IS THAT JEALOUSLY?

2763 Words
Ini hari pertama Cherry menginjakkan kaki lagi di kampusnya. Cherry bahagia, sekaligus merasa miris dengan kenyataan bahwa dia akan lebih lama tinggal bersama Ethan karena bila Ethan menghitung biaya kuliahnya sebagai hutang, maka yang terjadi adalah hutangnya akan kian menumpuk. Hati Cherry serasa diremas ketika melihat mobil Ethan sudah mulus lagi. Mulusnya mobil itu dua minggu setelah kejadian, menjadikan dunia baru Cherry dimulai. Dunia yang di dalamnya ada Ethan. Ethan yang mengambil ciuman pertamanya, yang selalu tidak mau dibantah, yang selalu tidak mau ditolak. Otoriter maksimal! Seperti tadi pagi setelah sarapan. Ethan menariknya keluar apartemen, mengandeng tangannya berjalan ke arah basement, mendudukkannya di mobilnya, memasangkan seatbeltnya, dan mengantarnya ke kampus. Tanpa mau dibantah. Baru saja Cherry ingin membuka mulutnya...Ethan sudah menatapnya dengan tatapan membunuh! Akhirnya Cherry hanya bisa diam. Kesal dengan perlakuan Ethan yang Cherry nilai berlebihan sekali. Mengandengnya begitu turun dari mobil, lebih tepatnya menyeretnya melewati lorong fakultasnya, tak mengindahkan tatapan dari teman-teman Cherry yang melongo. Tatapan para gadis berliur-liur saat melihat Ethan. Bagaimana tidak? Ethan mengantar Cherry dengan mobil Bugatti yang sudah pasti mahal, dan penampilan Ethan walau hanya mengenakan kemeja jeans warna biru dengan celana coklat muda serta sepatu kets, nyatanya sangat menawan dan membuat beberapa gadis terang-terangan menatapnya kagum. Bahkan ada yang berani menggoda Ethan, layaknya jalang. Ethan mengantar Cherry sampai pintu kelasnya. Ini juga bagian dari konspirasi Ethan dan siapalah lagi yang berperan, Cherry tak harus mengulang lagi satu semester, tinggal meneruskan saja. "Sungguh tidak mendidik!." Dan Cherry hanya sanggup membatin kata-kata itu. Tadi sebelum berangkat ke kampus Cherry menanyakan hal itu tapi lagi-lagi Ethan diam dan hanya menatapanya tajam seakan tatapan itu bermakna...Aku tidak mau dibantah! Akhirnya di sinilah Cherry. Di kelasnya lagi. Masuk dan disambut teriakan dan pekikan Laura sahabatnya. Senyuman dan sapaan ramah teman-temannya, juga Raymond, sahabat yang selalu mengharapkan Cherry menjadi lebih dari seorang sahabat. Laura dan Raymond memeluk Cherry erat. " God bless you, Cherry...kau kembali lagi ke sini akhirnya." Laura berucap dan diamini oleh Raymond. Cherry tersenyum. "Siapa pria yang mengantarmu tadi? Kekasih?." Suara Raymond terdengar tak suka. "Haaaa...." Cherry terlihat linglung. Tak mengerti pertanyaan Raymond. "Yang mengantarmu tadi siapa Cherry..." Laura menyadarkan disorientasi Cherry. "Oooh...dia...eee...emm...namanya Ethan...Ethan William Leandro, aku bekerja di rumahnya." Jawaban Cherry disambut helaan napas lega Raymond dan pekikan Laura. "Haaaaah...Ethan...Ethan William Leandro? Dokter muda berbakat dan seorang CEO dari Leandro Corp? Ya Tuhan...pantas saja aku seperti pernah melihat dia tapi entah di mana!." Dan Laura mulai meledak-ledak. Membuat Cherry memutar bola matanya jengah dan geli. Cherry hanya termangu. "Ah ya aku ingat, aku pernah membaca profil dan wawancaranya di sebuah majalah milik Kakakku...ya Tuhan Cherry kau beruntung sekali." Laura mulai menowel-nowel pipi Cherry menggoda. Cherry tersenyum masam. "Buntung iya!". Cherry membatin kata-katanya. Obrolan terhenti ketika dosen ilmu komputer grafis masuk ke kelas. "Kita lanjutkan nanti di kantin." Laura merunduk sambil berbisik. "Welcome back, Amabel Cherry Diaz. Glad to have you here." Dosen yang bernama Mr.Lucas Sommerhill itu menyapa sambil tersenyum ramah dan dibalas dengan cepat oleh Cherry yang berdiri dan membungkuk hormat pada Mr. Sommerhill. "Thank you very much, Sir". Kelaspun dimulai. Para mahasiswa tepekur dalam konsentrasi. Ingatan Cherry melayang sejenak pada ucapan Ethan tadi sebelum dia masuk kelas. "Aku akan ke sini saat istirahat makan siang. Jangan kemana-mana."Ethan berpesan sambil mengacak rambut Cherry. Oh...baiklah beruang kutub nan otoriter. Cherry menekuk mukanya, berkonsentrasi pada materi kuliahnya. Bukan masalah baginya mengejar ketinggalan. Dua jam kemudian... Adalah waktunya mengistirahatkan pikiran, yang paling lazim dilakukan para mahasiswa adalah makan di kantin, mengobrol di koridor, di taman atau bertapa di perpustakaan. Yang satu itu banyak dilakukan oleh mahasiswa tingkat akhir seperti Cherry. Satu lagi yang pasti mereka lakukan adalah membuat janji temu dengan dosen pembimbing tugas akhir. Cherry bisa bernapas lega karena di karunia kecerdasan yang luar biasa, dan dua kali pertemuan dengan dosen pembimbing tugas akhir, judul tugas akhirnya di ACC. Bahkan pendahuluan dan bab pertama, kedua dan ketiga yang dikebut Cherry hanya mendapatkan sedikit revisi. Seharusnya sebelum berusia 20 tahun dia sudah menjadi sarjana, andai sang kuasa tak menjemput Ayah tercinta. Bisa saja dia mencari beasiswa, banyak yang menawarkan malah, tapi Cherry memilih melakukan penundaan pada semua angannya demi keberlangsungan hidupnya dan sang Ibu. Bagaimanapun urusan perut harus tetap berjalan, apalagi keadaan ekonomi keluarganya sangat timpang begitu sang Ayah tiada. Satu hal lagi yang menjadi pertimbangan Cherry mengapa harus menolak dengan halus beasiswa yang ditawarkan padanya, yaitu Cherry takut tidak bisa mempertanggungjawabkan beasiswa itu dengan memberikan hasil terbaik sementara Cherry juga harus bekerja di sebuah kafe. Otomatis waktu dan tenaganya akan terbagi dan belajarnya tak kan memberikan nilai maksimal. Cherry tak mau itu. Dan sekarang... Ethan yang tak bisa...ah bukan...Ethan yang tidak mau dibantah, menjadi sebab mengapa Cherry berada di sini dan menjadikan Cherry disorientasi dengan perasaanya sendiri..ini bahagia atau nestapa? Kepintarannya bahkan kalah dan tak mampu menjabarkan perasaannya sendiri. Yang bisa dilakukan Cherry sekarang adalah pasrah. Bekerja dengan baik, belajar semaksimal dia bisa dan menormalkan jantungnya yang sering tidak sehat bila berada di dekat Ethan. Di kantin... Laura datang dengan senampan makan siangnya. Sedang Cherry harus menghemat uang terakhir yang diambil dari ATM 3 bulan lalu. Bayangkan! Tiga bulan lalu...dia mengambil seluruh isi ATMnya sebagai pegangan kalau-kalau dia membutuhkannya selama tinggal di apartemen Ethan. Walaupun pada kenyataannya segala kebutuhannya terpenuhi. Bahkan sampai urusan pembalut wanita. Cherry meneguk jus guava nya tandas ketika seseorang menempati kursi di depannya sambil menyodorkan sekotak besar makanan dan sebotol jus mangga ukuran sedang. "Makan." Sebuah suara bariton terdengar membuat Cherry mendongak. Ethan! Laura menatap Ethan takjub sampai-sampai sendok penuh makanan tertahan tepat di depan mulutnya. Cherry memandang wajah adonis Ethan. Cherry melihat Ethan menaikkan satu alisnya. Bermakna menyuruh Cherry memakan apa yang disodorkankannya. Tangan Cherry bergerak membuka kotak makanan itu, dan segera terlihat nasi dengan ayam bertabur lelehan keju di atasnya, salad dan potongan dragon fruit yang menggiurkan. Ada juga sambal mangga yang menggugah selera makannya. Ibunya yang asli Asia tepatnya Indonesia mengenalkan  Cherry pada makanan pokok Indonesia terutama nasi, di samping makanan pokok lain yang beragam bentuk dan rasanya, karena Indonesia yang multi culture. Dan Cherry tergila-gila dengan nasi ayam dan sambal mangga seperti ini. Ethan masih setia duduk di depan Cherry. Laura juga masih setia menekuri wajah Ethan. Ingin sekali Cherry menjitak kepala Laura agar menghentikan kegiatannya itu, tapi tak dilakukannya karena dia melihat Ethan sama sekali tak terusik dengan tingkah Laura. Ethan menatap Cherry yang perlahan menikmati makan siangnya. Dalam hati Ethan heran bagaimana Cherry bisa dengan lahap menyuapkan nasi ke mulutnya, padahal nasi itu terasa hambar di mulutnya. Ethan tadi mencobanya sedikit di restoran tempat dia membeli makan siang Cherry. Sebuah restoran Indonesia di sudut jalan menuju Central Park. Restoran yang dimiliki oleh imigran asal Indonesia yang sudah hampir 16 tahun menetap di New York ini. Cherry menyuapkan suapan terakhirnya, bersih tak bersisa. Ethan tersenyum dan meraih kotak bekas makan Cherry, melemparkannya ke tempat sampah. "Hi, girls...." Sebuah suara menyapa. Raymond datang dan langsung duduk di samping Cherry. Mengambil tisu dan mengusap ujung bibir Cherry yang terdapat sedikit lelehan jus mangga. "Terimakasih Ray...". Cherry melirik Laura yang berdehem lumayan nyaring. Pandangan mata Cherry bertemu dengan pandangan mata Ethan. Entah mengapa Cherry merasa mata Ethan kembali segelap malam, menatapnya tak suka. Cherry melihat dengan jelas rahang Ethan mengeras dan bibir Ethan tersenyum miring. Cherry begidik dengan sikap Ethan yang seperti itu. Ethan berdiri tiba-tiba dan... "Jangan kemana-mana sebelum aku datang menjemput." Ethan melangkah. Memakai kembali kacamata RayBannya.   "Selamat siang Laura." Ethan berlalu. Menyisakan Laura yang shock. "Bagaimana dia tahu namaku?." Suara Laura lebih mirip desisan ular ketimbang suara manusia di telinga Cherry dan Raymond. "Apa yang tidak bisa di lakukan seorang Ethan William Leandro di dunia ini?." Cherry kesusahan menelan ludahnya. Ethan pasti tahu hal sekecil mungkin tentang dirinya, sampai makanan kesukaannya pun Ethan tahu. Bukan hal mustahil juga Ethan mengetahui dengan siapa Cherry bergaul di kampus ini. Cherry begidik ngeri. Apa saja yang telah Ethan tahu? Laura masih saja shock. Raymond memandang tak suka pada Ethan tadi, bahkan sampai sekarang tatapan matanya masih terpaku pada pintu masuk kantin. "Ada apa dengan mereka bertiga Tuhan?." Cherry melirik Laura dan Raymond bergantian. Dia berakhir dengan menggeleng tak mengerti. ------------------------------- Sementara itu Ethan yang sudah melajukan mobilnya berusaha meredam perasaannya. Ethan marah, tidak suka pada perlakuan Raymond pada Cherry. Ethan tahu bahwa laki-laki bernama Raymond itu menyukai Cherry. Penyelidikannya akan Cherry tak melewatkan informasi sekecil apapun tentang gadis itu. Makanya dia tak suka dengan perlakuan Raymond barusan, karena Ethan sangat tahu kalau Raymond menaruh hati pada Cherry. "Apa-apaan tadi itu? Bersikap manis pada laki-laki itu?." Ethan bergumam gusar. Sungguh Ethan tak suka dengan sikap Cherry yang bermanis-manis pada Raymond. Ingin rasanya mencium Cherry saat itu juga untuk menghilangkan jejak senyuman itu. Senyuman itu hanya untukku. Bukan pria lain. Ethan membatin kata-kata itu berulangkali. Walaupun Ethan belum berucap cinta pada Cherry tapi sungguh Ethan tak suka kejadian tadi. Ethan membelokkan mobilnya ke arah basemen rumah sakit dengan perasaan kacau. Ethan menerobos pintu ruangan Henry dan segera menyesali tindakannya tersebut. Bagaimana tidak? Dia menerobos pintu dan yang terpampang adalah pemandangan Henry yang sedang b******u dengan tunangannya Hyung Moon. Mereka benar-benar terbuai hingga tak menghiraukan baju mereka yang tak lagi tertutup sempurna. Kancing kemeja Henry bahkan telah terbuka seluruhnya. Posisi Hyung Moon yang berada dalam dekapan Henry pun tak kalah mengenaskan. Kancing blousenya sudah terbuka di bagian dua kancing teratas, roknya pun telah tersingkap dengan semena - mena. Mungkin mereka akan berakhir dengan kegiatan olahraga siang hari yang panas andai saja Ethan tidak masuk ke ruangan Henry dengan tiba-tiba. "Oh well...sorry for disturb." Ethan tersenyum masam sambil menutup pintu. Tak baik menyela kegiatan yang harus mendapatkan akhir. Mau tak mau. Karena Ethan tahu bagaimana rasanya. Sesuatu yang harusnya mendapatkan muara dan pelepasan harus tertahan. Satu kata...Menyiksa!! "That woud be so hurt down there...". Ethan bergumam jengah sambil tersenyum miring. Ethan melangkah ke arah ruangannya. Masuk dan segera duduk di kursi kerjanya. Sebenarnya pekerjaannya sudah selesai sejak tadi karena hanya terjadwal menemui 6 pasien saja. Dan itu sudah selesai sebelum istirahat makan siang tadi. Ethan kembali pada lamunannya. Pada perasaan tak sukanya akan kejadian sepele tadi. Sepele yang menurut Ethan adalah hal besar. Ethan tak suka laki-laki lain menyentuh Cherry! Ethan marah bila seseorang menyentuh miliknya! Ethan cemburu! Miliknya? Cemburu? Ethan terhenyak menyadari perasaannya. Perasaan hangat merambat di relung hatinya, merambat mencari-cari siapa yang sudah menempati hatinya kini. Ethan tersenyum. Nyatanya Cherry memenuhi hatinya, mengisi kekosongannya, melengkapinya. Bagai puzzle yang hilang kini telah di temukan lagi. Lengkap! Ethan menghela napasnya. Melirik jam tangannya. Masih dua jam lagi sebelum Ethan menjemput Cherry. Dia akan menuntaskan semua, menghapus jejak keraguannya sendiri. Keraguan yang telah menemukan jawaban pasti. Ethan jatuh hati pada Cherry, dan akan memperjelas batasannya. Lagi-lagi Ethan tersenyum. ----------------------------- Sementara itu... Cherry yang sudah menyelesaikan kelasnya melangkah ringan bersama Laura dan Raymond. Mereka menyusuri koridor kelas dan berbelok ke arah tempat parkir. Langkah Cherry terhenti ketika melihat Ethan yang berdiri di depan mobilnya sambil menyilangkan kaki dan bersedekap. "Ethan luar biasa tampan". Dewi batin Cherry menggelitik. Sikap dinginnya menjadi pesona tersendiri. Gesture tubuhnya menguarkan s*x appeals nya yang begitu kuat. Seperti sekarang, banyak lalu lalang mahasiswi yang tergoda untuk sekedar menatap atau bahkan menggoda Ethan. "Sepertinya aku harus pulang sekarang juga, Ethan sudah menjemput. Bye guys". Cherry melangkah dan melambai ke arah dua sahabatnya. Raymond mendengus dan Laura terpaku, terpesona pada Ethan. Cherry yang hari ini memakai celana jeans, kemeja kotak-kotak merah dan hitam dan sebuah sepatu kets senada dengan bajunya tampak manis di mata Ethan. Ethan belum mengantarnya pulang ke rumah untuk mengambil baju-bajunya karena Ethan berpikir akan mengajak Cherry berbelanja. Cherry tak banyak membawa baju begitu masuk ke apartemen Ethan dulu, tapi Ethan sudah menyuruh Philip membelikan beberapa potong pakaian seminggu setelah Cherry tinggal di apartemennya. Sekarang Cherry pasti membutuhkan banyak baju untuk pergi kuliah dan Ethan akan mengurusnya. "Kita pulang sekarang?." Cherry menatap Ethan dan Ethan hanya mengangguk. Membukakan pintu mobil, memasangkan seatbelt pada Cherry dan saat seperti ini sanggup membuat jantung Cherry rasanya bagai ingin melompat dari dadanya. Cherry merasa membutuhkan senam jantung sehat sepertinya. Ethan melajukan mobilnya dalam diam, begitu juga dengan Cherry. Keduanya sibuk dengan lamunan masing-masing. Bahkan hingga masuk ke apartemen. Cherry dan Ethan masuk ke dalam kamar masing-masing dan membersihkan diri. Cherry yang lelah bahkan melewatkan makan malamnya karena ketiduran. Hujan lagi... Deras dengan petir yang menggelegar dan kilat yang menyambar-nyambar. Tapi kini semua berbeda, Cherry tak lagi merasakan ketakutan yang berlebihan dengan hujan yang seperti itu. Pipinya menghangat mengingat kejadian saat Ethan menciumnya. Cherry melangkah keluar dari kamarnya. Lapar mendera. Cherry melirik jam diatas nakas. Jam 23:15 dan Cherry bermaksud mengambil sepotong kue coklat yang dibuat oleh Philip sehari lalu. Kakinya melangkah ke arah lemari pendingin. Mengambil sepotong kue coklat dan memakannya lahap. Setelah itu dia meminum segelas air putih. Cukup kenyang. Cherry bermaksud kembali ke kamarnya walaupun dia yakin tak akan bisa tidur lagi dengan cepat. Baru saja Cherry akan membuka pintu saat sepasang tangan hangat memeluknya dari belakang. Cherry terkesiap...dia hafal aroma Ethan, aroma kayu - kayuan dan coklat yang memabukkan. Mereka saling diam. Hanya deru napas lembut keluar dari hidung mereka. Ethan membalikkan badan Cherry menghadapnya, masih dengan pelukan pada pinggang rampingnya. "Kau kenapa? Mimpi buruk lagi?." Cherry menyentuh lengan Ethan. Mengusapnya pelan. Ethan mengerang dalam hati hanya karena sentuhan Cherry. Ethan menggeleng pelan. "Sudahlah. Tidurlah lagi...ini sudah larut." Ucapan Cherry dibalas dengan gelengan Ethan. Cherry bingung dengan sikap Ethan. Kadang dingin, terkadang hangat seperti sekarang. Ethan memandang manik mata Cherry dalam temaramnya lampu penerangan di depan kamar Cherry. "Ethan...ada apa? Jangan membuatku bingung. Kau membuatku takut". Ethan masih saja diam sambil tetap menatap manik mata Cherry membuat pipi Cherry menghangat dan bulu tengkuknya meremang. Tangan kiri Ethan mengelus pipi Cherry pelan... "I love you." Bisikan suara bariton Ethan terdengar penuh pengharapan dan kelegaan. Bisikan yang nyatanya terdengar seperti alunan musik klasik bagi Cherry. Bisikan yang mampu membuat Cherry hampir terjatuh andai tangan kokoh Ethan tak menahannya. Bisikan yang mampu membuat kaki Cherry berubah menjadi seperti jelly. Tiga kata yang berdampak luar biasa. Cherry masih diam tak percaya. Saling menatap. Ethan menatap menanti jawaban, dan Cherry menatap mencari kejujuran. Dan entah siapa yang memulainya.... Kedua anak manusia itu memiringkan wajahnya dan perlahan menyatukan bibir mereka. Menelisik saling meyakinkan bahwa perasaan yang mereka punya adalah sama dan benar. Saling memagut, lembut, saling menjaga agar tetap bisa menghirup udara. Ethan semakin mengeratkan pelukannya. Dan nyatanya mereka tidak tahu bagaimana mereka bisa  berada dalam kamar Ethan sekarang. Ethan merebahkan tubuh Cherry pelan ke ranjangnya. Saling memagut dan menghisap penuh kelembutan. Menelisik hingga ke dalam meyakinkan diri. Siapa yang memulai hingga pagutan itu semakin liar karena bercampur gairah? Cherry menyelusupkan tangannya ke rambut Ethan. Lenguhan tertahan lolos dari bibirnya membuat Ethan menjadi gila. Sesuatu di bawah sana sudah siaga, siap menjalankan tugasnya dan meminta pelepasan. Gerakan gelisah Cherry justru membuat Ethan semakin gila. Cherry terpekik ketika bibir Ethan turun mengecupi lehernya. "Ini terlalu nikmat dan aku tidak sanggup menghentikannya." Ethan mengerang, memberikan tanda kepemilikan pada leher Cherry layaknya singa jantan yang menandai singa betina pasangannya. Perlahan pembatas tipis bernama baju itu mulai terlepas satu persatu, meninggalkan dua raga yang sedang saling mencari. Mata Ethan terpaku pada keindahan dunia yang tergolek di bawah kungkungan tubuhnya. Ini mimpi-mimpinya selama ini. Bibir Ethan mencium lembut puncak p******a Cherry, membuat Cherry melenguh frustrasi. Tangan Ethan mengelus perut rata Cherry dan berakhir pada belahan inti tubuh Cherry. "Ethan..." "Hmmm..." "Ethan...ini..." "Apa?." Ethan menyahut tanpa menghentikan ciumannya. "Aku....ooooh..." Cherry berbisik kalap. Tubuhnya menggeliat menahan rasa yang tercampur aduk dalam tubuhnya. Ethan tersenyum tapi tak menghentikan belaiannya. "Ethan." Cherry memekik tertahan. "Ya..." Ethan menggigit telinga Cherry pelan. "I love you too." Dan runtuh sudah kesabaran yang dipupuk Ethan sedari tadi. Empat kata yang sanggup menguatkan tekadnya memiliki Cherry seutuhnya. Menandainya sebagai miliknya. Ethan memagut bibir ranum Cherry, menyelusup kedalaman mulut dan bertukar saliva. Ethan merasakan inti tubuh Cherry telah siap dan basah. Ethan mengarahkan kejantanannya ke arah lembah kenikmatan itu. Mengusiknya pelan dan menemukan betapa lembah itu masih berpembatas. "Maafkan aku...ini akan sedikit sakit, tapi aku berjanji akan membuatmu nyaman." Cherry mengangguk dan Ethan mulai mendorong lagi pelan inci demi inci...hingga pembatas itu terkoyak sempurna bersama aliran darah segar. Setitik bening mengiringi perih yang tercipta. Ethan mengecup airmata Cherry. "Are you okay? Don't cry..." Ethan berbisik lembut. "Tidak apa-apa." Jelas terdengar Cherry gugup. Ethan mendorong lembut. Gerakannya semakin cepat ketika Cherry melenguh dan mulai membalas gerakannya dengan mengangkat pinggulnya. Gerakan mereka menjadi seirama, saling memuaskan. Menusuk ke bagian terdalam dan mengangkat kuat memaksimalkan tusukan itu hingga ke intinya. Hingga ber menit-menit berlalu. Dua raga itu masih menari, saling memberi. Saling menyentuh dan mengecup bagian tubuh yang terjangkau oleh masing-masing. Lalu gerakan Ethan semakin cepat dan merasakan bahwa Cherry telah mencapai puncak kenikmatannya. Inti tubuh Cherry berkedut hebat dan cairan hangat menyelimuti ereksi Ethan yang masih keras. Cherry  berteriak tertahan menyebutkan nama Ethan sambil menggigit bahu Ethan. Menandakan betapa dia tak sanggup menanggung nikmat dunia yang telah dicapainya. Gerakan Ethan semakin cepat.... "Aaaaaarrrgh...Cherry." Teriakan Ethan tertahan saat dia menyelusupkan wajahnya ke leher Cherry. Ethan mencapai puncaknya, menembakkan berjuta sel kenikmatan ke dalam rahim Cherry...tanpa pengaman apapun! Ethan masuk menusukkan sisa-sisa kenikmatannya sambil mencium kening Cherry, sebelum berguling kesamping dan mendekap Cherry erat. Mengatur napas dan akhirnya terlelap hingga matahari menyapa... ---------------------
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD