Bab 172 Kebiasaan Ethan ketika bersama Casilda

1211 Words
Ethan tertawa pelan melihat wajah terkejut Casilda. Wajah bulat berkacamata itu masih menatap tangannya yang terulur ke depan. Dengan iseng, dia menggodanya melalui senyuman nakalnya. “Kenapa? Apa kamu masih memikirkan soal ciuman di pipimu waktu itu? Aku berjanji tidak akan usil lagi kepadamu. Ayo, kamu pasti kesulitan naik tangga, bukan? Bangunan tua ini belum dipasangi lift, dan tangga di sini cukup banyak. Wanita bertubuh normal pun, sedikit kesulitan jika menaiki tangga di sini.” Casilda seketika salah tingkah, terlihat ragu-ragu menerima bantuannya. Tapi, begitu melihat sebelah kening Ethan naik dengan penuh bujuk rayu, dia segera meraih tangannya. “Te-terima kasih,” cicit Casilda dengan suara rendah. “Tidak perlu berterima kasih. Bukankah aku yang mengajakmu datang bersamaku? Sudah seharusnya aku membantumu, kan?” Casilda tersenyum kikuk sambil mengangguk pelan, menatap wajah dingin itu tersenyum lebar sangat cerah. Pemandangan itu mengingatkan Casilda dengan kisah cinta masa lalu mereka berdua yang sudah retak. Dulu, Ethan juga selalu menggenggam tangannya ketika mereka hanya sedang berduaan. Sekarang, mereka kembali berpegangan tangan sepanjang menaiki tangga. Tapi, status Casilda sekarang adalah istri dari pria lain. Bukan lagi wanita yang bermimpi ingin bersanding bersama pria dingin itu di masa lalu. Sepanjang berpegangan tangan, di sisi lain ketika Casilda sedang tidak nyaman dan merasa bersalah kepada Arkan di dalam hatinya, Ethan malah sibuk tersenyum-senyum bahagia secara diam-diam. Dia terus menggenggam erat tangan wanita di sebelahnya seolah sudah diberi lem super kuat. Kening Casilda mengerut dalam seiring merasakan genggaman tangan Ethan mulai terasa agak aneh. Tentu saja dia tidak akan curiga kalau pria itu masih ada rasa kepadanya, karena berpikir Ethan membencinya dan sudah melupakannya. Maka dari itu, detik-detik berpegangan tangan mereka berdua menjadi siksaan batin untuknya. *** “Eh?” Casilda yang sudah duduk di barisan paling depan, terkejut dengan apa yang dilihatnya di atas panggung. Bukan hanya ada pianis terkenal kesukaannya, tapi juga ada seorang penari balet yang sudah dikagumi oleh Casilda sejak dia masih SMA. Penari itu berumur saja dengannya, dan menjadi idolanya semenjak mengenal yang namanya tari balet. Berkat sosok cantik dan ramping itu, Casilda dengan serius menekuni dunia tari. Tapi, malang tak dapat ditolak, semuanya berakhir di tengah jalan ketika keluarganya jatuh miskin. Semua impian dan cita-citanya ikut tenggelam ke dalam tanah. Ethan tersenyum diam-diam, meliriknya dengan penuh rasa kepuasan di kedua bola matanya. Bagus! Casilda sepertinya memang hanya pura-pura tidak mengenalnya saja! Lihatlah ekspresi wajahnya itu ketika melihat dua hal yang paling disukainya di dunia ini! Piano dan balet! “Kenapa? Kamu sungguh tidak suka, ya? Apakah aku terlalu menekanmu?” tanya Ethan, kembali berpura-pura sedih dan bersalah. Casilda menoleh menatapnya kikuk, menggeleng cepat. “Bu-bukan begitu. Baru kali ini saya melihat ada perpaduan pertunjukan piano dan balet di satu panggung yang sama. Saya hanya sedikit terkejut saja.” “Jadi... kamu sudah sering datang ke acara seperti ini sebelumnya? Dengan siapa?” Jantung Casilda seperti berhenti berdetak mendengar pertanyaan yang sedikit agak aneh itu, mata Ethan menyipit curiga. Sudut bibir sang wanita berkedut gugup. “Tidak. Bukan begitu. Saya tidak punya uang untuk datang ke tempat seperti ini. Hanya kadang-kadang melihatnya di internet saja.” Hati Ethan kecewa berat, memuram dingin dengan senyum dipaksakan di bibirnya. “Oh, begitu rupanya.” Casilda jelas berbohong. Selama mereka bersama sejak saling mengenal, Ethan adalah orang yang selalu menemani Casilda ke acara pertunjukan piano dan balet. Tidak peduli meskipun dia sendiri bosan dan tidak tertarik dengan semua hal itu. Selama Casilda senang dan bisa melihat senyumnya, itu sudah cukup untuknya. Kenapa sekarang wanita itu seolah-olah menolak kehadirannya di masa lalu? Dia bahkan mengatakan semua kenangannya seperti tidak ada Ethan di dalam hidupnya sama sekali. Sebenci itukah Casilda terhadap dirinya? Mendengar nada tidak senang dari Ethan dan tidak bisa memahami isi hatinya, Casilda berpikir kalau dia menyinggungnya entah kenapa. “Maaf. Apakah saya membuat Anda marah?” tanyanya linglung. “Tidak. Kenapa aku harus marah? Oh, ya. Bukankah kita sudah berteman? Tolong bicara santai saja denganku. Tidak perlu begitu formal dan kaku. Kamu membuatku seperti orang tua saja. Aku tebak, umur kita tidak begitu jauh. Bukan begitu?” “Eh? I-itu....” Casilda melongo tidak jelas, menatapnya dengan sorot mata semakin linglung. “Pertunjukannya sudah mau dimulai. Ayo kita lihat,” kata Ethan dengan lembut, menepuk-nepuk sayang sebelah lengan Casilda yang berada di atas pegangan kursi. Tiba-tiba saja, wanita berkacamata bulat tebal itu menyentak keras tangannya, mirip reaksi seseorang yang terkena siraman air panas. Wajah memerahnya terlihat sangat terkejut dengan mata membesar syok! Ethan membeku beberapa sesaat menyadari kesalahannya. Dia tidak sadar baru saja melakukan kebiasaannya setiap kali datang ke pertunjukan bersama Casilda di masa lalu. “Ah... maaf. Ini kebiasaanku saat datang bersama seseorang ke pertunjukan seperti ini,” terang Ethan cepat, tersenyum manis seolah-olah tidak ada yang aneh. Jantung Casilda masih memburu cepat, keringat gelisah tak terkendali. Gerakan Ethan tadi membuka ingatan lama yang telah dilupakan olehnya. Setelah melakukan tepukan ringan tersebut, biasanya mereka berdua akan langsung berpegangan tangan sampai pertunjukan selesai. Meskipun sangat sederhana, tentu hal itu adalah hal yang sangat manis dan romantis ketika dulu masih menjalin kisah cinta kecil mereka berdua yang masih murni dan polos. Casilda yang masih terdiam kaget dan tampak terpukul, membuat jantung Ethan bagaikan dicabik keras dari tempatnya. “Aku akan menjaga sikapku mulai sekarang. Maaf membuatmu kaget lagi. Aku harap kamu tidak berpikir buruk tentang diriku,” lanjut Ethan dengan wajah bersalah sangat jelas. Casilda segera pulih, dan tersenyum kikuk sembari berkata tidak enak hati, “maaf. Saya hanya terkejut. Tidak bermaksud yang lain.” “Bicara yang santai saja, Casilda. Tidak bisakah kita berteman seperti yang lain?” “Kenapa? Kenapa Anda ingin sekali berteman dengan saya?” tanya Casilda tiba-tiba, wajah dan nada suaranya tanpa sadar sangat datar tanpa emosi. Tatapannya setengah kosong. Diamnya kedua orang ini mulai dihiasi oleh suara permainan piano, saling tatap satu sama lain. Ethan ingin sekali berkata jujur kepadanya. Namun, begitu melihat sorot mata takut dan penuh gejolak emosi di wajah manis pucatnya, niatnya segera ditelan kembali. “Apakah harus ada izin tertentu untuk berteman denganmu? Katakan syaratnya,” tanya Ethan dengan sebelah kening dinaikkan cepat. Wajahnya terlihat lesu, lebih tidak berdaya daripada sebelumnya. Casilda salah tingkah hebat, mengerjapkan mata berusaha menata hatinya yang masih bergelombang. Bibir digigit gugup. Dia takut Ethan hanya berpura-pura tidak mengenalinya, dan berniat sesuatu yang jahat kepadanya. Itu bisa saja, bukan? Casilda sedikit terlambat menyadari pemikirannya itu, tapi apa mau dikata? Dia sudah berada di sini bersamanya. “Ti-tidak. Saya hanya merasa sedikit aneh saja. Kenapa Anda ingin berteman dengan orang seperti saya?" “Memangnya kamu orang seperti apa, Casilda? Apa yang aneh darimu?” Keduanya terdiam kembali, mata terkunci satu sama lain untuk kesekian kalinya. “Maaf? Apakah kursi ini ada yang memesannya? Sepertinya sejak tadi tidak ada yang datang ke baris ini. Bolehkah saya pindah di dekat kalian?” Seorang wanita tua tiba-tiba mendekati mereka berdua dalam mode berbisik malu-malu. Dia tampak membungkuk dengan sedikit kesulitan, bertujuan agar tidak mengganggu pemandangan pengunjung lain. Casilda menaikkan kedua alisnya kaget, lalu berbalik melihat kedua sisi baris tempat duduknya yang ternyata kosong. Bukan itu saja, 2 baris kursi di belakangnya juga begitu. Sisanya penuh sesak dengan para pengunjung lainnya. Perasaan ganjil hadir di hati wanita berkacamata bulat itu. Di sebelahnya, tepat di balik kepala Casilda, wajah Ethan diam-diam berubah menjadi sangat dingin dan gelap menakutkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD