dan jangan banyak bergerak." Ethan menjawab tak kalah pelan. "Tapi aku..." Cherry mulai membantah. "Tidur, Chery..." Ethan bahkan menggeram gemas. Napas halus dan hangat Ethan menerpa tengkuk Cherry. Cherry mendengus pelan. Ethan tetap saja Ethan, si dingin yang otoriter dan tidak bisa menerima penolakan. Ethan tersenyum saat merasakan Cherry yang berusaha tak melakukan gerakan. Ethan mendekap Cherry yang tidur hanya dengan baju tidur biasa. Celana panjang dan baju tidur berlengan panjang seperti ini saja sudah membuat Ethan belingsatan apalagi melihat Cherry memakai baju tidur seksi atau lingerie atau polos sama sekali. Apa jadinya? Well...dia akan mati! Atau minimal...pingsan tak kuasa menghadapi keindahan Cherry. Ethan mendengar napas Cherry yang berangsur tenang. Ethan mengeratkan dekapannya. Aroma lavender yang menguar dari tubuh Cherry membuatnya nyaman, seperti sebuah aromaterapi. Perlahan Ethan terlelap, merasakan kenyamanan luar biasa, lebih hebat dari perempuan manapun yang selama ini menemaninya di ranjang. Hanya detak jam dinding dan halus suara pendingin ruangan menemani lelap mereka hingga pagi hari. ----------------------------------------- Cherry membuka matanya...mengerjap. Ketika pandangannya sudah fokus, dia melihat ke arah jam di atas nakas. Pelukan Ethan masih erat. Jam 06:30 Cherry berbalik pelan menghadap ke arah Ethan yang masih pulas. Mengagumi sosok Ethan yang begitu mempesona, bahkan disaat tidur sekalipun. Rambut Ethan yang berantakan tak membuatnya kehilangan pesona. Rahang keras dan tegas,bulu mata yang lentik untuk ukuran seorang pria. Bibir Ethan yang penuh...bibir yang jarang tersenyum. Tanpa sadar Cherry mengelus ujung bibir Ethan. Bibir yang mengambil ciuman pertamanya. Pelan.... "Suka dengan pemandangan yang kau lihat?." Ethan berbisik pelan sambil tersenyum kecil. Ethan tiba-tiba membuka matanya membuat Cherry menarik tangannya. Tapi Ethan lebih cepat memegang tangan Cherry, menangkupkan tangan itu ke pipinya. "Suka..." Cherry berbisik tanpa sadar dan begitu menyadarinya Cherry merona malu. Terlambat...pasti Ethan sudah mendengarnya. "Mandilah." Ethan terkekeh sambil mengacak rambut Cherry. Cherry langsung melesat menuju pintu. "Terimakasih, Cherry." Masih terdengar suara Ethan. Cherry tak menjawab dan segera keluar dari kamar Ethan menuju kamarnya. Mandi dan memulai hari. Mengambil surat-surat yang ada di kotak surat di atas interkom di depan pintu apartemen. Mengeceknya satu persatu walaupun dia tahu tak kan ada surat untuknya. Tapi... Cherry terpana pada sebuah amplop putih bertuliskan Universitas tempatnya kuliah dulu, jelas di amplop itu tertulis namanya sebagai penerima. Sambil berjalan ke arah ruang kerja Ethan, Cherry membuka amplop itu dan terpekik dengan keras. Ethan yang baru selesai mandi dan berganti baju segera berlari keluar begitu mendengar pekikan Cherry. Dilihatnya Cherry yang sedang berdiri mematung, dengan ekspresi yang campur aduk. Ethan mendekat dan mengambil amplop yang dikibas-kibaskan oleh Cherry. Membacanya lalu tersenyum. Ethan memukulkan amplop itu ke kepala Cherry, mengembalikan kesadaran Cherry. "Bersiap-siaplah...besok kau mulai kuliah. Setahuku kau hanya membutuhkan waktu 1 semester lagi untuk menyelesaikan kuliahmu. Bahkan judul skripsimupun sudah di ACC bukan?." Kata-kata  Ethan sukses membuat Cherry melongo. Lalu bibir tanpa polesan itu mengerucut kesal. Rasanya Ethan ingin mencium bibir itu lagi. Tapi Ethan memilih berbalik dan meninggalkan Cherry menuju kamarnya. Cherry memukul kepalanya pelan, sambil mengikuti langkah Ethan. "Ethan! Kau yang urus ini semua? Yaaaah...hutangku bertambah lagi? Sebaiknya tidak usah. Aku akan bekerja dulu baru kuliah." Ethan tetap melangkahkan kakinya, sementara Cherry menggoyangkan-goyangkan lengan Ethan. "Ethan, please jangan! Aku tidak mau hutangku bertambah banyak. Aku...aku tidak akan sanggup membayarnya. Ethan!." Cherry mulai kesal dan menghentakkan kakinya ke lantai. "Berisik...aku tidak suka dibantah dan ditolak Cherry." Ethan membuka pintu dan masuk ke kamarnya. Duaaaaaaaar....!!!! "Dasar batuuuuuu!." Teriakan Cherry mengagetkan Philip yang baru saja masuk ke dalam apartemen. Tak ada sahutan dari kamar Ethan. Cherry berbalik dan melangkah ke dapur, mulai membantu Philip mengeluarkan belanjaannya. "Ada apa, dear?." Philip heran melihat Cherry  yang memberengut kesal. Cherry memberikan amplop  putih itu pada Philip. Philip tersenyum dan mencubit hidung Cherry. "Kerjakan saja apa maunya Ethan, dear...anggap ini rejekimu." Philip mengusap bahu Cherry menenangkan. Rejeki? Bisa-bisanya Philip bilang ini rejeki? Ini kutukan! Kutukan! Kutukan yang akan menempel seumur hidupnya seperti hutang ribuan dollarnya pada Ethan. Cherry tahu dia telah bertambah hutang, yang artinya dia harus lebih lama di sini. Itu juga berarti dia akan berjuang mati-matian menenangkan debaran jantungnya tiap hari. Karena berada di dekat Ethan membuatnya berubah. Cherry heran, semenjak tinggal di sini dia merasa kinerja jantungnya menjadi tidak sehat. Cherry akhirnya pasrah... Sementara di kamarnya Ethan tertawa sambil berjalan ke arah balkon kamarnya. Melayangkan tinjunya menabrak udara kosong sambil terus tertawa geli. Lucu sekali... Mendengar kaki jenjang itu terhentak di lantai langsung terbayang wajah memberengut Cherry, seperti saat pertama mereka bertemu. Dia tadi berjuang mati-matian untuk tidak berbalik dan mencium gadis itu. Yah...Ethan sudah mengurus kuliah Cherry jauh hari sebelum sang ayah dan adiknya Dean mencetuskan ide itu. Menyisakan Dean yang terdiam tak percaya pada penjelasan Darren Knight bahwa Kakaknya telah membereskan semua. Pagi itu Dean sengaja menemui Darren di kantornya dan mendapat penjelasan dari Darren bahwa semua telah beres. Apa yang tidak bisa dilakukan seorang Ethan William Leandro?  Dan sekali lagi Dean bersulang untuk gadis bernama Amabel Cherry Diaz yang berhasil memporak porandakan hati sang Kakak. Mungkin tipikal gadis galaklah yang kelak akan menemani masa tua keturunan Leandro...seperti Cherry dan Lucy... Yaaah...Cherry dan Lucy...dua perempuan satu tipe yang membuat dia dan sang Kakak merunduk dan bertekuk lutut. Cherry dan Lucy...dua-duanya pribadi yang mudah meletup. Namun juga pribadi yang santun dengan segala kesederhanaan mereka. Wanita-wanita cerdas di balik sifat mereka yang kadang acuh dan seakan tidak perduli. Mereka tipe wanita yang tak perlu melakukan apa-apa, hanya cukup berdiam diri saja...maka Ethan dan Dean akan tersihir dan rela melakukan apa saja demi mereka. Mengalahkan ego laki-laki mereka sendiri. Ya! Sedahsyat itulah seorang Amabel Cherry Diaz dan Lucia Deandra Heaton. ----------------------------    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD