Bab 171 Jebakan Romantis Ethan

2051 Words
Sabtu keesokan paginya, Casilda berjalan pelan menyusuri trotoar menuju tempat pertemuannya dengan Ethan di sebuah kafe tidak jauh dari pusat perbelanjaan paling terkenal di ibukota. Kemarin, saat perut dan badannya sakit, itu benar-benar pertanda masa haidnya telah tiba. Casilda lega, juga muram sepanjang hari tanpa bisa berbuat apa pun di atas kasur. Mengingat percakapannya dengan Arkan di telepon kemarin, setelah Casilda memikirkannya baik-baik, mungkin tidak memiliki anak di antara mereka berdua adalah hal yang sangat bagus. Lagi pula, dia masih akan mencari cara untuk bercerai dari Arkan. Pria kejam itu memiliki sifat seperti pandora. Tidak tahu esok harinya akan bersikap apa kepadanya. Seperti kemarin, di pagi hari dia sangat manis dan romantis penuh dengan kehangatan cinta. Tidak berapa lama kemudian, di sore harinya, dia malah sangat dingin dan tidak berperasaan. “Silakan duduk. Aku senang bisa bertemu denganmu secara langsung hari ini,” ujar Ethan lembut ketika menyambut Casilda yang baru saja datang ke meja yang telah mereka pesan. Dengan sedikit canggung, Casilda yang berpakaian kasual dan memeluk sebuah tas selempang kecil membungkukkan sedikit tubuhnya memberi salam pertemuan. “Apakah Anda sudah lama menunggu, Presdir Ethan?” “Tidak perlu sungkan begitu. Duduklah. Aku sedang luang saat ini. Ternyata bersantai di sini sangat menyenangkan di luar dugaanku.” Jimmy, sekretaris pribadi Ethan yang duduk di meja sebelah mengejek dalam hati ketika mendengar gaya bicara bosnya yang santai dan biasa. Seolah-olah tidak ada beban sama sekali. Sedang luang apanya? Demi bertemu wanita itu, mereka membatalkan beberapa pertemuan penting hari ini. Siapa sebenarnya Casilda sampai membuat bos super dingin dan kaku itu bertingkah sangat tidak wajar? Bahkan mencarinya seperti orang gila? Apakah Presdir Ethan jatuh cinta setelah sekian tahun mendapat predikat jomblo dan playboy misterius? Jimmy menyesap minumannya melalui sedotan, melirik diam-diam dua orang yang mulai berbicara akrab dan sopan di meja sebelah. “Jadi, kamu sangat menyukai pekerjaanmu sebagai manager di perusahaan itu?” tanya Ethan dengan raut wajah kecewa yang disembunyikan. Senyum tipis lembutnya masih tertahan di wajah tampannya. Baru saja, dia menawarkan Casilda untuk bekerja di salah satu perusahaannya dengan alasan kemampuan Casilda yang terbilang lumayan. Sangat disayangkan jika hanya bermain di industri hiburan. Dia bahkan menawarinya program kuliah untuk melanjutkan studi-nya yang sempat macet di tengah jalan. Sedihnya, sang wanita menolak semua tawarannya mentah-mentah. Casilda keringat gelisah diam-diam, berusaha tersenyum sealami mungkin. Tidak ingin menunjukkan hal yang tidak wajar dari sikap dan tutur katanya. “Terima kasih, Presdir Ethan. Saya pikir, posisi itu terlalu berlebihan. Apalagi tawaran Anda menjadikan saya sebagai sekretaris pribadi Anda adalah hal yang sangat mengejutkan. Kualifikasi saya juga tidak sebagus yang lain. Kalau hanya menilai dari semangat kerja saja, itu terlalu tidak masuk akal bagi orang lain jika mendengarnya. Saya bisa saja akan mendapat penindasan di masa depan dan dianggap sebelah mata.” Ethan merasakan hatinya tenggelam. Apakah Casilda benar-benar sudah melupakan dirinya? Ataukah dia masih ingin berpura-pura tidak mengenalinya? Mustahil wanita di seberang meja itu tidak mengenalinya sejak awal pertemuan. Bagi Casilda, Ethan adalah cinta pertamanya. Pria itu sangat tahu betapa dalam cinta Casilda untuknya di masa lalu. Bahkan, dia adalah pacar pertama dan terakhir sang wanita. Baru-baru ini, presdir tampan dan dingin itu telah mengulik beberapa masa lalu Casilda setelah jatuh miskin. Sedikit terkejut mendapati fakta bahwa wanita yang masih dicintainya secara diam-diam itu selama bertahun-tahun, ternyata belum pernah menjalin kisah cinta lagi setelah berpisah darinya. Apakah sikap berkhianatnya dulu menjadi pukulan yang sangat keras untuknya? Ethan berpikir, jika melihat sifat sombong dan arogan Casilda di masa lalu, wanita itu tidak mungkin akan jatuh begitu mudah. Tapi, ternyata semua perkiraannya meleset. Hati Ethan seketika digulung oleh rasa bersalah yang amat sangat. Berdarah dan meleleh hingga ke perut. Di masa lalu, Ethan tidak ada niat untuk putus dengan Casilda. Bahkan niat untuk berpisah darinya adalah hal yang paling tidak pernah terpikirkan olehnya. Dia sangat mencintai Casilda dari lubuk hatinya yang paling dalam. Nyawanya pun tidak ada artinya dibandingkan Casilda sendiri. Sayangnya, keadaan yang menekan Ethan dari berbagai arah, terpaksa membuatnya harus bersikap kejam dan sadis demi kebaikan Casilda sendiri. Melihatnya hidup dengan sangat baik seperti sekarang, dan ditambah lagi terlihat berpipi bakpao dan begitu sederhana, hati Ethan meleleh dengan banyak gejolak perasaan menghantamnya. Ratunya yang manis, arogan, sombong, ceria, dan energik kini benar-benar hilang tak berbekas. Ratu Casilda Wijaya di depannya saat ini seperti wanita dengan kepribadian lain. Satu-satunya yang membuatnya masih terasa sama di masa lalu adalah sorot mata dan senyum polosnya itu. Sekalipun Casilda sangat angkuh dan arogan, jika bertemu dengannya, segala sikap manis dan lembutnya akan keluar semua tanpa ada batasan. Sekarang, semua hal istimewa itu tidak menjadi miliknya lagi seorang diri. Dia telah menunjukkannya kepada semua orang. Ethan sangat menyesal, tapi merasa pantas mendapatkannya. “Baiklah. Kalau itu yang kamu inginkan, aku tidak bisa memaksamu. Aku akan berbicara dengan Renata agar bisa mengatur jadwal yang bagus untukmu sebagai manager utama kedua superstar tersebut.” Selama beberapa menit membahas pekerjaan, Casilda masih bertahan dengan keinginannya. Tidak tergoda sedikit pun dengan bujukan yang menggiurkan. “Terima kasih, Presdir Ethan. Saya harap, Anda tidak akan tersinggung dengan sikap dan perilaku kedua pria yang belum dewasa itu. Saya berjanji akan membuat keduanya memikirkan tingkah laku mereka mulai sekarang.” Ethan tersenyum kecil melihat wajah penuh tekad Casilda. Di dalam hatinya, dia ingin sekali memanggil nama wanita itu seperti dulu: Ratu Itu adalah sebutan yang sangat cocok untuknya, dan juga sebuah sebutan yang Ethan pikir sangat intim dengannya. Ketika mengetahui sang pujaan hati mengganti nama panggilannya, dia bisa memahami maksudnya melakukan itu. Salah satunya, mungkin karena ingin melupakan masa lalu. Haruskah dia mengungkit hubungan mereka sekarang? Ataukah sebaiknya bersabar sampai Casilda membahasnya lebih dulu? Ethan mengalami perang batin, dan segera saja ditegur pelan oleh Casilda. “Presdir Ethan? Anda baik-baik saja?” “Oh? Maaf, aku sedikit melamun.” “Eh, tidak apa-apa. Tidak sangka Presdir Ethan bisa melamun juga,” kekeh Casilda dengan sedikit candaan, mencoba mencairkan suasana yang sedikit kaku dan canggung sejak awal kedatangannya di tempat ini. Walaupun mereka membahas soal pekerjaan dan mulai berbicara santai, Casilda tidak bisa menahan perasaan familiar setiap kali bertatapan mata dengan pria tampan di depannya. Bagaimanapun, Ethan adalah cinta pertamanya. Dia sempat menjadi pusat dunianya di masa lalu, dan parahnya menjadi pria yang telah membuatnya patah hati hebat dengan luka batin yang membekas seumur hidup di dalam dirinya. Tentu tidak mudah bagi Casilda menghadapinya langsung hanya berduaan begini. Ethan Aldemir Raiden versi dewasa bisa dibilang adalah Ethan dengan sikap dingin yang berkali-kali lipat daripada yang dikenal oleh Casilda semasa remaja dulu. Tapi, dari gerak-geriknya sekarang lebih dewasa dan bertanggung jawab. Auranya sangat hebat dan mengintimidasi siapa pun dalam sekejab mata. Apakah itu karena efek sudah berhasil menjadi orang nomor satu di keluarga Raiden? “Casilda, aku tetaplah manusia biasa. Apakah di matamu aku sangat menakutkan?” goda Ethan dengan senyuman dingin yang memikat. Lembut dan sangat manis. Jantung Casilda bagaikan dipukul keras oleh palu! Syok hingga matanya membesar kaget! Tidak! Jangan senyum itu! Kenapa dia malah memberikan senyuman istimewa itu kepadanya sekarang? Ethan adalah pria dingin yang jarang sekali tersenyum dengan tulus. Tidak ada yang pernah melihat senyuman itu sebelumnya. Casilda bahkan merasa sangat spesial mengetahui fakta tersebut di masa lalu. Namun, ketika mendapati pengkhianatannya, dia berpikir kalau semua itu bisa saja termasuk akting jahatnya untuk membunuhnya secara perlahan dan terencana. Melihat senyuman Ethan yang begitu khas setelah sekian lama berlalu, Casilda memuram kelam dengan hati dingin yang meradang. Kenangan buruk mengalir di otaknya tanpa diminta. Kedua tangannya menggenggam erat ujung roknya kuat-kuat. Kepala menunduk tidak nyaman. “Ti-tidak, Presdir Ethan. Saya tidak bermaksud begitu.” Ethan mendatar dingin melihat sikap Casilda yang aneh. Tanpa dijelaskan pun, diam-diam dia tahu alasannya. Bukankah itu artinya Casilda jelas-jelas masih mengingatnya? Dia pasti terkejut dengan senyumannya barusan, bukan? Kesedihan mencakar hati Ethan bagaikan cakar besi panas, tapi senang dan penuh harap di saat yang sama. “Kalau begitu, apakah kamu masih mau menemaniku sampai malam nanti?” “Eh? Ma-maksudnya apa?” tanya Casilda gugup dan keheranan, bertatapan mata dengan mata dingin dengan penuh aura kelembutan milik Ethan. “Maukah kamu kencan denganku hari ini, Casilda?” “Ke-kencan?” “Benar. Kencan. Kebetulan ada pertunjukan dari pianis kesukaanku sore nanti, dan tidak ada yang bisa aku ajak ke sana.” “Pianis kesukaan?” ulang Casilda linglung, melihat gugup dua tiket yang tiba-tiba diletakkan di atas meja. Casilda seketika tercengang kaget! Bukankah itu adalah pianis kesukaannya? Sejak kapan Ethan yang serius dan dingin suka dengan hal membosankan seperti itu? Firasat Casilda tiba-tiba tidak enak. Keringat dingin menuruni punggungnya. “Kenapa? Apakah kamu tidak suka? Apakah kesukaanku sangat membosankan?” Ethan pura-pura sedih dan kecewa. “Ti-tidak begitu, Presdir Ethan! Sebenarnya saya suka dengan pianis itu!” “Baiklah. Kalau begitu sudah diputuskan kalau kamu akan menemaniku hari ini. Bagaimana kalau sekarang kita nikmati beberapa kue terlebih dahulu sambil membahas beberapa hal kecil lainnya?” ujar Ethan tegas, tersenyum ceria dengan wajah tampan dinginnya yang tak bisa dibantah. Casilda kehilangan kata-kata, mengerjap linglung dan tidak tahu harus bagaimana menghadapi Ethan, tiba-tiba dia terkesan memaksa dan menekannya secara halus. “Mau coba kue strawberry ini?” tanya Ethan penuh kasih sayang dalam nada suaranya, menunjukkan tablet menu sembari menggeser layar di depan lawan bicaranya. Casilda merasa gelisah. Ini seperti selingkuh! Hei! Kenapa dia harus merasa tidak enak hati? Bukankah pernikahannya dengan Arkan adalah sebuah kesalahan dan kepalsuan belaka? Kalau hanya sekedar menemani investor penting perusahaan mereka untuk menonton pertunjukan piano, bukankah itu hanya sekedar basa-basi untuk mempererat kerja sama mereka? ‘Benar! Ini bukan selingkuh! Sekalipun aku kesal dan marah dengan sikap Arkan yang tidak setia, aku bukan wanita yang dengan mudahnya ikut-ikutan selingkuh hanya karena sakit hati dan ingin balas dendam! Tidak apa-apa, Casilda! Ini hanya jalan-jalan biasa antara rekan bisnis semata! Tidak ada yang istimewa! Ethan tidak tahu siapa dirimu! Semua hal sejauh ini hanyalah kebetulan semata! Termasuk pertunjukan piano itu!’ hibur Casilda kepada diri sendiri, membatin penuh semangat, menghilangkan perasaan tidak nyaman di hatinya. Casilda tidak menyadari kalau dia sudah jatuh ke dalam jebakan romantis Ethan. “Kamu tidak nyaman, ya? Istilah ‘kencan’ tadi, apakah terdengar agresif bagimu? Maaf, aku hanya ingin sedikit menggodamu sebentar. Soalnya, kamu sangat menarik, Casilda,” terang Ethan jujur, tertawa pelan sangat elegan dengan sikap dinginnya yang sangat tenang. “Ti-tidak apa-apa. Saya tidak keberatan sama sekali. Itu hanya istilah, kan? Saya baru tahu kalau Presdir Ethan bisa bercanda juga.” Ethan tiba-tiba bertopang dagu di tepi meja, anggun dan dewasa, tersenyum sedikit jahil. Menatap lembut wanita di seberang meja. “Kalau begitu, apakah itu artinya kamu setuju untuk mengenalku lebih jauh?” Casilda tertegun kaget. Kedua alisnya naik dengan cepat. Apakah dia serius? Atau lagi-lagi sedang bercanda? Senyum misterius terpasang di wajah tampan Ethan. Cahaya dingin berdenyar sekilas di kedua bola matanya yang dalam dan gelap. Dengan fakta Casilda yang berpura-pura tidak mengenalnya, Ethan berpikir kalau dia mungkin saja masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Dia akan meladeni permainan kecilnya dan memanfaatkan semua peluang yang ada. Ethan bertekad tidak akan melepaskan Casilda untuk kedua kalinya. Dia ingin menebus semua kesalahannya di masa lalu, dan menjalin kembali kisah cinta yang kandas di antara mereka berdua. Dia sangat yakin, meskipun Casilda mungkin sangat membencinya hingga ingin membunuhnya dengan tangannya sendiri, rasa cinta di hatinya tidak mungkin hilang begitu saja tanpa bekas. Pria ini seolah-olah lupa dengan peringatan Casilda di masa lalu. Dia menganggap ucapan sang wanita adalah ucapan marah dan benci belaka. Dia tidak percaya kalau Casilda akan menolak pesonanya yang kini telah meningkat drastis. Selain itu, dia tidak selemah dulu. Sekarang, dia punya kekuatan yang bisa mengguncangkan ekonomi satu negara. Keluarganya bahkan tidak akan berani lagi macam-macam dengannya. Ethan tidak akan membiarkan dirinya diancam lagi untuk melepaskan hal yang paling berharga dalam hidupnya tanpa perlawanan. Ethan berpikir dia dan Casilda sudah benar-benar tidak ada harapan untuk bersama. Dia pikir, semua sudah berakhir seiring hatinya telah mati. Tapi, siapa sangka kalau mereka akan dipertemukan kembali dengan cara yang tak biasa? Wanita itu muncul dengan sendirinya di hadapan Ethan seolah-olah mengundangnya kembali ke masa lalu. Hal yang semula Ethan pikir mustahil, tiba-tiba saja terbuka lebar di depan matanya. Ethan Aldemir Raiden berpikir dia tidak akan tergoda jika bertemu dengan Casilda suatu hari nanti. Ternyata, dia malah tidak bisa mengendalikan hatinya. “Mari kubantu,” ujar Ethan ketika mereka berdua sedang menaiki tangga menuju ruang pertunjukan. Casilda tertegun kaget melihat uluran tangan di depannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD