Bab 62 Kamu Harus Jual Diri 1

1752 Words
"Apa dengan begini tidak ada yang akan maju? Sungguh?" sinis Arkan, suara naik satu oktaf, membuat mata para pria yang maju tadi membesar ngeri di balik topeng mereka, merasakan nada tidak senang pria itu. Sepertinya Arkan bukan hanya ingin menghancurkan Casilda, tapi juga orang yang berhubungan dengannya. Satu batu, dua burung dijatuhkan ke tanah. Begitu tepatnya menggambarkan situasi di pesta gila ini. Para tamu masih bisik-bisik, dan Arkan maju ke depan, sontak saja membuat para pria itu mulai mundur perlahan dengan ketakutan, kaki gemetar. "Sungguh tidak mau?" tanya Arkan pelan sekali lagi. Dengan senyuman mengejek, pria ini lalu berteriak antusias di mic, "aku naikkan hadiahnya! 2 Milyar!" 2 Milyar? Suara terhenyak para tamu mulai bisik-bisik keras, terlihat tidak percaya dengan hal itu. Dia tidak main-main, kan, dengan uang sebanyak itu? Apa dia masih waras? "Ayolah, jangan bilang tidak ada yang mau? 2 Milyar masih sedikit? Baik. Baik. 5 milyar, bagaimana? Aku beri 5 milyar bagi pria paling jelek di ruangan ini yang mau menciumnya. Apa itu masih kurang juga? atau... takut masa depan kalian hancur sepertinya?" terangnya santai ogah-ogahan, seolah-olah uang senilai itu bukanlah apa-apa diucapkan begitu saja. Hening. Tidak ada yang berani menjawab. Arkan tersenyum licik dan mengerikan di balik topeng iblis separuhnya, dan melanjutkan lambat-lambat penuh tekanan dengan mata berkilat berbahaya, "20 milyar rupiah." Jantung para pria yang mendengar hal itu nyaris copot dari tempatnya, mata membola seperti bola pingpong yang disodok keluar. Para tamu lain pun mulai seperti kehilangan akal mendengar jumlah hadiah tersebut. Ada yang menjerit frustasi karena itu terlalu gila, ada juga yang merasa takjub dengan anehnya. Arkan menunggu dengan sabar, senyum licik menawan masih tersemat indah di wajah tampannya. Di belakang, Casilda mematung hebat. Kedua bola mata membesar seperti tamu lainnya. Seluruh sendinya seolah macet bak besi berkarat. Apa dia sudah benar-benar kehilangan akal gara-gara dendamnya di masa lalu? Dia ini mungkin butuh ke dokter sakit jiwa daripada membuang-buang uangnya seperti sekarang! Dasar psikopat! 20 milyar bukan uang yang sedikit! Dia otaknya bagaimana, sih? Apa jangan-jangan, cuma sarang laba-laba di dalamnya? Atau kekayaannya sangat luar biasa sampai uang 20 milyar seperti membuang uang ke tempat sampah? Atau dia salah dengar? 20 milyar? Segitukah harga masa depan Casilda yang akan dihancurkan oleh Arkan? “Hadiah sudah menjadi 20 milyar. Kenapa kalian seolah tidak suka mendengarnya?” ledek Arkan puas, tertawa lucu. Oh, rupanya benar 20 milyar, ya? Hati Casilda seolah tergigit sakit, sedikit miris menertawakan diri dalam hati. Rupanya, mahal juga masa depan yang dimilikinya di tangan pria itu. Dalam hati tertawa dingin. Entah kenapa harga dirinya terasa terangkat meski hanya secuil. Wajah Casilda tertunduk muram. Tidak ingin mendengar apa-apa lagi, tapi kakinya tidak mau diajak kerja sama, dan dia tidak tahu harus bersembunyi di mana di ruangan penuh orang ini. Tetap saja, walau nilainya fantastis, semua yang dilakukan oleh Arkan hanya memiliki satu tujuan: balas dendam. Jadi, Casilda langsung merasa bodoh dengan pemikiran menghiburnya itu. Tawa lemas lepas dari bibirnya secara diam-diam, kedua tangan dikepalkan kuat-kuat. "Kenapa? Tidak ada yang mau? Hadiahnya 20 milyar, kawan," kata Arkan dengan nada main-main yang santai, berjalan mendekati para pria tadi, dan bergantian berjalan mengelilingi mereka satu per satu, seolah-olah seekor cheetah yang tengah menimbang-nimbang mangsanya. "Tu-tuan Arkan, a-apa syaratnya tidak bisa yang lain? I-internet... i-itu..." tanya salah satu pria bertopeng putih, memberanikan diri dengan sekuat tenaga menanyakan hal sebelumnya. Ujung lidah seolah kelu, takut menyinggung sang aktor. Arkan terbahak keras, terdengar begitu menakutkan, penuh kesinisan. Semua tamu menjadi tegang, tapi Casilda yang mendengar pria itu tertawa, yakin sekali dia menikmati situasi ini dan sangat senang dengan pemainan kecilnya. Mereka yang hadir di pesta ini, jika dipikir baik-baik tidak ada bedanya dengan dirinya yang dimanfaatkan olehnya. Level mereka memang beda, tapi tetap saja, semua harus tunduk padanya, bukan? Dalam hati, Casilda tertawa sinting dan puas. Senang rasanya ada teman sependeritaan seperti ini! Tawa miris Casilda samar-samar muncul di bibirnya, menatap lantai dengan sorot mata kosong. "Apa kamu pikir ini bisa ditawar? Apa kamu sudi membuang uang 20 milyar, tapi tidak memuaskan? Katakan kepadaku, apa kamu tidak dendam kepada wanita jelek itu? Tidak dendam sama sekali?" bisik Arkan mendekat, suara mendesis sintingnya yang dalam sengaja diperdengarkan ke mic, mata melirik dingin ke arah Casilda yang berdiri di depan sana. "De-dendam! Sangat dendam!" balas pria itu dengan cepat dan terburu-buru di mic, karena kini Arkan menatapnya tajam. "Kalau begitu, kenapa tidak kamu saja yang menjadi pasangannya?" Pria bertopeng putih ini langsung lemas, memucat seperti baru saja dipotong ekornya. "Ti-tidak, tuan Arkan. Sa-saya tidak begitu suka uang. Setelah dipikir-pikir, dia terlalu jelek dan gendut, saya tidak ingin mengotori bibir saya dengan miliknya," elak pria itu dengan reaksi penuh horor. Sebagian tamu ingin tertawa, tapi ditahan karena Arkan sama sekali tidak menyambut baik jawaban itu. Wajahnya mendatar di balik topeng. "Terlalu jelek? Terlalu gendut?" Arkan menatap mereka satu per satu, dan mereka mulai setuju dengan perkataan pria tadi meski terlihat takut-takut, mengangguk dengan kikuk. "Be-benar. Dipikir-pikir, bibirnya pasti sudah busuk dan bau. A-aku tidak memikirkan hal itu. Takutnya akan membuat gigiku bolong dan ternodai. Ma-maafkan aku, tuan Arkan. A-aku mengundurkan diri." Pria yang sempat muntah duluan di antara pria itu buru-buru berlutut, dan menimpali pria satunya, "tolong maafkan saya, tuan Arkan! Saya tidak bermaksud mengecewakan Anda! Sungguh minta maaf!" Pria ini tahu meski memakai topeng, tidak akan lepas dari surat yang ditandangani sebelumnya, dan pastinya Arkan bisa tahu siapa mereka meski wajah tersembunyi rapat. Siapa yang tahu berapa kamera terpasang di mansion itu? "Jadi, kamu tidak mau 20 milyar?" tanya Arkan dengan wajah dingin. Pria ini merendahkan kepalanya ke lantai, berkata dengan nada gemetar. "Tuan Arkan sangat baik, tapi saya takut terlalu rakus! Mohon pengertiannya! Lagi pula, dia sudah begitu bau dan perut saya sudah merasa tidak enak," terangnya dengan alasan dibuat-buat, membuat gerakan muntah pura-pura, dan tentu saja semua orang tahu dia sengaja berakting! Sisa pria lain yang mengajukan diri sebelumnya, kini berkeringat dingin. Mereka sudah menandatangani sebuah kertas begitu saja tanpa sempat membacanya. Tindakan pria itu sudah benar! Beberapa pria lain pun mengikuti tindakannya. "Maafkan saya juga, tuan Arkan! Saya juga mengundurkan diri! Saya takut pasangan saya melihatnya di internet, dan merasa jijik pada saya! Masa depan saya dipertaruhkan di sini!" "Sa-saya juga, tuan Arkan! Mohon maaf! Setelah dipikir-pikir, dia tidak seberharga uang itu! Mohon ampuni saya!" Pria lainnya juga mulai memohon, melakukan tindakan yang sama meski ada yang lemas gara-gara muntah membayangkan adegan menjijikkan itu. Semuanya kompak dalam hati menyatukan tujuan mereka untuk mundur dari rencana gila Arkan! Jika membuatnya marah, habislah hidup mereka! Satu-satunya cara, ya, meminta maaf merendahkan diri seperti ini! Wajah Arkan ajaibnya langsung melunak, terlihat santai. "Ah... kalian benar. Pasti sangat menjijikkan bersentuhan bibir dengannya, bukan? Heh! Aku yang minta maaf karena tidak memikirkan hal ini. Benar juga. Dia memang tidak senilai 20 milyar. Baiklah. Sebagai hiburan karena keberanian kalian, aku akan tetap memberikan kalian hadiah penghargaan masing-masing 10 juta. Silakan melaporkan nama kalian kepada pelayan bertopeng kelinci di dekat sana," terangnya dengan nada arogan, mengedikkan kepalanya ke arah singgasananya sebelumnya, dan di sana sudah berdiri seorang pelayan yang membungkukkan badan usai mendengar pengumuman barusan. Para pria di lantai, gemetar ketakutan, pikiran mereka lari ke mana-mana. Semuanya saling bertukar pandang dengan linglung dan takut-takut. "Kenapa masih di sini, apa kalian juga tidak tertarik dengan hadiah hiburan dariku? Apakah kurang?" sindir Arkan dengan mata menyipit dingin, nada suaranya menusuk. Mereka dengan cepat menggelengkan kepala, lalu susah payah bangkit dari lantai sambil mengucapkan terima kasih. "Terima kasih, tuan Arkan!" "Anda memang hebat, tuan Arkan!" "Terima kasih! Terima kasih!" “10 juta adalah hadiah paling hebat! Terima kasih, tuan Arkan! Anda sangat murah hati!” Beberapa masih bergumam hal-hal seperti itu sambil merangkak di lantai saking takutnya kepada pria bertopeng iblis di depannya. Casilda menegakkan kepala, kini bertatapan mata dengan Arkan yang tersenyum sambil berjalan ke arahnya. Mic masih di depan mulut, berkata sangat merendahkan, "kamu lihat? Bahkan meski dibayar 20 milyar pun, tidak ada pria yang mau menciummu, Ratu Casilda Wijaya." Senyumannya begitu angkuh dan menyayat hati Casilda. "..." "Kamu bau. Jelek. Tidak menarik sama sekali. Masa-masa emasmu sudah hilang. Tidak ada satu pun pria di dunia ini yang sudi menyentuhmu. Kamu sama sekali tidak diinginkan oleh siapa pun. Heh! Tidak pernah terpikirkan, bukan, hari ini akan tiba kepadamu?" hinanya ketika tepat berhenti dan berdiri di depan Casilda, wajah membuat gerakan seolah mencium bau busuk di udara, mengerut jijik. "Kamu yang seperti ini, apa bagusnya sekarang? Tidak ada bedanya dengan sampah berjalan karena kamu memang sampah itu sendiri." Sang wanita tidak menjawab, kepala menunduk pucat. Jika mengeluarkan suara, bisa jadi membuatnya tidak senang. ‘.... Kamu sama sekali tidak diinginkan oleh siapa pun...’ Kata-kata itu... Kata-kata Arkan barusan membuat hatinya seolah tertusuk duri. Benar. Itu benar. Tidak ada yang mau bersamanya sekarang. Tapi, tidak mengapa, dia juga tidak ada kepikiran ke arah hal menjijikkan yang disebut cinta. Dia sudah lama menyerah akan hal itu sejak bertahun-tahun silam. Jatuh cinta bagi Casilda lebih menjijikkan daripada sampah. Meski berprinsip begini, ada bagian inti hatinya yang menciut sedih dan tiba-tiba tanpa diminta otaknya mengingat kejadian buruk yang dulu menimpanya. Semua penolakan pria ini tidak ada apa-apanya dibanding penolakan pria yang dulu dicintainya, dan Arkan, tidak tahu sama sekali mengenai hal itu. Dalam hal ini, dia sebenarnya menang secara diam-diam. "Kenapa diam saja? Tegakkan wajahmu," titah Arkan dingin, tangannya yang bebas menyentuh dagu Casilda. "Tatap aku," lanjutnya lebih dingin dari sebelumnya. "Tidak ada yang mau menciummu, dan uang sudah masuk ke rekeningmu. Kamu tahu aku tidak mau rugi, kan? Bagaimana kamu akan menepati perjanjian atas 230 juta itu?" Wanita bergaun ungu sebelumnya hendak memberikan ide lainnya, tapi dia tidak berani setelah melihat pria-pria tadi dipermalukan dengan cara yang menjijikkan. Jadi, dengan cerdas, dia pun perlahan mundur dari tempat itu, hendak membaur dengan tamu lainnya. Sialnya, Arkan memanggilnya hingga tubuhnya menegang. "Wanita bertopeng merak hitam..." panggilnya lambat-lambat, dalam dan dingin, "... apa kamu tidak punya ide lain lagi yang lebih seru?" "Eng... tu-tuan Arkan, sa-saya sedang sedikit pusing karena bau muntahan ini. Sepertinya tidak bisa berpikir baik. Mu-mungkin tamu lainnya punya ide lebih menarik daripada saya?" jawabnya gugup, dia tidak ingin terlibat apa pun lagi dengan Casilda, jadi ingin melepaskan diri, sama seperti kumpulan pria jelek yang sudah sibuk menuntut hadiahnya dari pelayan bertopeng kelinci. Mereka masih beruntung. Kalau dirinya, bagaimana? Bulu kuduknya langsung berdiri! “Bagaimana dengan yang lain? Apa ada ide baru untuk acara kita?” Acara kita? Semua ini hanyalah acara untuk dirinya sendiri! Semua tamu nyaris bersamaan menundukkan kepala, mengunci rapat-rapat bibir mereka. “Aku bertanya, apa ada ide yang lain?!” suara Arkan merendah dingin, diam-diam terdengar sangat mengancam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD