Bab 63 Kamu Harus Jual Diri 2

1653 Words
“Se-sepertinya mereka tidak memiliki ide bagus, Tuan Arkan. Ba-bagaimana jika lanjut menyuruhnya menari sampai kakinya mau patah?” Yang membalasnya adalah wanita bergaun ungu tadi, takut memicu amarahnya. “...” Arkan tidak menanggapi ide tersebut. Tidak menghadap ke arah para tamu, mata sedari tadi terus tertuju pada mata Casilda yang ketakutan, tapi lucunya terlihat pura-pura tegar. Cubitannya pada dagu Casilda diperkuat. Dalam hati, Arkan sangat menikmati hal ini daripada apa pun. Domba kecil yang malang. Sendirian dan tak berdaya dalam kuasanya. Sangat mudah untuk diremukkan hingga hancur tak berbentuk. Dia bisa melakukan apa pun kepadanya semau hatinya! Sungguh menyenangkan! Sebelah sudut bibir pria ini terangkat licik. “Baiklah, kalau tidak ada yang bisa memberikan ide baru,” bisiknya dingin, wajah Casilda didongakkan lebih tinggi, berkata jahat, “kalau begitu, kenapa kamu tidak sendiri yang mengajukan ide untuk dirimu sendiri?" Arkan menyindir sinis Casilda. Wanita berpenampilan kacau itu gemetar dan menggigil di seluruh tubuhnya, pandangannya berbayang. Kepalanya yang sudah panas, tiba-tiba berdenyut hebat. Ingin cepat-cepat acara sialan ini segera selesai. Kekuatannya sepertinya sudah tersisa layaknya baterai ponsel yang memerah kekurangan daya. Jadi, dia pun segera ingin membuka mulut, tapi pria itu mendahuluinya. "230 juta itu tidak sedikit, bukan? Aku ingin tontonan yang seru," desisnya memajukan wajahnya dengan kepala dimiringkan, raut wajah di balik topeng sangat menghina dan itu tersampaikan melalui sorot matanya yang menggelap dingin. Dengan sekujur tubuh mendingin bagaikan baru saja lewat dari kematian, Casilda menyuarakan pendapatnya, bibir pucatnya masih gemetar dan bulu mata menunduk patuh, menahan rasa sakit oleh cubitan di dagunya, "te-terserah Anda, Tuan Arkan. Anda bisa memerintahkan apa saja kepada saya. Bukankah saya sudah mengatakannya dengan jelas. Apa pun akan saya lakukan, karena hanya seorang wanita yang gila uang?" Suara Casilda perlahan mengecil, seolah tidak ada tenaga. "Heh, apa saja? Benar juga. Kalau kamu menjilat sepatuku sekali lagi saat ini, apa kamu akan melakukannya?" Hati Casilda tenggelam, tatapan kosong, lalu menganggukkan kepala setuju. "Apakah hanya itu syaratnya? Tidak ada yang lain?" "Jilat muntahan yang ada di lantai sampai bersih." Mata mereka saling terkunci. Pada awal siksaannya, Casilda berpikir bahwa memakan muntah sendiri adalah ide paling buruk dan menjijikkan. Tapi, setelah mendengar ide gila soal ciuman itu, rasa jijiknya terhadap muntah langsung berubah 180 derajat. Kalau pun dia melakukannya, hanya akan muntah dan sakit berhari-hari, atau paling tidak trauma seumur hidup. Tidak lebih buruk daripada soal ciuman itu yang menghancurkan hidupnya. Tuhan sudah murah hati dengan membuat situasinya sedikit lebih baik, dia tidak akan melepaskannya! Apa susahnya tugas itu? Tinggal menahan napas saat melakukannya, bukan? Lalu, setelah pergi dari tempat terkutuk ini, dia akan memasukkan tangannya untuk memuntahkan semua isi perutnya sampai benar-benar kosong! Heh! Baiklah! Dia akan membuat pria menyedihkan penuh dendam itu mendapatkan ketenangan batin! Di pihak lain, Arkan terus terdiam, menatapnya tanpa emosi. Tidak memahami kenapa dirinya merasa tidak nyaman sekali lagi usai berkata demikian. "Apa aku hanya perlu melakukan itu, lalu Anda bisa puas melepas 230 juta tadi sebagai pinjaman?" "Benar." Pria bertopeng iblis menjawab pertanyaan itu dengan isi kepala kacau, terselip keragu-raguan menggoyahkan hatinya. "Baiklah. Akan saya lakukan, Tuan Arkan." Casilda kemudian berlutut di depan Arkan, merendahkan kepala di atas sepatu kulit hitam berkilat milik pria itu. Mata terpejam, dan lidah terjulur. Rasa malu sudah tidak ada gunanya dalam diri Casilda saat ini, sudah kepalang basah dipermalukan tidak manusiawi. Dia bisa bertahan sejauh ini, jadi dia pasti bisa melalui malam mengerikan ini. Asalkan adiknya bisa dioperasi, harga dirinya akan seharga nyawa adik, bukan? Semua tidak akan sia-sia Kenapa dia tidak kepikiran ini sebelumnya? Para tamu, ada yang terkesiap malu melihat kejadian itu, ada juga yang tertawa senang sampai merekamnya diam-diam. Di balik topengnya, Arkan menunduk menatap apa yang tengah diperbuat oleh wanita yang sudah basah kuyub dan tidak karuan itu. Kenapa hatinya terasa panas bagai lava yang meleleh? Pupil Arkan mengecil, bergetar bingung. Lidah Casilda lalu menyentuh sebelah sepatu Arkan sebanyak 3 kali, dan semuanya dilakukan cukup lama agar meyakinkan sang pemilik sepatu. "Saya sudah menjilat sepatu Anda sebanyak 3 kali. Tinggal menjilati muntahan itu, bukan, Tuan Arkan?" Casilda berdiri dan tersenyum, tapi senyum itu hampa dan dingin, menusuk tepat di jantung Arkan. Isi kepala Arkan seperti sudah kebakaran, tapi tidak tahu kenapa bisa begitu. Ketika Casilda berjalan pelan melewatinya, tangan Arkan yang memegang mic hendak meraih tangan Casilda, tapi otak pria ini seolah korslet, hanya bisa mematung dengan perasaan penuh konflik. Seluruh tubuhnya menolak untuk bergerak dalam kebisuannya. Kenapa lagi-lagi hatinya gelisah seperti ini? Tidak tenang dan penuh amarah seperti sebelumnya? dan kenapa? Kenapa tiba-tiba dia ingin memeluk wanita sampah itu kuat-kuat dengan kedua lengannya saat ini, dan tak mau melepasnya sedikit pun? Hati Arkan jungkir balik luar biasa, sorot matanya sangat, sangat bingung. Apa yang sedang terjadi dengannya sekarang? Casilda berjalan dan berjalan pelan menuju muntahan di lantai, menatap hal menjijikkan itu dengan wajah dingin, tanpa emosi. Bulu mata merendah pelan. Beberapa tamu tampak mulai memalingkan wajah mereka, merasa jijik. Sisanya bisik-bisik heboh hingga membuat kuping Arkan memanas. Casilda lalu berlutut di depan muntahan tersebut, kedua tangan menapak di lantai, lalu ketika kepalanya sudah perlahan turun ingin menjilati lantai yang kotor, semua tamu langsung membeku hebat di dalam hatinya. Mereka memang sudah melihat banyak hal gila sepanjang acara, tapi bukankah ini sangat menjijikkan dibanding semuanya? Apa yang dipikirkan wanita bodoh itu? Air dingin sebeku es tiba-tiba disiramkan dari puncak kepala Casilda, membuat wanita berkepang satu ini langsung mendongak cepat. Kaget setengah mati. "Hentikan." Arkan menatapnya dengan mata gelapnya mendingin hebat. Sesaat, Casilda linglung. Air menetes-netes dari rambut dan tubuhnya. Para tamu juga keheranan dengan aksi pria bertopeng iblis itu. "Kamu akan masuk ke acara utama, dan semua hal ini masih sedang direkam, aku tidak ingin merusak barang yang akan digadaikan." Apa? Merusak barang yang akan digadaikan? Apa maksudnya? Belum sempat Casilda bertanya, sebuah kartu hitam dijatuhkan ke dalam kubangan muntah yang sudah benyek di lantai. "Ingin dapat uang 250 juta itu? Kamu harus jual diri." Ratu Casilda Wijaya tertegun syok! Bagaikan disambar petir, dia langsung oleng, pandangannya menggelap selama beberapa detik. Wanita ini duduk terhenyak lemah di lantai, kedua bahu melemas. Hawa dingin menggigit kulitnya. Semua kata-kata Arkan sejauh ini adalah mutlak. Jika dia ingin berkata warna biru adalah hitam, maka warna biru itu akan menjadi hitam. "Ju-jual diri?" gagap Casilda pelan, darah sudah surut dari wajahnya. "Benar. Jual diri, dan kamu bisa mendapat 500 juta itu secara cuma-cuma. Tidak perlu mengembalikannya dengan bunganya. Bagaimana? Acara utama ini sangat menarik, bukan? Kamu bilang akan melakukan apa pun demi uang itu. Ingat, patuh seperti anjing." Mata Casilda beralih horor dari Arkan ke kubangan kotor, menatap nanar pada kartu hitam yang tenggelam di sana. Cahaya seolah sirna dari kedua bola mata lelah Casilda. "Jual... diri?" Bukankah beberapa saat lalu dia berpikir seperti ini? Casilda tertawa dingin dalam hati. Benar-benar.... Konyol sekali hidupnya ini! Namun, tawaran itu sangat menggiurkan. Dia tidak perlu mengembalikan dan membayar bunganya, kan? Casilda meraih kartu itu dengan sangat menjijikkan, lalu menatap Arkan dengan wajah tersenyum bagaikan raga tanpa jiwa, "Anda sungguh tidak bohong, kan? Benar. Saya bilang akan melakukan apa pun. Ini bukan masalah. Tapi, apakah ada yang mau kepada saya? Tuan Arkan, apa ini masuk akal?" Arkan tertegun kaget. Wanita sialan! Apa dia sedang menantangnya?! Kenapa dia seperti pasrah dan menerimanya begitu saja?! Hati Arkan geram dan sangat marah! Wajah pria ini lalu menggelap dingin, sedingin suaranya. "Sebelum menjual diri ke tempat itu, kamu harus bisa menggoda seseorang di ruangan ini sampai dia mau menciummu dengan suka rela. Tidak peduli dia pria atau pun wanita. Tebusan atas pengganti acara yang gagal sebelumnya. " Arkan lalu menginjak kuat tangan Casilda yang memegang kartu hitam di kubangan muntah, membuat wajah sang wanita terpercik oleh airnya. Seringai Arkan sangat menakutkan, tidak ada belas kasih dari pembawaan tubuhnya. "Tidak peduli kalau kamu harus mengemis kepadanya, atau bertelanjang bulat di depannya. Lakukan apa pun yang kamu bisa agar dia mau membalas ciumanmu,” lanjut Arkan dengan nada menghina. Casilda menatap kaki Arkan di atas tangannya, terdiam mendengar syarat itu. "Kamu punya 3 kali kesempatan mencobanya.” Suara bisik-bisik terdengar heboh di sekitar, Casilda menegakkan kepala, melihat kalau para tamu dengan sendirinya mundur semakin jauh dari tengah ruangan. Mudah sekali membacanya kalau mereka tidak ada yang mau melakukannya. "Siapa pun?" tanya Casilda pelan, menatapnya dengan tatapan tak berjiwa. Lama Arkan baru membalas, mata hitam dinginnya mengebor ke dalam mata wanita di bawahnya, mencoba-coba mencari reaksi marah atau penolakan. Tapi, hatinya kecewa berat. Tidak bisa membaca apa pun di sana. Lalu, berkata datar dan diam-diam sedikit bingung: "Ya. Siapa pun." "Kamu tidak boleh menarik kata-katamu itu," tekan Casilda dengan wajah menekuk gelap dan suram, sangat serius. Melihat reaksi aneh Casilda, Arkan mengeryitkan kening dan menjawabnya ragu-ragu, "tidak akan." "Semua orang jadi saksi atas ucapanmu itu, kan?" Casilda tersenyum, menarik paksa tangannya yang diinjak oleh Arkan. Kartu hitam digenggamnya kuat-kuat. Arkan hendak membalas kata-kata aneh sang wanita, tapi tiba-tiba tangannya ditarik kuat oleh Casilda, membuat tubuhnya tidak bisa seimbang. Sang aktor langsung jatuh ke lantai dengan punggung lebih dulu menghantam permukaan marmer dingin. Tanpa diduga siapa pun, Casilda merangkak cepat naik ke atas tubuh sang pria dengan penuh tenaga dan sangat agresif! Syok! Arkan tidak bisa berkata apa-apa, bahkan saat Casilda memajukan wajah ke depan wajahnya, mata sang aktor membesar kaget dalam diam di balik topeng iblisnya. Bibir sang wanita yang basah dan sudah kotor itu maju menuju bibir lawan bicaranya. Kedua bola mata Arkan semakin membesar kaget di balik topeng saat di bibirnya merasakan sentuhan lain yang bukan miliknya. Dengan sisa-sisa tenaganya, Casilda yang sudah gemetar lelah dan capek, menahan kuat-kuat kedua tangan sang pria di bawahnya menggunakan semua kemampuannya, menekan pria itu agar tidak bergerak sedikit pun menolak hal nekat yang tengah dilakukannya sekarang. Detak jantung Arkan langsung menggila! Isi kepalanya bagaikan kembang api yang meledak-ledak kuat tidak terkendali. Meski wanita di atasnya ini sangat bau dan lengket di sekujur tubuhnya, anehnya, Arkan tidak membenci tindakan nekat itu, dan tanpa sadar, dengan mata dipejamkan perlahan, seperti terhipnotis, bibirnya bergerak dengan sendirinya. Siap untuk berperang hebat!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD